21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Definisi dan Ruang Lingkup Gerakan Sosial Membahas suatu konsep seperti gerakan sosial, perlu adanya sebuah kejelasan terlebih dahulu terhadap konsep tersebut sehingga dapat diperoleh batasan dan koridor yang jelas akan definisi yang berlaku dalam bidang akademis atau public. Ada beberapa tokoh yang mendefinisikan tentang gerakan sosial ini diantaranya adalah Darmawan Triwibowo yang mengartikan gerakan sosial sebagai sebentuk aksi kolektif dengan orientasi konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu, dilakukan dalam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat oleh aktor-aktor yang diikat rasa solidaritas dan identitas kolektif yang kuat melebihi bentuk-bentuk ikatan dalam suatu koalisi. Jelas bahwa definisi gerakan sosial yang agak inklusif ini dapat mendeskripsikan gejala “civil society in action”, yang dapat diartikan sebagai gerakan sosial yang berkaitan dengan aksi organisasi atau kelompok civil society dalam mendukung atau menentang perubahan sosial.14 Gerakan sosial yang sangat beragam ini dapat disederhanakan dan ditipologikan dilihat dari besarnya perubahan sosial yang dikehendaki dan tipe 14Darmawan Triwibowo.2006.Gerakan sosial wahana civil society bagi demokratisasi. LP3ES.:Jakarta hal 8 22 perubahan sosial yang dikehendaki seperti yang telihat dalam tipologi David Arbele sebagai berikut: BESARAN TIPE Perubahan Perorangan Perubahan Sosial Sebagian Alternative Movements Reformative Movements Menyeluruh Redemptive Movements Transformative Movements Alternative Movements berupaya untuk mengubah sebagian perilaku orang. Sementara Redemptive Movements mencoba mengubah perilaku perorangan secara menyeluruh. Tipe berikutnya yakni Reformative Movements mencoba mengubah masyarakat namun dengan ruang lingkup yang terbatas, dan yang terakhir transformative movements adalah gerakan yang mencoba mengubah masyarakat secara menyeluruh.15 Dalam tiga decade terakhir di Indonesia pertumbuhan organisasi civil society semakin marak khususnya organisasi nonpemerintah akan tetapi disini masih dipertanyakan apakah hal ini berkorelasi positif dengan menguatnya proses demokratisasi di Indonesia. Benarkah organisasi-organisasi civil society mampu memainkan peran yang essensial (pivotal role) untuk mendorong perubahan tata relasi antara Negara dan warganya dalam ranah politik dan ekonomi, hal ini menjai sangat relevan ketika kita mencoba memahami dua kecenderungan besar yang tengah berlangsung secara parallel di Negara-negara berkembang seperti Indonesia, yaitu pertambahan jumlah organisasi civil society yang luar biasa pesat 15 Soenarto,Kamanto.2000.Pengantar Sosiologi.Edisi kedua.Jakarta:Penerbit FEUI.hal 196 23 dan perubahan rezim pemerintahan dari yang otoriter menjadi rezim-rezim yang lebih demkratis. Secara umum, keberadaan civil society memang kerap dipandang sebagai prasyarat penting bagi bekerjanya sistem demokrasi liberal. Sebagai contoh kapitalisme modern dipercaya bisa memupuk tumbuh kuatnya civil society berbasis kelas menengah yang pada gilirannya akan mempromosikan demokrasi politik liberal. Civil society yang mandiri merupakan suatu entitas yang keberadaannya mampu menjadi kekuatan pengimbang (balancing forces) dari kecenderungan-kecenerungan interversionis Negara. Seperti yang disampaikan BS Hadiwinata (2003): Civil society adalah kelompok-kelompok asosiasi yang bisa berfungsi sebagai pengerem kekuasaan Negara(sehingga dengan sendirinya selalu bersebrangan dengan Negara), sebagai perantara yang budiman antara kepentingan Negara dan aspirasi local, atau sebagai rangkaian kelembagaan sosial yang saling berinteraksi antar sesamanya dalam suatu struktur formal yang bisa memfasilitasi atau menghambat tata kelola Negara.16 Secara bersamaan civil society juga dipercaya mampu melakukan kekuatan kritis reflektif di dalam masyarakat untuk mencegah atau mengurangi derajat konflik internal akibat dari proses formasi sosial modern. Suatu basis bagi civil culture yang mampu membangun basis kepercayaan sosial yang tinggi dikalangan masyarakat serta dukungan yang luas terhadap praktik-praktik dan kelembagaan demokratisasi, dengan hal ini dapat ditarik sebuah benang merah bahwa civil society yang solid dan dinamis akan menjadi pilar utama bagi proses demokrasi. 16 Hadiwinata,BS.2003.The Politics of NGOs in Indonesia.Developing democracy and managing a movement.london:Routledge Curzon hal 145 24 Memang dibutuhkan lebih dari sekedar aktivisme civil society untuk mewujudkan demokrasi yang bermakna, suatu tatanan dimana masyarakat secara luas mempunyai kesempatan dan kapasitas untuk menggunakan serta memperbaiki prinsip-prinsip dan kelembagaan demokrasi yang telah ada dengan jalan mempengaruhi, mengendalikan dan berperan serta dalam tata kelola dan pengaturan sector-sektor kehidupan yang penting dalam masyarakat mereka. Beberapa pertanyaan muncul saat mengamati kuatnya skeptisme terhadap peran civil society tersebut. Seberapa riil-kah sebenarnya kontribusi aktivisme civil society dalam proses demokrasi? Jika gambaran yang muncul tersebut tampak buram, adakah hal itumemang disebabkan oleh lemahnya peran mereka, atau karena alat tera yang dipakai menakarya tidak cukup akurat? Adakah instrument yang lebih sesuai untuk menganalisis dan memahami relasi aktivisme civil society dan signifikansi peran peran mereka terhadap tumbuhnya demokrasi? Pertanyaan-pertanyaan iatas adalah tali yang mengikat rangkaian paparan dalam penjelasan ini. paparan yang tersaji tidak dimaksudkan untuk menolak kelemahan- kelemahan civil society yang telah diidenfisikasikan sebelumnya. Argumentasi yang disampikan lebih bertujuan untuk menawarkan sudut pandang alternative dalam memahami aktivisme civil society dan pengaruhnya terhadap demokrasi.17 Gerakan sosial merupakan bentuk aktivisme civil society yangnya sebagai khas(Diani dan Bison,2004). Sebagai bentuk aktivisme yang khas, Diani dan Bison mendefinisikan sebagai bentuk aksi kolektif dengan orientasi konfliktual 17 DEMOS.2005.Menjadikan Demokrasi bermakna:masalah dan pilihan di Indonesia. Jakarta:Demos hal 139 25 yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu, dilakukan dalam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat oleh aktor-aktor yang diikat rasa solidaritas dan identitas kolektif yang kuat melebihi bentuk-bentuk ikatan dalam koalisi dan kampanye bersama. Dalam definisi tersebut, gerakan sosial tidak hanya melibatkan aksi kolektif terhadap suatu masalah bersama namun juga dengan jelas mengidentifikasi target aksi tersebut dan mengartikulasikannya dalam konteks sosial maupun politik tertentu. Aksi kolektif bisa berasosiasi dengan gerakan sosial selama dianggap sebagai perlawanan terhadap perilaku atau legitimasi aktor politik maupun sosial tertentu dan tidak ditujukan bagi masalah-masalah yang tidak disebabkan secara langsung oleh manusia. Gerakan sosial juga tidak bisa di representasikan oleh satu organisasi tertentu. Sebagai sebuah proses, gerakan sosial melibatkan pertukaran sumber daya yang yang berkesinambungan bagi pencapaian tujuan bersama diantara beragam aktor inividu maupun kelembagaan mandiri. Strategi, koordinasi dan pengaturan peran dalam aksi kolektif ditentukan dari negosiasi yang terus- menerus dilakukan diantara aktor-aktor yang mandiri tersebut. Gerakan sosial menjadi khas karena aktor-aktor yang terlibat diikat oleh identitas kolektif yang dibangun diatas dasar kebutuhanan kesadaran akan keterhubungan. Ciri-ciri tersebutlah yang membedakan gerakan sosial dengan bentuk-bentuk aksi kolektif lain.18 18 Fakih.M,1996.Masyarakat Sipil untuk Transformasi sosial:Pergolakan IdeologiLSM Indonesia.Yogyakarta:Pustaka pelajar hal 61 26 Sebagaimana yang disampaikan oleh habermas bahwa gerakan sosial adalah “ruang antara” (intermediary space) yang menjembatani civil society dan Negara. Melalui ruang tersebut gerakan sosial mampu mempolitisasi civil society tanpa harus mereproduksi control, regulasi dan intervensi seperti yang dilakukan oleh Negara. Politisasi dalam ruang antara itu telah memampukan gerakan sosial untuk menyampaikan pesan mereka kepada masyarakat secara keseluruhan dan kepada aktor politik diluar civil society. Tidak mengherankan jika gerakan sosial ditengarai sebagai sumber harapan (resource of hope) bagi revitalisasi demokrasi menghadapi perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, yaitu suatu tatanan masyarakat yang lebih banyak didominasi oleh social forces dari pada sosial classes. Dikarenakan gerakan sosial juga merupakan sebuah wadah bagi pengorganisasian, pemberdayaan, dan mobilisasi bagi kaum yang tertindas untuk melawan serta menjadi wahana bagi perubahan menuju tatanan masyarakat yang lebih demokratis. Aktifitas gerakan demokrasi dinegara-negara pasca-kolonial mengalami perubahan isu dan metode. Perubahan ini ikut mempengaruhi corak pengetahuan dan epistemologi gerakan yang dipakai. Pada masa perang dunia I hingga berakhirnya perang dunia II, pergerakan politik mewujud dalam bentuk partai politik beserta seluruh sayap geraknya. Secara konsepsi, pisau analisa bercorak marxisme-leninisme mendominasi cara pandang. Pertarungan merebut struktur politik kekuasaan dengan mengandalkan gerakan massa buruh-tani revolusioner adalah ciri khas fase ini. 27 Sejak perang dingin dimulai(1948), kecenderungan perubahan pilihan- pilihan metode gerakan mulai tampak. Dari pola-pola internasionalisme tunggal, menjadi faksi-faksi berpola federatif. Mereka yang menganut garis sosialisme- komunisme internasional, berubah menjadi nasionalisme kiri. Ini adalah bentuk otokritik dari makin ekstrim dan otoriternya kutub-kutub politik dunia. Puncaknya, saat periode 1960-an, gerakan yang mengusung tema-tema identitas muncul secara massif. Gerakan perempuan, masyarakat adat, hak-hak konsumen, gerakan anti-perang, gerakan lingkungan hidup, menjadi pengimbang corak gerakan buruh dan tani. Optik teori-teori neo-marxisme dan postmodernisme, menjadi bahan membuat analisa memandu gerakan.19 Perubahan gerakan di level global ini, tidak secara langsung mempengaruhi pola didalam negeri. Saat aktifitas gerakan demokrasi dunia mulai condong pada gerakan sosial, Indonesia sedang mengalami ketegangan politik formal terus-menerus, hingga mencapai puncaknya dalam tragedi 1965 dan turunnya Soekarno tahun 1966. Saat Soeharto mulai berkuasa, negara dijalankan dengan sangat represif dan otoriter. Implikasi dari gerakan sosial cukup beraneka ragam bentuk. Tetapi pada dasarnya adalah mendorong adanya sebuah perubahan sosial. Gerak sosial ini berjalan dengan rentang waktu yang cukup lama. Tidak akan bergerak begitu saja dan spontan. Dengan demikian unsur yang penting dalam mengelola sebagai gerakan sosial adalah bertahannya sebuah isu yang diyakini merupakan musuh bersama, kuatnya sebuah organisasi yang mengusung isu tersebut dan tentu saja 19 Ibid hal 68 28 adalah kuatnya logistik untuk menghidupkan organisasi. Dengan demikian jelas bahwa gerakan sosial yang berkembang saat ini tidak akan mampu bertahan lama apabila tidak mengakar pada anggota organisasinya. Jadi isu yang terus-menerus menjadi kepenting bersama dapat menguatkan organisasi dan mendorong sebuah pergerakan yang merubah. Banyak contoh yang telah dikemukakan.20 B. Pembebasan dalam Arti Gerakan Mahasiswa Perjuangan menegakkan hak-hak asasi di negeri kita adalah hal yang amat wajar sebagai kewajiban kita semua, hal ini disebabkan oleh tuntutan dari nilai- nilai falsafah kenegaraan kita yang juga merupakan way of life dari bangsa Indonesia yakni Pancasila, yang mana semua sila di dalamnya melahirkan kewajiban bagi kita untuk senantiasa berusaha menegakkan hak-hak asasi, khususnya sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Selama ini yang santer terdengar teriakan yang selalu membela kepada hak-hak rakyat tak lain adalah dari kaum mahasiswa. Edward Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memiliki tanggung jawab sosial yang khas. Shill menyebukan ada lima fungsi kaum intelektual yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Arbi Sanit memandang, mahasiswa cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Sementara itu Samuel Huntington 20 Ibid hal 107 29 menyebutkan bahwa kaum intelektual di perkotaan merupakan bagian yang mendorong perubahan politik yang disebut reformasi.21 Dalam perkembangannya Arbi Sanit mengemukakan ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan mahasiswa dalam kehidupan politik. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas diantara masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang diantara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan agama terjalin dalam kegiatan kampus sehari- hari. Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda. 22 Berbagai Gerakan mahasiswa juga merupakan bagian dari gerakan sosial yang didefinisikan Nan Lin sebagai upaya kolektif untuk memajukan atau melawan perubahan dalam sebuah masyarakat atau kelompok. Rudolf Heberle menyebutkan bahwa gerakan sosial merujuk pada berbagai ragam usaha kolektif untuk mengadakan perubahan tertentu pada lembaga-lembaga sosial atau menciptakan orde baru. Bahkan Eric Hoffer menilai bahwa gerakan sosial bertujuan untuk mengadakan perubahan. Teori awal menyebutkan, sebuah 21 Arief Budiman, Peranan mahasiswa sebagai Inteligensia dalam Cendekiawan dan Politik, Jakarta, LP3ES, 2005. 22 Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia, Jakarta, Rajawali, 1984. Hal 58 30 gerakan muncul ketika masyarakat menghadapi hambatan struktural karena perubahan sosial yang cepat seperti disebutkan Smelse. Teori kemacetan ini berpendapat bahwa “pengaturan lagi struktural dalam masyarakat seperti urbanisasi dan industrialisasi menyebabkan hilangnya kontrol sosial dan meningkatkan “gelombang menuju perilaku antisosial”. Kemacetan sistemik ini dikatakan menjadi penyebab meningkatnya aksi mogok, kekerasan kolektif dan gerakan sosial dan mahasiswa Pakar kontemporer tentang gerakan sosial mengkritik teori-teori kemacetan dengan alasan empirik dan teoritis. Sedangkan menurut Denny JA juga menyatakan adanya tiga kondisi lahirnya gerakan sosial seperti gerakan mahasiswa. Pertama, gerakan sosial dilahirkan oleh kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan itu. Pemerintahan yang moderat, misalnya memberikan kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial ketimbang pemerintahan yang sangat otoriter. Kedua, gerakan sosial timbul karena meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang ada. Perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, misalnya dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang makin lebar untuk sementara antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat pula menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai sosial yang selama ini diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan gejolak yang dirugikan dan kemudian meluasnya gerakan sosial. Ketiga, gerakan sosial semata-masa masalah kemampuan kepemimpinan dari tokoh penggerak. Adalah sang tokoh penggerak yang mampu memberikan inspirasi, membuat jaringan, membangun organisasi yang menyebabkan sekelompok orang termotivasi terlibat dalam gerakan. Gerakan mahasiswa
Description: