ebook img

BAB II KERANGKA TEORI Bab ini menguraikan tentang beberapa landasan teori yang akan PDF

38 Pages·2015·1.32 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB II KERANGKA TEORI Bab ini menguraikan tentang beberapa landasan teori yang akan

14 BAB II KERANGKA TEORI Bab ini menguraikan tentang beberapa landasan teori yang akan dipakai sebagai alat analisa dalam penelitian ini. Teori-teori yang dimaksud adalah tentang keluarga Kristen, pernikahan Kristen, pendidikan agama Kristen, pendidikan orang dewasa, pendidikan pranikah serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaannya. 2.1. Keluarga Kristen 2.1.1. Defenisi dan Struktur Keluarga Salah satu cara mendefenisikan keluarga menurut Reis dan Lee yang dikutip Kathryn Geldrad & David Geldrad, ialah dengan meninjau segi fungsi dan bukan dari komposisi atau strukturnya. Mereka beranggapan bahwa akan lebih bermanfaat menanyakan apa yang dilakukan kelompok-kelompok keluarga itu, dibanding mendefenisikan keluarga dari sisi siapa yang termasuk di dalamnya. Dalam proposisi ini, Reis dan Lee mengemukakan empat fungsi sentral kehidupan keluarga, yakni memberikan keintiman seksual, reproduksi, kerjasama ekonomi dan sosialisasi pada anak.1 Menurut Hildred Geertz yang dikutip oleh N.K. Atmadja Hadinoto menyebutkan bahwa keluarga sebagai kelompok sosial terkecil maupun keluarga besar (extended family), mempunyai tugas menyiapkan anggota- 1Kathryn Geldard dan David Geldard, Konseling Keluarga: Membangun Relasi untuk Saling Memandirikan Antaranggota Keluarga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 78. 15 anggotanya untuk dapat berhubungan secara sosial dengan dunia di luarnya. Pengalaman semasa anak-anak mendapat bentuknya yang fundamental melalui stuktur kelembagaan keluarga. Melalui pengalaman-pengalaman inilah ia memperoleh pengertian, perlengkapan emosional dan keterikatan moral yang membuat ia sebagai orang dewasa dapat berperan sebagai anggota penuh dari masyarakat.2 Geldard & Geldrad mendefenisikan keluarga berdasarkan fungsi- fungsi primer, seperti berikut:3  Sebuah sistem sosial untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya,  Suatu lingkungan yang cocok untuk reproduksi dan pengasuhan anak,  Suatu media interaksi dengan komunitas yang lebih luas, menuju perwujudan kesejahteraan sosial secara umum. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah lembaga sosial terkecil dalam masyarakat, yang memiliki fungsi penting untuk menyediakan lingkungan yang baik bagi kebutuhan dan pertumbuhan anggota-anggotanya baik secara moral, sosial maupun ekonomi dan budaya. Penjelasan dan pemahaman arti dan fungsi keluarga tersebut menjadi landasan ideal dalam pembangunan pendidikan pranikah bagi calon pasangan suami-istri. Dalam kaitannya dengan pemahaman defenisi dan fungsi-fungsi keluarga maka perlu diuraikan struktur sebuah keluarga dengan jelas. 2N.K. Atmadja Hadinoto, Dialog dan Edukasi: Keluarga Kristen dalam Masyarakat Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 9. 3Geldrad&Geldrad, Konseling Keluarga, 79. 16 Struktur keluarga dalam berbagai kebudayaan yang ada di dunia ini menurut Eko A. Meinarno, setidaknya ada dua bentuk.4 Pertama, keluarga batih/inti (nuclear family) dan kedua, keluarga besar (extended family). Keluarga batih merupakan gejala umum dari sebuah keluarga. Bentuk ini terlihat dari komposisinya yang paling dasar yakni terdiri dari ayah, ibu dan anak yang kesemuanya sedarah. Bentuk keluarga seperti ini tidak terlalu banyak bergantung kepada keluarga besar. Sedangkan keluarga besar merujuk pada keluarga inti dengan penambahan anggota keluarga selain anak, seperti paman, bibi serta orangtua dari pasangan suami-istri. Di samping itu Geldrad&Geldrad menjelaskan bahwa dalam masyarakat kontemporer ada sederetan luas tipe keluarga yang berbeda, meliputi: keluarga luas (ibu, ayah, anak-anak, nenek, kakek, bibi, paman), pasangan suami-istri yang tidak mempunyai anak, keluarga dengan orang tua tunggal, keluarga dengan anak adopsi, keluarga yang disusun kembali (salah satu atau kedua partner telah menikah sebelumnya dan membawa anak-anak dari perkawinan sebelumnya), keluarga komunal (kelompok keluarga dengan anak- anak dan beberapa orang dewasa lajang) dan keluarga dengan jenis kelamin sama (pasangan gay/lesbian dengan atau tanpa anak).5 Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa sebuah keluarga setidaknya disusun atas dua peran utama yaitu orang tua (ayah, ibu) dan anak. Kedua peran tersebut merupakan struktur inti (asal) dari keluarga dan kemudian akan berkembang menjadi lebih besar atau sedikit, sesuai dengan perkembangan dan problematika anggota-anggotanya sendiri. Demi tercapainya fungsi dari peran tersebut maka 4Eko A. Meinarno, “Konsep Dasar Keluarga” dalam Karlinawati Silalahi dan Eko A. Meinaro, ed., Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 4. 5Geldrad dan Geldrad, Konseling Keluarga, 77-78. 17 calon keluarga perlu dipersiapkan dengan baik. Salah satunya dengan melaksanakan pendidikan pranikah untuk membekali pasangan suami-istri demi menjalani perannya dengan baik dimasa depan. 2.1.2. Defenisi dan Ciri-Ciri Keluarga Kristen Maurice Eminyan mendefenisikan keluarga Kristen sebagai suatu komunitas cinta kasih, hidup dan keselamatan. Maksudnya adalah setiap keluarga sejati dan bahagia merupakan komunitas yang berlandaskan cinta kasih dan tidak ada cinta kasih yang sejati dalam suatu keluarga tanpa adanya kehidupan di dalamnya. Jika suatu keluarga merupakan suatu komunitas cinta kasih dan hidup, itu berarti juga merupakan suatu komunitas rahmat, diberi arti oleh rahmat ilahi.6 Sedangkan Darmawijaya mendefenisikan keluarga Kristen dengan memberi penekanan pada perbedaan keluarga umum dengan keluarga Kristen. Ia menyebutkan bahwa yang menentukan perbedaan antara keluarga umum dengan keluarga Kristen adalah iman akan Yesus Kristus yang diutus Allah untuk menjadi sumber keselamatan bagi setiap orang.7 Keluarga Kristen melihat hari-harinya sebagai ucapan syukur atas penyelenggaraan Allah yang mengawali hidup ini. Oleh sebab itu orang Kristen yang membangun keluarga meletakkan dasar utama dan pertama bagi pengalaman Allah yang menyelamatkan itu.8 Keluarga Kristen dapat didefenisikan sebagai sebuah unit terkecil sekaligus terpenting dalam usaha mentransmisi iman Kristiani dan menyatakan karya penyataan Allah kepada individu maupun masyarakat melalui kehidupan mereka. 6Maurice Eminyan, SJ., Teologi Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 20. 7St. Darmawijaya, Pr., Mengarungi Hidup Berkeluarga (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 9. 8Darmawijaya, Mengarungi Hidup, 9. 18 Pencapaian terhadap konsep inilah yang penting untuk diperhatikan dalam pendidikan pranikah yang diselenggarakan oleh Gereja. Berkaitan dengan pendefenisian tersebut maka ciri-ciri tentang keluarga Kristen perlu dipahami dengan baik. Eminyan menguraikan tiga ciri-ciri keluarga Kristen kemudian dilengkapi oleh Ellen G. White sebagai berikut: 2.1.2.1. Keluarga Kristen dibangun atas cinta yang tidak mementingkan diri sendiri dan sekaligus merupakan perwujudan cinta Allah. Keluarga itu sendiri merupakan gambar dan citra Allah.9 Jadi dalam tindakan suami-istri, di samping menghasilkan gambar dan citra mereka sendiri, pasangan suami-istri juga meniru Allah yang menciptakan mereka menurut gambar dan citra-Nya kepada anak-anak mereka.10 2.1.2.2. Cinta yang ada di antara pasangan yang membentuk keluarga Kristen adalah totalitas. Setiap keluarga yang benar-benar bahagia adalah pasangan suami-istri yang sadar akan pemenuhan secara terus menerus dalam diri mereka sendiri hingga cinta timbal-balik mereka tetap ada dan total.11 Ketika mereka memutuskan untuk menikah dan terlebih lagi karena cinta mereka sudah matang (dewasa) selama masa pertunangan, tujuan mereka adalah untuk memberikan dirinya masing-masing, tidak hanya memberikan 9Eminyan, Teologi Keluarga, 28. 10Eminyan, Teologi Keluarga, 30. 11Eminyan, Teologi Keluarga, 34. 19 semua saja yang mereka punyai, tetapi juga semua keberadaan mereka apa adanya.12 2.1.2.3. Cinta sejati yang menjaga kesatuan keluarga ideal dan membuatnya menjadi gambar yang setia dari Sang Pencipta adalah kesetiaan.13 Hakikat dari kesetiaan di dalam perkawinan sebagai suatu elemen yang konstitutif dari keluarga harus dipahami tidak hanya dalam arti eksklusifitas, tetapi juga sebagai indissolubilitas (tak terceraikan, tak terbatalkan).14 Indissolubilitas perkawinan pun dituntut bagi keberadaan keluarga dan merupakan suatu tanda cinta kesetiaan yang mutlak yang Allah miliki bagi manusia. Dengan kata lain, cinta Allah selalu bercirikan kesetiaan yang sempurna. Cinta manusia, karena menjadi cermin dari cinta Allah, harus selalu setia selama-lamanya. 2.1.2.4. Ciri keempat menurut Ellen G. White yaitu keluarga Kristen yang bahagia adalah suatu rumah tangga di mana standar dan kebiasaan umat Allah diajarkan dan dihidupkan, suatu tempat di mana para bapak dan ibu, umat Allah, ditugaskan untuk pergi dan menjadikan anggota keluarga mereka sendiri Nasarani.15 Berdasarkan pendapat para ahli di atas disimpulkan bahwa ciri-ciri keluarga Kristen bersumber dari pewarisan kasih Allah kepada umat-Nya. Keluarga Kristen merupakan cerminan dari cinta Allah kepada manusia. Allah yang 12Eminyan, Teologi Keluarga, 34. 13Eminyan, Teologi Keluarga, 35. 14Eminyan, Teologi Keluarga, 36. 15Ellen Gold White, Membina Keluarga Bahagia (Bandung: Indonesia Publishing House, 2005), 5. 20 mencintai, memberi hidup dan menyelamatkan manusia. Oleh sebab itu, keluarga Kristen adalah keluarga yang penuh dengan cinta kasih, setia dan total menjalin kehidupan yang diperkenankan Allah satu dengan yang lain, serta hidup dan berbuah dalam terang keselamatan yang diberikan oleh Allah. Untuk menanamkan karakter keluarga Kristen dengan ciri-ciri di atas, diperlukan kesadaran yang tinggi serta pemahaman yang sungguh-sungguh. Proses edukasi yang matang dan baik sangat berperan penting, salah satunya melalui pendidikan pranikah kepada calon pasutri. 2.1.3. Fungsi Keluarga Kristen sebagai Pusat Pembentukan Spiritual Pembentukan spiritual adalah suatu “kenyataan hidup yang utama.”16 Spiritual berasal dari akar kata latin spiritus yang berarti nafas hidup, dengan kata Latin spiritulis yang secara sederhana menunjukan roh seseorang.17 Hill et al. dalam Jame Bryan L. Batara menyebutkan bahwa kriteria dari spiritual meliputi perasaan, pikiran dan proses yang timbul dari pencarian terhadap “yang sakral” yang dirasakan dan dilakukan oleh seorang individu.18 Kesimpulannya, spiritual adalah energi kehidupan yang membuat kita berpikir, berperasaan dan bertindak serta inti dari sebuah karakter. Berkaitan dengan hal tersebut Thompson menyatakan bahwa keluarga Kristen merupakan konteks awal dan paling alami 16Marjorie J. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan: Sebuah Visi Tentang Peranan Keluarga Dalam Pembentukan Rohani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 10. 17Peter C. Hill et al., “Conceptualizing Religion and Spirituality: Points of Commonality, Points of Departure,” Journal For The Theory of Social Behavior Vol.30, Issue 1 (2000), 57. 18Jame Bryan L Batara, “Overlap of Religiousity and Spirituality Among Filipinos and Its Implications Towards Religious Prosociality,” International Journal of Research Studies in Psychology Vol. 4, No.3 (2015), 4. 21 bagi pembentukan spiritual para anggota keluarganya, khususnya anak-anak.19 Melalui pernikahan, melalui proses membesarkan anak-anak dan melalui hubungan dengan anggota-anggota keluarga termasuk para orang tua, pembentukan pribadi seseorang sebagai manusia terus berkembang. Menurut Parker J. Palmer yang dikutip oleh Thompson, dasar-dasar pemikiran teologis dari pembentukan spiritual Kristen adalah proses menjadi serupa dengan gambar Kristus.20 Keluarga dalam fungsinya sebagai pusat pembentukan spiritual dilengkapi dengan beberapa peran sebagai berikut: a) Keluarga sebagai miniatur gereja. Thompson menjelaskan peran keluarga sebagai miniatur gereja dengan asumsi bahwa pembinaan seminggu sekali pada pertemuan-pertemuan di gedung gereja tidak bisa menandingi pengalaman sehari-hari di mana pembentukan pribadi mendapat perhatian.21 Kehidupan keluarga merupakan suatu arena di mana sebagian besar umat mempunyai kesempatan untuk “mempraktikkan” kehadiran Allah – untuk belajar disiplin terus membuka mata terhadap Kenyataan ilahi yang bersinar melalui peristiwa-peristiwa yang paling biasa dalam kehidupan kita.22 Di tempat-tempat di mana pendidikan dan pengalaman iman menghadapi banyak kendala dan tantangan, gereja rumah tangga (keluarga sebagai gereja miniatur) menjadi satu-satunya 19Thompson, Keluarga sebagai, 1. 20Thompson, Keluarga sebagai, 12. 21Thompson, Keluarga sebagai, 18. 22Thompson, Keluarga sebagai, 20-21. 22 tempat di mana anak-anak dan orang muda menerima katekese yang autentik.23 b) Keluarga sebagai tempat bernaung yang kudus. Dolores Leckey yang dikutip oleh Thompson menyebut keluarga Kristen sebagai “tempat bernaung yang kudus”, maksudnya adalah suatu tempat penerimaan, pembinaan dan pertumbuhan yang memberdayakan anggota-anggota keluarga untuk berperan serta dalam tindakan kasih dan penyelamatan Allah yang terus berlanjut.24 Keluarga adalah tempat bernaung yang dindingnya dapat memberi perlindungan terhadap nilai-nilai budaya yang merusak dan juga berfungsi sebagai penyaring bagi realitas sehingga lambat laun para anggotanya menyadari di mana mereka seharusnya berdiri dalam dunia yang dipenuhi oleh terang maupun kegelapan dan segala macam ambiguitas lainnya.25 c) Keluarga sebagai pelayan. Menurut Pito Duan, peran sosial keluarga tidak hanya terbatas pada prokreasi dan pendidikan anak, namun keluarga juga dapat dan seharusnya melibatkan diri dalam pelbagai kegiatan sosial, terlebih bagi yang miskin, tertindas demi kebaikan bersama.26 Sedangkan Thompson menjelaskan bahwa peran keluarga sebagai pelayan berarti para keluarga tidak berakhir di dalam dan oleh diri mereka sendiri. Mereka dijalin menjadi satu kain oleh masyarakat dan secara istimewa keluarga-keluarga Kristen juga dijalin bersama 23Yeremia Bala Pito Duan MSF, Keluarga Kristiani: Kabar Gembira bagi Milenium Ketiga (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 42. 24Thompson, Keluarga sebagai, 55-56. 25Thompson, Keluarga sebagai, 55. 26Pito Duan, Keluarga Kristiani, 86. 23 dalam tubuh Kristus. Oleh sebab itu, mereka adalah alat-alat pertumbuhan yang diberkati, dipanggil untuk menyalurkan anugerah ilahi melalui pola-pola hubungan mereka yang unik: “Kasih dalam ikatan pernikahan dan kasih keluarga merupakan sarana utama bagi pasangan- pasangan untuk saling membantu dan juga menolong anak-anak mereka menikmati kehidupan kasih yang universal serta memiliki tanggung jawab sosial.”27 Berdasarkan pendapat para ahli di atas, disimpulkan bahwa keluarga Kristen memiliki andil yang sangat penting dalam menanam, membentuk dan memelihara dasar yang kuat tentang iman kepada Allah yang juga akan berdampak pada pembentukan spiritualitas dan karakter para anggotanya (terkhususnya anak- anak). Penghayatan fungsi keluarga sebagai pusat pembentukan spiritual mengambil bentuk dalam tiga peran penting yang perlu dipahami dan didalami dengan baik. Peran keluarga sebagai gereja miniatur, tempat bernaung yang kudus dan pelayan adalah tiga pilar yang akan memperkuat fondasi keluarga Kristen membentuk generasi yang takut akan Tuhan, berkarakter, memiliki spiritualitas yang tinggi dan pada akhirnya mampu menciptakan masyarakat yang lebih baik. Konsep-konsep ini juga yang menjadi landasan dan materi pada pendidikan pranikah yang diberikan oleh gereja kepada calon-calon pasangan suami-istri. 27Thompson, Keluarga sebagai, 126.

Description:
5Geldrad dan Geldrad, Konseling Keluarga, 77-78 sekali pada pertemuan-pertemuan di gedung gereja tidak bisa menandingi .. 65Clinebell Howard, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: S Carroll dan J. W Doherty, “Evaluating the Effectiveness of Premarital
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.