BAB II LANDASAN TEORI Bagian kedua dalam penelitian ini merupakan ladasan teoritik yang akan dikemukan dan digunakan sebagai pendukung dalam menganalisa data. Teori-teori yang ada akan dikonseptualkan untuk membantu mendeskripsikan dan menganalisa data penelitian. A. Konseling Multikultural Dalam dunia konseling ada dua cara merespon multikulturalisme yakni pendekatan konseling yang bersifat monokultural. Pendekatan konseling yang didesain dan digunakan dalam konteks masyarakat Barat. Kemudian tahun 1960 dan 1970-an, konseling hadir dan bereaksi terhadap tekanan politik, legislatif, dan personal yang bersumber dari gerakan persamaan kesempatan dan seputar rasisme serta membangun kesadaran terhadap isu kultur dalam pendidikan dan praksis konseling. Fase ini kemudian melahirkan banyak literatur dalam bidang konseling dan psikoterapi terhadap isu budaya, silang budaya, transkultural, interkultural. Merupakan usaha memasukan dimensi budaya dalam ruang konseling. Respon kedua ini muncul dari kesadaran akan perbedaan kultur dalam konseling yang menempatkan konsep kultur sebagai citra person-nya.1 Konseling berasal dari Bahasa Inggris to counsel yang berarti memberi arahan dan memberi nasehat. Tokoh yang melakukan proses konseling disebut konselor. 1 John Mcleod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus, (Jakarta: Kencana, 2010), 273- 290. 14 Dalam pemahaman ini maka dalam proses konseling menempatkan konselor ke dalam relasi bersama dengan konseli. Selanjutnya proses konseling hanya dapat dibangun jika konselor menganggap konseli itu sangat berharga bukan sekedar dikasihani tetapi dicintai. Sehingga dalam proses konseling dimana terciptanya relasi atau hubungan yang harmonis orang dimungkinkan dapat mengalami kedamaian dan kebahagaiaan.2 Kedamaian dan kebahagiaan yang tercipta, akan menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap diri sendiri tetapi juga kepada orang lain. Dengan demikian akan terbuka hubungan atau relasi yang luas dan mendalam dengan orang lain yakni dengan menempatkan diri kita pada perasaan orang lain kita dapat mengetahui apa yang sedang digumuli. Dalam proses konseling yang dibangun oleh konselor dan konseli harus berdasarkan kasih agar dapat tercipta komunikasi yang baik dan juga menumbuhkan nilai spiritual.3 Dalam membangun suatu hubungan konseling membutuhkan empati dasar. Kata empati berasal dari bahasa Yunani yakni em dan pathos yang berarti perasaan yang mendalam untuk memahami dunia orang lain. Seseorang harus memasuki dunia perasaan orang lain tanpa harus meninggalkan perasaannya. Dalam hal ini seseorang harus masuk ke dalam perasaan orang lain untuk memberikan penilaian dan memahaminya dalam persepsi orang tersebut. Empati memungkinkan orang bukan hanya dapat mengenal, memahami, dan merasakan orang lain dalam masalahnya, serta seperasaan dengan mereka.4 2 J. D. Engel, Konseling suatu Fungsi Pastoral, (Salatiga: Tisara Grafika, 2007), 1. 3 J. D. Engel, Konseling suatu Fungsi Pastoral,2 4 J. D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2016), 49-60 15 Pengertian yang lain diungkapkan oleh McLeod mengenai konseling. Konseling merupakan bentuk pertolongan yang terfokus pada kebutuhan dan tujuan seseorang. Defenisi konseling yang dikemukakan oleh Mcleod berorientasi pada pengguna. Mcleod berpendapat bahwa defenisi konseling dapat dipahami dari orientasi sosial dan perspektif yang berpusat pada pengguna. Maksudnya adalah bahwa proses konseling hanya dapat terjadi jika orang yang mencari pertolongan (klien) menginginkannya. Dengan demikian proses konseling akan terjadi oleh karena klien mengundang dan memberikan kebebasan kepada orang lain memasuki hubungan tertentu dengan mereka.5 Mcleod menampilkan beberapa poin penting berkaitan dengan konseling yang berorientasi pada pengguna; pertama, konseling adalah suatu aktivitas yang muncul ketika seseorang yang bermasalah mengundang dan mengizinkan orang lain untuk masuk kedalam hubungan tertentu. Kedua, seseorang mencari hubungan jenis ini jika menemukan masalah atau problem dalm kehidupan yang tidak dapat mereka pecahkan dengan sumber daya keseharian mereka, serta hal tersebut membuat mereka terasing dari aspek kehidupan sosial. Ketiga, seseorang yang membutuhkan konseling mengundang orang lain untuk menyediakan ruang dan waktu untuknya. Proses ini ditandai dengan izin untuk berbicara, menghargai perbedaan, kerahasiaan, dan afirmasi. Keempat, izin untuk berbicara yang dimaksudkan adalah memberikan tempat bagi klien untuk dapat menceritakan kisah mereka, tempat dimana mereka disemangati untuk menyuarakan pengalaman mereka yang dipendam, dalam jangka 5 John Mcleod, Pengantar Konseling, 8, 16. 16 waktu dan cara yang mereka tentukan, termasuk pengeksplorasian perasaan dan emosi.6 Kelima, penghargaan terhadap perbedaan yakni konselor harus menempatkan diri mereka sejauh mungkin dari isu klien, dan juga keinginan mereka agar konselor dapat memfokuskan pemikiran untuk menolong klien sehingga klien dapat mengartikulasikan dan bertindak sesuai dengan nilai yang ada dalam dunia klien. Keenam, kerahasiaan merupakan tugas konselor agar tidak menyampaikan segala yang dibicarakan oleh klien kepada orang lain yang ada dalam dunia klien. Ketujuh, afirmasi yakni konselor melaksanakan hubungan yang mengekspresikan nilai inti seperti kejujuran, integitas, perhatian, keyakinan akan nilai-nilai individual, komitmen untuk berdialog dan kolaborasi, refleksivitas, pribadi yang interdependen, dan perasaan sehat.7 Berdasarkan pemikiran beberapa para ahli mengenai konseling maka dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan proses percakapan yang mendalam yang terjadi diantara konselor dan kliennya. Percakapan ini dilakukan berdasarkan kasih agar klien dapat mengalami kedamaian dalam berelasi dengan orang lain maupun dalam memahami dirinya sendiri. Percakapan konseling yang dilakukan terfukus pada kebutuhan, tujuan, dan orientasi sosial klien. Percakapan ini akan berlangsung jika klien memberikan kebebasan kepada konselor agar dapat melakukan proses konseling. Penjelasan ini mengarah kepada proses konseling yang berfokus pada klien. Oleh karena konseling yang berfokus pada klien maka beberapa poin yang 6 John Mcleod, Pengantar Konseling, 16, 17. 7 John Mcleod, Pengantar Konselin, 17. 17 disebutkan di atas mengenai konseling yang berpusat pada klien dapat mempresentasikan dukungan, refleksi, dan pembaharuan dalam masyarakat. Dalam area ini, konselor dan klien bersama-sama menggunakan sumber kultur yang didapat (percakapan, ide, teori, ritual, langkah-langkah yang logis dalam pemecahan masalah, wacana, dan teknologi) untuk mendapatkan pemecahan masalah kehidupan yang mencetuskan keputusan untuk melakukan konseling. Proses konseling yang dapat menolong klien dengan memperhatikan serta memahami klien dari sudut pandang klien tanpa harus meninggalkan sudut pandang konselor agar dapat menemukan langkah pemecahan masalah maka konselor sedang melakukan proses empati dalam proses konseling. Sebab dengan berempati seorang konselor dapat menggunakan unsur kultur yang dalam ada di dunia klien agar dapat menemukan langkah-langkah yang logis dalam pemecahan masalah serta klien dapat dipulihkan dari kondisi yang sebelumnya. Praktik konseling sangat beragam. Konseling dapat dilakukan dengan bertatap muka, dalam grup, dengan pasangan dan keluarga, lewat telepon, serta melalui materi tertulis seperti buku dan panduan mandiri. Konseling harus memiliki korelasi dengan bidang-bidang yang lain. Menurut Mcleod, konseling bukan hanya proses pembelajaran individual tetapi juga merupakan aktivitas sosial yang memiliki makna sosial. Konseling juga merupakan persetujuan kultur maksudnya adalah cara untuk menumbuhkan kemampuan untuk beradaptasi dengan institusi sosial.8 Mcleod menjelaskan beberapa tujuan konseling. Semua tujuan ini dalam praktiknya tidak dapat melengkapi semua tujuan konseling akan tetapi melengkapi beberapa tujuan 8 John Mcleod, Pengantar Konseling, 8,11,13. 18 sesuai dengan tujuan masing-masing konselor. Tujuan konseling yang dijelaskan Mcleod antara lain:9 a. Pemahaman. Mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk memilih kontrol rasional dari pada perasaan dan tindakan. b. Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain. c. Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini ditahan dan ditolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri. d. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri yang ditandai dengan kemapuan menjelaskan pengalaman yang menjadi kritik diri dan penolakan. e. Aktualisasi diri atau individuasi. Pergerakan kearah pemenuhan potensi diri atau penerimaan integrasi diri yang sebelumnya saling bertentangan. f. Pencerahan. Membantu klien mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi. g. Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan masalah tertentu yang tak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. h. Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku. i. Memiliki ketrampilan sosial. Mempelajari dan menguasai ketrampilan sosial dan interpersonal. Seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif atau pengendalian kemarahan. 9 John Mcleod, Pengantar Konseling, 13,14. 19 j. Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau pemikiran yang tidak dapat diadaptasi. k. Perubahan tingkah laku. Meodifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang merusak. l. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial. m. Penguatan. Berkaitan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan membuat klien mengontrol kehidupannya. n. Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak. o. Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasi dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan, dan mengkontribusi kebaikan bersama melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas. Beberapa tujuan yang dikemukan diatas mengarah kepada proses konseling yang berfokus pada klien sebagai individu yakni individu yang memahami dirinya, memiliki kesadaran diri, penerimaan diri, aktualisasi diri, individu yang dapat memecahkan masalahnya, serta individu yang mengontrol tingkah lakunya. Selain itu individu yang merupakan bagian dari kehidupan sosial yakni individu yang memiliki ketrampilan sosial, individu yang memiliki perubahan berpikir serta tindakan, individu yang peduli terhadap orang lain, serta individu yang dapat bekerjasama dengan orang lain atau komunitasnya. 20 Konseling merupakan suatu rangkaian proses yang memiliki hasil akhir. Mcleod menjelaskan ada tiga kategori hasil akhir konseling yakni resolusi, belajar, dan inklusi sosial. Pertama, Resolusi terhadap masalah sumber dalam hidup. Resolusi mencakup pencapaian pemahaman atau perspektif terhadap masalah tersebut, mencapai penerimaan pribadi terhadap permasalahan, dan mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang merupakan sumber permasalahan. Kedua, belajar mengikuti konseling agar mendapat pemahaman, keterampilan, dan strategi baru yang membuat diri mereka dapat menangani masalah serupa dimasa yang akan datang. Ketiga, inklusi sosial konseling memberikan energi dan kapasitas personal sebagai seorang yang dapat memberikan kontribusi terhadap makhluk lain dan kepentingan sosial.10 Pendekatan konseling yang ditawarkan oleh Mcleod merupakan konseling yang dipahami dalam konteks sosial dan kultur. Maksudnya adalah klien dan konselor merupakan peran sosial dan metode yang digunakan dalam proses konseling menjelaskan tujuan serta kerja konseling yang dibentuk oleh kultur di mana mereka hidup.11 Masyarakat pada hakekatnya memiliki identitas kultur yang sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi maupun kelompok. Pendekatan multikultural menurut Pedersen, berawal dari posisi yang menyatakan bahwa keanggotaan dari kultur atau beberapa kultur merupakan salah satu pengaruh paling penting terhadap perkembangan identitas seseorang, sehingga masalah emosional dan perilaku yang dibawah oleh seseorang dalam ruang konseling bisa jadi merupakan cerminan bagaimana hubungan, moral, dan pemahaman terhadap “hidup yang nyaman” 10 John Mcleod, Pengantar Konseling, 17,18. 11 John Mcleod, Pengantar Konseling, 16. 21 dipahami dan didefenisikan dalam kultur (atau beberapa kultur) tempat di mana seseorang hidup.12 Pemahaman ini sejajar dengan defenisi multikultural menurut Parekh yang menjelaskan masyarakat multikultural merupakan sebuah masyarakat yang meliputi dua kultur atau lebih komuninat kulturnya. Istilah multikultural mengacu pada kenyataan akan keanekaragaman kultur.13 Multikulturalisme dilihat sebagai sebuah perspektif tentang kehidupan manusia. Pemahaman ini didasarkan pada tiga wawasan yakni pertama, manusia secara kultur diletakan dalam posisi bahwa mereka tumbuh dan hidup dalam dunia yang terstruktur secara kultur, mengorganisasikan kehidupan dan hubungan-hubungan sosial menurut sistem makna, memposisikan nilai yang besar tentang identitas kultur mereka. Kedua, kebudayaan-kebudayaan yang berbeda mencerminkan sistem makna dan pandangan tentang jalan hidup yang baik. Ketiga, semua kebudayaan kecuali yang paling primitif secara internal bersifat majemuk dan mencerminkan sebuah percakapan berkelanjutan antara tradisi dan rangkaian gagasan mereka yang berbeda-beda.14 Pemahaman tentang apa yang dimaksudkan dengan kultur menjadi bagian awal sebelum memahami lebih dalam mengenai konseling multikultural. Kultur dipahami sebagai cara hidup seseorang atau sekelompok orang. Dalam riset antropologi sosial, bersikap adil terhadap kompleksifitas kultur hanya dimungkinkan jika hidup di dalamnya selama waktu tertentu, dan melaksanakan observasi yang 12 Pederson dalam John Mcleod, Pengantar Konseling, 274 13 Bhikhu Parekh, Rethinking Multicuturalism; Keberagaman Budaya dan Teori Politik, ( Yogyakarta: Kanisius, 2008), 17,18. 14 Parekh, Rethinking Multiculturalism, 440-442. 22 sistematis terhadap masyarakat yang hidup di dalam kultur yakni dengan mengenal dunia mereka melalui cara hubungan darah, ritual, mitologi, dan bahasa. Kultur menurut Clifford Geertz, dapat dipahami sebagai: Pola makna yang tertanam dalam simbol dan ditransmisikan secara historis, sebuah sistem konsepsi turunan yang diekspresikan dalam bentuk simbolik yang digunakan (orang-orang) untuk berkomunikasi, bertahan hidup, dan mengembangakan pengetahuan mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya.15 Menurutnya, memahami kultur atau cara hidup sekelompok orang hanya dapat dilakukan dengan mencoba memahami apa yang ada dalam kultur tersebut, makna, konsep turunan yang disimbolkan dalam dan diekspresikan dalam perilaku yang bergerak dari dalam ke luar. Kultur merupakan tempat eksistensi seseorang sehingga sulit dipahami oleh konselor sebab kultur seseorang sangat kompleks. Konseling terjadi dalam dunia konselor. dengan demikian seorang konselor harus peka, dan rendah diri berkenan tingkat kemungkinan memasuki realitas kultur yang dipendam oleh klien. Falicov mengatakan, Inti dari konseling multikultural adalah sensitivitas terhadap berbagai cara yang memungkinkan berbagai fungsi kultur dan interaksi terlebur mejadi kepedulian tentang pengalaman kultur orang lain.16 Pemahaman tentang kultur yang dimasukan dalam ruang konseling memberikan penjelasan bahwa kultur dari seseorang atau kelompok sangat berperan penting dalam menjelaskan relasi seseorang dengan lingkungannya. Dalam hal ini emosi dan perilaku individu dapat dipahami dalam kultur yang membentuknya. Sehingga dalam proses konseling, konselor harus memahami kultur klien yakni 15 Clifford Geertz dalam John Mcleod, Pengantar Konseling, 274 16 Falicov dalam John Mcleod, Pengantar Konseling, 275. 23
Description: