ebook img

BAB II PLURALISME AGAMA DALAM AL-QUR'AN A. Pengertian Pluralisme Agama Secara ... PDF

103 Pages·2017·6.59 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB II PLURALISME AGAMA DALAM AL-QUR'AN A. Pengertian Pluralisme Agama Secara ...

BAB II PLURALISME AGAMA DALAM AL-QUR’AN A. Pengertian Pluralisme Agama Secara etimologi, Pluralisme agama berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme dan agama”. Dalam bahasa arab diterjemahkan “al-ta’addudiyyah al-di>niyyah” dan dalam bahasa inggris “religious pluralism”.1 Dalam bahasa Arab, “ta’addudiyyah” berasal dari kata ta’addud yang berarti kas\irah yaitu hal yang banyak dan beraneka ragam.2 Ta’addudiyyah berarti yang banyak atau terbilang lebih dari satu.3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “plural” memiliki arti jamak atau lebih dari satu, sedangkan kata pluralisme adalah hal yang mengatakan jamak atau tidak satu. Contohnya kata pluralisme kebudayaan yang artinya berbagai kebudayaan yang berbeda-beda di suatu masyarakat.4 Adapun kata “agama” dalam Kamus Besar 1 Fihif Dhillah, “Pluralisme Agama dalam Pandangan Nur Cholis Madjid”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003, hlm. 24 2 dalam Al-Qur’an dan Isu-isu Kontemporer Karya Abdurrahman (dkk.), hlm. 12, mengutip dari Kamus Kontemporer Arab Indonesia karya Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 3 Abdurrahman (dkk.), Al-Qur’an dan Isu-Isu Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2011) , hlm. 12 4 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 2005) hlm. 691. 18 Bahasa Indonesia artinya kepercayaan kepada Tuhan (dewa, dsb) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.5 Kata Pluralisme berasal dari bahasa Inggris “pluralism” yang berarti “mengenai lebih dari satu atau banyak”6 dan berkenaan dengan keanekaragaman.7 Kata pluralisme diduga berasal dari bahasa latin, plures, yang berarti “beberapa dengan implikasi perbedaan”.8 Bila ditinjau dari asal-usul kata ini, jelas bahwa agama tidak menghendaki keseragaman bentuk agama. Sebab, ketika keseragaman sudah terjadi, maka tidak ada lagi pluralitas agama (religious plurality). Keseragaman itu sesuatu yang mustahil. Allah menjelaskan bahwa sekiranya Tuhanmu berkehendak, niscaya kalian akan dijadikan dalam satu umat. Pluralisme agama tidak identik dengan model beragama secara eklektik, yaitu mengambil bagian-bagian tertentu dalam suatu agama dan membuang sebagiannya untuk kemudian mengambil bagian yang lain dalam agama lain dan membuang bagian yang tidak relevan dari agama itu.9 5 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 2005 hlm. 9. 6 Abdurrahman (dkk.), Al-Qur’an dan Isu-isu Kontemporer, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2011), hlm. 12, mengutip dari Dictionary of Contemporary Karya Longman. 7 Disebutkan dalam Al-Qur’an dan Isu-isu Kontemporer karya Abdurrahman (dkk.), hlm. 12, mengutip dari The Dictionary English-Indonesian Dictionary karya Peter Salim. 8 Sebagaimana disebutkan dalam buku Argumen Pluralisme Agama karya Abdul Moqsith Ghazali, pernyataan ini mengutip dari buku karya Nurcholis Madjid yang berjudul “Kebebasan Beragama dan Pluralitas dalam Islam”, dalam buku “Passing Over: Melintasi Batas Agama” karya Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, hlm. 184. 9 Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an (Depok : Kata Kita, 2009), hlm. 66. 19 Istilah di atas mencakup pengertian: pertama, kebebasan sebuah kelompok orang dalam satu masyarakat yang berbeda dari ras, agama, pilihan politik dan kepercayaan yang berbeda. Kedua, suatu prinsip bahwa kelompok-kelompok yang berbeda ini bisa hidup bersama secara damai dalam satu masyarakat sebagai sebuah ciri dan sikap keberagaman.10 Pluralisme berkaitan erat dengan pluralitas. Pluralitas merupakan kenyataan dan keniscayaan yang tidak dapat dirubah. Tidak dapat dipungkiri, pluralitas mengandung bibit perpecahan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan sikap toleran, keterbukaan, dan kesetaraan. Adapun pluralisme memungkinkan terjadinya kerukunan dalam masyarakat, bukan konflik.11 Apabila merujuk dari Wikipedia dalam bahasa Inggris,definisi pluralism adalah: “ In the social sciences, pluralism is a framework of interaction in which group show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation”. Suatu kerangka interaksi tempat setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleransi satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran/ pembiasan).12 10 Umi Sumbulah dan Burjanah, “Pluralisme Agama: Makna dan Lokalitas Pola Kerukunan Antar Umat Beragama”, (Malang: UIN-Maliki Press, 2013) hlm. 32. 11 Lihat: Mengutip dari skripsi fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga karya Nazwar yang berjudul Pluralisme Agama Menurut Budhy Munawar Rachman, hlm. 45 . kutipan tersebut bersumber dari karya Budhy Munawar Rachman yang berjudul Reorientasi Pembaruan Islam; Sekularisme,Liberalisme, dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia, hlm. 612. 12 Imam Subkhan, Hiruk Pikuk Wacana Plutalisme Di Yogya, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 27-28. 20 Dalam kajian filosofis, “pluralisme” diberi makna sebagai doktrin, bahwa dunia ini terdiri dari berbagai kehidupan; atau substansi hakiki itu tidak satu dan tidak dua, akan tetapi banyak. Pluralisme meliputi bidang kultural, politik dan agama. Oleh karena itu pemahaman yang berbeda terhadap ide pluralisme akan selalu terjadi di kalangan tokoh-tokoh agama.13 Sedangkan pengertian agama, para pakar memiliki beragam pengertian tersendiri. Secara etimologi, kata “agama” bukan berasal dari bahasa arab, melainkan diambil dari istilah bahasa sanskerta yang menunjuk pada sistem kepercayaan dalam Hinduisme dan Budhisme di India. Agama terdiri dari kata “a” yang berarti “tidak”, dan “gama” yang berarti “kacau”.14 Dengan demikian, agama adalah sejenis peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan manusia menuju keteraturan dan ketertiban.15 Ada pula yang menyatakan bahwa agama terdiri dari dua suku kata, yaitu “a” yang berarti “tidak”, dan “gam” yang berarti “pergi” atau “berjalan”. Dengan demikian, pengertian agama ditinjau dari sudut pandang kebahasaan berarti tidak pergi, tetap di tempat, kekal-eternal, terwariskan secara turun temurun.16 Selain itu 13 Abdurrahman (dkk.), Al-Qur’an dan Isu-Isu Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2011) , hlm. 13. 14 Abdul Moqsith Ghazali, “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an”, (Depok: Kata Kita, 2009), hlm. 41, mengutip dari buku karya Zainal Arifin Abbas yang berjudul “Perkembangan Fikiran Terhadap Agama”, hlm. 19. 15 Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an, (Depok: Kata Kita, 2009), hlm. 41-42. 16 Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an, hlm. 42. 21 ada juga yang mengatakan bahwa agama terdiri dari tiga suku kata, yaitu: “a-ga-ma”. “A” berarti awang-awang, kosong atau hampa. “Ga” yang berarti tempat yang dalam bahasa bali disebut genah. Sementara “ma” yang berarti matahari, terang atau sinar. Dari situ lalu diambil suatu pengertian bahwa agama adalah pelajaran yang menguraikan tata cara yang semuanya penuh misteri karena Tuhan dianggap bersifat rahasia.17 Agama dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah religion, dan dalam bahasa latin dikenal dengan kata religio atau religi, sedangkan agama dalam bahasa arab dikenal dengan kata al-di>n dan dien dalam bahasa semit. Kata-kata itu ditengarai memiliki kemiripan makna dengan “agama” yang berasal dari bahasa sanskerta itu.18 Dalam mendefinisikan agama, para ahli banyak mengemukakan pendapatnya dalam memahami agama, namun tidak semua definisi yang mereka jabarkan selalu komprehensif. Sebagian hanya mendefinisikan agama secara parsial saja karena hanya mampu menyangkut sebagian dari realitas agama. Padahal untuk memberikan definisi, tentunya diperlukan batasan-batasan agar sesuatu yang tidak termasuk dalam definisi tersebut tidak tercakup dalam definisi tersebut. 17 Abdul Moqsith Ghazali, “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an”, hlm. 42, mengutip dari karya Hasan Shadily yang berjudul “Ensiklopedi Indonesia” hlm. 105. 18 Abdul Moqsith Ghazali, “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an”, hlm. 43. 22 Dalam pengertian agama, peneliti mengambil pendapat Mukti Ali yang mengatakan agama adalah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusan-Nya bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat.19 Harun Nasution menyimpulkan bahwasanya agama memiliki beberapa unsur, antara lain sebagai berikut:20 Pertama, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat meminta tolong. Oleh karena itu, manusia harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Kedua, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula. Ketiga, respons manusia yang bersifat emosional. Respon itu bisa mengambil bentuk perasaan takut seperti agama-agama primitif atau perasaan cinta seperti pada agama- agama monoteisme. Selanjutnya respons mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif atau pemujaan yang terdapat dalam agama- agama monoteisme. Keempat, paham adanya yang kudus dan suci dalam bentuk kekuatan gaib, baik dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, dan dalam bentuk tempat-tempat umum. 19 Abdul Moqsith Ghazali, “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an”, hlm. 48-49. Mengutip dari karya A. Mukhtar yang berjudul “Tunduk Kepada Allah: Fungsi dan Perang Agama dalam Kehidupan Manusia’, hlm. 10. 20 Abdul Moqsith Ghazali, “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an”, hlm. 50. 23 Lebih jauh, dalam “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis Agama” karya Abdul Moqsith Ghazali, karakter agama dapat diringkas menjadi tiga unsur utama yang meliputi unsur teologis dan unsur sosial:21 1. Adanya seorang perintis atau pendiri yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual dan telah mendapat wahyu dari Tuhan sehingga sangat dihormati bahkan disakralkan. Seperti halnya Yahu>di yang dibawa oleh Musa, Kristen dibawa oleh Yesus Kristus, Islam dibawa oleh Muhammad saw, Budha oleh Sidharta Gautama, dan sebagainya. 2. Adanya doktrin yang dipercaya dan dijadikan pegangan serta pedoman para pengikut agama tersebut. Dalam tradisi agama abrahamik, biasanya penjelasan tentang pokok-pokok agama, perihal tata cara ritual, pembicaraan seputar akhirat, surga dan neraka, juga tata cara sosial berhubungan dengan manusia, termasuk tentang etika-moral kehidupan di dunia, semuanya itu dibukukan sebagai kitab suci, dan begitu juga sabda nabinya. Islam menyebutnya al-Qur’an, Kristen menyebutnya Alkitab, dan Yahu>di menyebutnya Torah atau Taurat. Dalam tradisi agama di luar abrahamik, dikenal dengan kitab suci serupa, misalnya Weda, Tripitaka, Zanda Avesta, dsb. Sedangkan agama lokal atau primitif biasanya hanya disampaikan secara lisan secara turun-temurun tanpa dikodifikasi dalam bentuk kitab. 21 Abdul Moqsith Ghazali, “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an”, hlm. 51. 24 3. Adanya komunitas atau umat yang mengikuti dan mempercayai nabi dan ajarannya. Anggota komunitas tersebut bisa berjumlah sedikit, bisa juga berjumlah jutaan. Komunitas inilah yang menentukan kelestarian sebuah agama dengan menjalankan ritual peribadatan. Kembali kepada permasalahan awal tentang definisi pluralisme agama, para ulama memberikan pengertiannya sendiri tentang pluralisme agama ini. Budhy Munawar Rachman mendefinisikan pluralisme agama ialah mengakui di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terdapat bukan hanya agama kita sendiri, tetapi pemeluk agama lainnya. kita harus mengakui bahwa setiap agama dengan para pemeluknya masing-masing mempunyai hak yang sama untuk eksis. Maka yang harus dibangun adalah perasaan dan sikap saling menghormati, yaitu toleransi dalam arti aktif.22 Dalam buku Tren Pluralisme Agama karya Dr. Malik Thoha disebutkan bahwa pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.23 John Hick dalam buku Memburu Akar Pluralisme Agama: Mencari Isyarat- isyarat Pluralisme Agama Dalam al-Qur’an dan Pelbagai Prespektif mendefinisikan 22 Mengutip dari skripsi fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga karya Nazwar yang berjudul Pluralisme Agama Menurut Budhy Munawar Rachman, hlm. 45 . mengutip dari karya Budhy Munawar Rachman yang berjudul Reorientasi Pembaruan Islam; Sekularisme,Liberalisme, dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia, hlm. 612. 23 Anis Malik Thoha, “Tren Pluralisme Agama”, Jakarta: Prespektif Kelompok Gema Insani, 2005, hlm. 14. 25 bahwa pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap yang real Yang Maha Agung dari dalam pranata cultural manusia tersebut dan terjadi, sejauh yang dapat diamati sampai pada batas yang sama.24 Farid Essack mendefinisikan pluralisme sebagai sebuah pengakuan dan bentuk penerimaan, bukan hanya sekedar toleransi terhadap adanya keberbedaan dan keragaman antara sesama atau terhadap penganut agama lain.25 Senada dengan Farid Essack, Franz Magnis-Suseno berpendapat bahwa yang dikehendaki dari gagasan pluralisme agama adalah adanya pengakuan secara aktif terhadap agama lain. Agama lain ada sebagaimana keberadaan agama yang dipeluk diri yang bersangkutan. Setiap agama punya hak hidup.26 Abdul Moqsith Ghazali menyampaikan pengertian pluralisme agama, menurutnya pluralisme agama adalah suatu sistem nilai yang memandang keberagaman atau kemajemukan secara positif sekaligus optimis dengan 24 Liza Wahyuninto dan Abd. Qadir Muslim, “Memburu Akar Pluralisme Agama: Mencari Isyarat-isyarat Pluralisme Agama dalam al-Qur’an dan Pelbagai Prespektif”, Malang: UIN-Maliki Press, 2010, hlm. 9-10. 25 Essack, Al-Qur’an, Pluralisme, Liberalisme: membebaskan yang tertindas, terj. Watung A. Budiman (Bandung: Mizan, 2000), hlm 21. 26 Abd. Moqsith Ghazali, “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al- Qur’an” (Depok : Kata Kita, 2009). Hlm. 67. 26 menerimanya sebagai kenyataan (sunnatullah) dan berupaya untuk berbuat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu.27 Berdasarkan pengertian yang telah peneliti dapatkan, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian bahwa pluralisme agama ialah sebuah bentuk pengakuan dan penerimaan atas adanya keberagaman dan perbedaan antar sesama atau beda agama dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri dan ajaran dari masing- masing agama. B. Teori-teori Sebelumnya dalam bab satu telah dikemukakan secara singkan tentang respon para tokoh terhadap pluralisme agama secara singkat. Timbulnya pro-kontra dan kritik terhadap wacana pluralisme agama di Indonesia sendiri, berawal dari keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang mengharamkan ide sekularisme, liberalisme dan pluralisme pada Munas ke tujuh tahun 2005.28 Adapun pada sub bab ini peneliti akan menjabarkan beberapa pendapat para tokoh terhadap pluralisme agama yang terbagi menjadi dua pendapat. 1. Pendapat Yang Mendukung Pluralisme Agama 27 Asep Setiawan, Pluralisme Agama dalam Prespektif al-Qur’an: Studi Kritis Atas Pemikiran Abdul Moqsith Ghazali), Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011, hlm. 92-93. 28 Abdul Mukti, “Pluralisme Agama di Indonesia Studi Komparasi Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. hlm. 29.

Description:
Beragama dan Pluralitas dalam Islam”, dalam buku “Passing Over: Melintasi .. perasaan saling menghormati dan rasa toleransi antara pemeluk agama yang . Oleh karenanya, jika pandangan kaum liberal mengenai . as authentic is an extraordinary event in history of religion” (kenyataan bahwa.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.