BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN Pada bab yang kedua ini akan dipaparkan teori-teori tentang Piring Nazar sebagai wadah melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa bagian. Bagian yang pertama adalah Pendidikan Agama Kristen secara umum, berbagai pendekatan dalam Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga dan fondasi Pendidikan Agama Kristen. Bagian yang kedua mengenai pelaksanaan sosialisasi, pendekatan atau proses sosialisasi dan edukasi dalam keluarga serta bagian yang terakhir adalah tentang Piring Nazar. 2.1 Piring Nazar sebagai wadah PAK Berikut akan dijelaskan mengenai konsep-konsep Pendidikan Agama Kristen. 2.1.1 Pendidikan Agama Kristen 2.1.1.1 Pendidikan Definisi Pendidikan Agama Kristen dapat dimulai dengan melihat definisi dari pendidikan, yakni : Cremin mendefinisikan pendidikan dengan usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian, atau kepekan-kepekaan juga setiap akibat dari usaha itu19. Pendidikan yang difenisikan oleh Cremin mengarahakan kepada menjadikan manusia sebagai pribadi yang utuh. Sedangkan Whitehead melilat pendidikan dengan lebih sederhana yaitu suatu bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan20. 19 Groome, Pendidikan Agama Kristen, 29. 20 Groome, Pendidikan Agama Kristen, 30. 14 Kemudian pendidikan dilihat dari persepktif kebudayaan oleh Bernard Bailyn yaitu seluruh proses dimana budaya menyampaikan pesan-pesannya kepada berbagai generasi21. Sementara itu, Groome tidak memberikan defenisi tentang pendidikan tetapi ia melihat hal lain dari pendidikan yaitu hakikat dari pendidikan adalah suatu kegiatan politis yakni pendidikan akan membawa manusia untuk melihat warisan masa lampau dan dapat digunakan secara kreatif untuk melewati masa kini dan menuju pada masa depan22. Secara sederhana dapat diungkapkan bahwa pendidikan adalah suatu tindakan atau bimbingan yang dilakukan dengan sengaja, sistematis dan terus menerus untuk menyampaikan pengetahuan dan juga seni kehidupan kepada generasi selanjutnya. Dalam melakukan proses pendidikan ini, pendidik juga perlu menydari bahwa orang yang didiknya akan membawa atau mewarisi warisan masa lampau dan dapat digunakan pada masa kini untuk menuju pada masa yang akan datang sehingga seorang pendidik harus tahu betul apa yang menjadi kebutuhan anak didiknya disetiap perkebangan zaman. 2.1.1.2 Pendidikan Agama Kristen Pendidikan ada berbagai jenisnya, sehingga Groome menyebut bahwa pendidikan yang bersifat baik bersifat keagamaan dan pendapat dari Groome ini dilengkapi oleh pendapat dari Nuhamara yang memberikan penjelasan tentang istilah pendidikan agamawi, khususnya agama Kristen adalah bahwa pendidikan agamawi itu dilakukan oleh persekutuan iman Kristen (orang Kristen) dari perspektif agama Kristen23. 21 Pazmino, Fondasi Pendidikan Agama Kristen, 230. 22 Groome, Pendidikan Agama Kristen, 31 23 Daniel Nuhamara. Pembimbing PAK pendidikan Agama Kristen (Jawa Barat: Jurnal Info Media, 2007), 23-25. 15 Dalam bukunya Nuhamara juga menambahkan tentang elemen-elemen yang ada dalam Pendidikan Agama Kristen, yang berbeda dengan pendidikan lainnya: Pertama, harus dikatakan bahwa PAK itu adalah suatu usaha pendidikan. Oleh karena itu, merupakan usaha yang sadar, sistematis, dan berkesinambunagn, apapun bentuknya. Kedua, PAK merupakan dimensi yang khusus yakni dalam dimensi religius manusia. Ketiga, PAK menunjuk kepada persekutuan iman yang melakukan tugas pendidikan agamawi, yakni persekutuan iman Kristen. Keempat, PAK sebagai usaha pendidikan bagaimanapun juga memiliki hakikat politis. Karena itu PAK juga turut berpartisipasi dalam hakikat politik pendidikan secara umum. Artinya PAK tidak hanya ada interverensi dalam kehdiupan individual seseorang di bidang kerohanian saja, tetapi juga mempengaruhi cara dan sikap mereka ketika menjalani kehidupan dalam konteks masyarakatnya. Ada beberpa defenisi yang diberikan oleh para ahli dianataranya, Harianto mendefiniskan Pendidikan Agama Kristen dengan usaha sadar dan terencana untuk meletakkan dasar Yesus Kristus dalam pertumbuhan iman Kristen dengan cara mewujudkan suasana belalajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, yaitu pengendalian diri, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat24. Namun ada penekanan lain yang disampaikan oleh Groome bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah pencarian yang transenden namun jauh melebihi komunitas atau tradisi yang dimiliki25. Penekanan yang dberikan oleh Groome ingin menunjukkan bahwa tidak ada satu tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat melakukan Pendidikan Agama Kristen, melainkan dimana saja seseorang bisa belajar dan menemukan yang transenden. Sehingga Pendidikan Agama Kristen juga didefinisikan dengan suatu usaha yang dilakukan untuk membawa anak didik dalam pengenalan kepada Tuhan Yesus dan 24 Harianto. Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab dan Dunia Masa Kini (Yogyakarta: ANDI, 2012), 52. 25 Groome, Pendidikan Agama Kristen, 36. 16 menjadikan mereka yang belajar memiliki sikap seperti Tuhan dalam kehidupan bersama dimanapun mereka berada. 2.1.1.3 Tujuan Pendidikan Agama Kristen Ketika kita akan membahas tentang tujuan, maka perlu diperhatikan bahwa kata tujuan itu sendiri memiliki arti yang beragam. Nuhamara membagi pengertian dari tujuan itu atas 3 bagian yaitu aims, goals dan objectives26. Aims adalah tujuan yang diusahakan untuk dicapai pada akhirnya. Goals adalah tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu. Objectives adalah tujuan yang hendak dicapai dalam satu proses belajar-mengajar dalam satu kali tatap muka. Tujuan yang akan dicapai dari sebuah pendidikan agama Kristen adalah aims. Ada berbagai macam tujuan akhir (aims) yang dirumuskan oleh beberapa ahli yaitu; James Smart merumuskan tujuan akhir dari pendidikan agama Kristen adalah Allah dapat bekerja dihati mereka yang diajar, untuk menjadikan mereka murid-murid yang meyakinkan baik dengan kata-kata maupun perbuatan di tengah-tengah dunia27. Sedangkan Graendorf mengatakan bahwa tujuan pendidikan agama Kristen antara lain adalah untuk membimbing individu-individu pada semua tingkat perkembangannya, dengan cara pendidikan kontemporer, menuju pengenalan serta rencana Allah dalam Kristus melalui setiap aspek kehidupan dan juga untuk memperlengkapi mereka demi pelayanan yang efektif28. Marthaler melengkapi pendapat dari Smart dan Graendorf 26 Nuhamara, Pembimbing PAK, 29. 27 Ibid., 30. 28 Nuhamara, Pembimbing PAK, 31. 17 dengan ada 3 tujuan dari pendidikan agama Kristen yaitu pertumbuhan iman, afiliasi agamawi dan memerihara serta mewariskan suatu tradisi agamawi29. Dari perspektif lain yaitu komisi pendidikan agama Kristen dari dewan gereja- gereja di Indonesia merumuskan tujuan pendidikan agama Kristen dengan kata-kata sebagai berikut: mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia datang kedalam suatu persekutuan yang hidup dengan Tuhan. Semantara itu Gereja Kongregasional, Evangelikal, dan Reformed menyebutkan tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah untuk membawa orang ke dalam persekutuan Kristen, membimbing dalam iman dan panggilan Kristen supaya menerima pengampunan dan kekuatab bagi kehidupan baru dari Allah dengan ucapan syukur dan ketaatan serta dimampukan bertumbuh secara matang sebagai pribadi Kristen dan menajdi orang yang setia melaksanakan penggilan gereja30. Berdasarkan berbagai macam tujuan yang disampaikan dengan penekanan yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir (aims) yang akan dicapai adalah anak didik mendapatkan bimbingan sesuai dengan tingkat perkembangannya agar Allah dan Roh Kudus dapat bekerja dalam hati mereka yang belajar sehingga mereka dapat mengalami petumbuhan iman dan medapatkan kekuatan Allah dalam hidup bersekutu serta dapat bersama-sama melaksanakan panggilan gereja. 2.1.1.4 Berbagai Pendekatan dalam Pendidikan Agama Kristen 29 Ibid., 124. 30 Harianto, Pendidikan Agama Kristen Dalam Alkitab dan Dunia Masa Kini, 53. 18 Daniel Nuhamara, Thomas Groome dan Harianto menjabarkan pendekatan Pendidikan Agama Kristen dengan beberapa ahli dalam buku mereka masing - masing yakni: 1. Pendekatan keluarga oleh Horace Bushnell (1802-1876)31 Bushnell mengemukakan teorinya tentang asuhan atau pendidikan Kristen sebagai reaksi terhadap gerakan kebangunan rohani ( revivalisme) yang melanda Amerika. Pandangan dari tokoh revivalist pada saat itu adalah kerusakan total manusia, maka anak- anak tidak dapat bertumbuh dalam kehidupan iman Kristen, kecuali kalau mereka mengalami peristiwa lahir baru (born again). Bushnell melihat bahwa anak-anak akan menunggu waktu yang lama untuk menjadi lahir baru sehingga ia melihat bahwa mereka memerlukan asuhan dan didikan sebagai orang Kristen sejaka awal. Asuhan tersebut dapat berjalan apabila orang tua telah terlebih dahulu memiliki iman itu bagi dirinya sendiri; lalu ajarkanlah itu kepada anak-anak dengan jalan memberi contoh kehidupan yang riil. Menurut Bushnell karena keluarga adalah sumber utama pendidikan Kristen maka orang tua harus bertanggung jawab menciptakan iklim yang benar-benar Kristen dalam keluarga tersebut. Penekanan yang diberikan oleh Bushnell dalam melakukan pendekatan dalam Pendidikan Agama Kristen adalah dalam keluarga. Keluarga mengambil peranan yang pertama untuk mengasuh dan mendidik anak-anak, karena keluarga akan memberikan contoh kehidupan yang nyata. 2. Pendekatan sosialisasi oleh George Albert Coe (1862-1951)32 31 Nuhamara, Pembimbing PAK, 115. 32 Nuhamara, Pembimbing PAK, 117. 19 Coe mengharapkan bahwa ketika seseorang sudah belajar tentang agama Kristen maka seseorang tidak lagi membutuhkan pertobatan dalam dirinya. Coe sependapat dengan Bushnell namun ia memiliki pemikiran bahwa keseluruhan jaringan sosial merupakan pendidik utama. Ia percaya bahwa semua pendidikan seharusmya merupakan interaksi sosial. Coe melihat bahwa interaksi sosial adalah inti dari pendidikan agama Kristen, bukan hanya sebagai proses melainkan juga sebagai isi. Isi yang utama dari pendidikan agama Kristen haruslah ditemukan dalam relasi-relasi dan interaksi-interaksi masa kini di antara orang - orang. Coe sependapat dengan Bushnell hanya saja Coe melihat jau lebih luas, menurutnya semua jaringan sosial haruslah dilibatkan dalam Pendidikan Agama Kristen karena interaksi sosial adalah bagaian yang penting. 3. Pendekatan Iman jemaat oleh Ellis Nelson33 Ketika pendekatan sosialiasai mulai lemah, Nelson mengemukakan bahwa perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam dari pada peranan dan kebutuhan sosialisasi dalam proses pembentukan kepribadian Kristen. Nelson melihat sosialisasi dari pertimbangan antropologi dari pada sosiologi oleh sebab itu Coe berpendapat bahwa kebudayaan yang diwariskan dan dikomuniksaikan dalam suatu proses sosialisasi akan membangun sebuah perspektif dalam hubungan dengan suatu pandangan dunia, membentuk kata hati menurut sistem nilai tertentu, menciptakan suatu identitas diri, dari hubungan sosial dengan kelompok sosial. Maka secara tidak langsung orang akan menjadi Kristen dan hidup serta menyatakan dirinya sebagai orang Kristen. 33 Groome, Pendidikan Agama Kristen, 174-175. 20 Nelson memiliki penekanan yang berbeda jika dibandingkan dengan Bushnell dan Coe. Ia menekankan pentingnya sosialisasi dalam komunitas iman. Komunitas Kristen menajdi agen alamiah dalam mengkomunikasikan iman Kristen. 4. Pendekatan komunitas iman jemaat John Westherhoff III34 Kondisi gereja yang ada dalam paradigma “ sekolah-pengajaran” sudah tidak cocok lagi dan harus diganti dengan “persekutuan iman-enkulturasi”. Pendidikan agama Kristen pada akhirnya dapat berperan untuk membimbing orang kepada aksi sosial dalam keterlibatan pada aktivitas politis untuk membaharui sistem ekonomi hingga keadilan dan persamaan tercapai. Westherhoff III melihat bahwa gereja memiliki peranan dalam melakukan hal ini, gereja perlu untuk mengambil peran dalam membimbing umatnya untuk berpikir secara politis, sosial, ekonomis, teologis, dan etis. Gereja dapat menyatukan antara liturgi dan belajar sehingga iman orang dewasa dapat ditransmisikan kepada anak- anak. Westherhoff memiliki pandangan yang sama dengan Coe yaitu ia mementingkan adanya komunitsa iman dalam melakukan pendekatan Pendidikan Agama Kristen. 5. Pendekatan Sosialisasi Berard Marthaler35 Marthaler juga sependapat dengan ahli yang lainnya mengenai sosialisasi dalam pendidikan agama Kristen, namun lebih menekankan pada pengembangan ide eklesia (gereja) yakni bahwa seluruh persekutuan iman adalah yang mendidik, karena itu 34 Nuhamara, Pembimbing PAK, 122-123. 35 Nuhamara, Pembimbing PAK, 124. 21 pendidikan agama Kristen harus dipahami dalam konteks misi seluruh gereja. Setiap insan baik secara sadar atau tidak merupakan produk dari sosialisai. 6. Pendekatan satu tubuh oleh L.O Richards36 Pendekatan yang dipakai oleh Richards adalah gereja merupakan satu tubuh, artinya bahwa ada hubungan yang organis antara para anggota satu sama lain. Selain itu ada saling melayani, tergantung, dan saling menguatkan diantara mereka. Gereja sebagai tubuh Kristus adalah suatu persekutuan iman dimana ada unit yang terkecil mulai dari keluarga Kristen dan kemudian jemaat lokal. Baik kelaurga maupun adalah jemaat lokal adalah persekutuan iman dan tubuh Kristus sehingga merupakan pendidik utama. Berdasarkan tipe-tipe pendekatan yang dikemukakan oleh masing – masing ahli, maka salah satu pendekatan yang paling efisien dan efektif adalah dengan menggunakan pendekatana sosialisasi karena tidak dapat dihindari bahwa kepribadian seseorang dan juga proses pendidikan hanya dapat berhasil jika dilakukan dengan proses sosialisasi, selain itu, perlulah disadari bahwa agen primer dalam melakukan sosialisasi adalah kelauarga. Seklipun Nelson dan Westherhoff mengatakan bahwa komunitas iman adalah yang penting namun, perlu disadari bahwa sebelum terbentuknya komunitas iman, keluarga adalah komunitas pertama yang terbentuk dan tugas selanjutnya adalah bagaimana mengubah komunitas (keluaraga) menjadi komunitas iman kecil. 2.1.2 Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga Sebelum ada pebahasan yang lebih tentang Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga sebagai salah satu setting pendidikan, perlulah dilihat terlebih dahulu tentang keluarga, fungsi dan peranannya. 36 Ibid., 125. 22 1) Definisi Keluarga Ada berbagai defenisi tentang keluarga. Menurut Budiyana Keluarga adalah dasar dari masyarakat yang dapat dianalogikan seperti atom yakni sebgai unsur yang paling kecil dalam pembentukan alam semesta37. Keluarga kemudian diartikan sebagai batu penjuru. Sedangkan J.P. Chaplin mendefenisiskan keluarga dengan38: Family is (1) a group individuals related by marriage or blood, typically including a father, mother, and the children. (2) a group of person living in single household. (3) a group of closely general that constitues a subdivision of an order. (4) a closely related group, such as family of curve or language. Dari kedua definisi sederhana ini dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unsur terkecil yang memiliki latar belakang, asal usul yang sama dalam suatu masyarakat karena dari kumpulan dari keluarga-keluarga akan membentuk masyarakat. 2) Fungsi Keluarga Dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja tentunya keluarga memiliki fungsi- fungsi khusus39 diantranya yang diungkapkan oleh yakni: a. Fungsi Reproduksi Menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi untuk meghasilkan anggota baru sebagai penerus kehidupan manusia turun temurun. b. Fungsi Pemeliharaan dan Perlindungan 37 Hardi Budiyana. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2011), 181. 38 Kristiana Tjandrarini. Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), 7. 39 Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 19-21. 23
Description: