BAB II AL-WAIL DALAM AL-QUR’AN Al-Qur’anul karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafah, peraturaan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga berbahagia hidup di dunia dan di akherat.1 Al-Qur’an pada hakekatnya menempati posisi sentral dalam studi Islam. Di samping berfungsi sebagai hudan (petunjuk), ia menjadi tolak ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebathilan termasuk dalam penerimaan dan penolakan setiap berita yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Keberadaan al-Qur’an di tengah-tengah umat Islam, ditambah dengan keinginan mereka untuk memahami petunjuk dan mukjizat-mukjizatnya, telah banyak melahirkan disiplin ilmu keislaman dan metode-metode penelitian. Ini dimulai dengan kaidah-kaidah ilmu nahwu oleh Abu al-Aswad al-Dualiy, sampai dengan lahirnya ilmu ushul fiqh oleh Imam Syafi’i, bahkan hingga kini dengan berbagai metode penafsiran al-Qur’an.2 Allah SWT memilih bahasa Arab sebagai wadah pengejawantahan kata- kata-Nya yang suci, yakni al-Qur’an. Pemilihan ini dari satu segi tentu saja menempatkan bahasa Arab pada kedudukan yang istimewa, terutama dimata umat Islam. Terpilihnya bahasa Arab menjadi bahasa al-Qur’an sangat berdampak positif bagi perkembangan bahasa ini, baik ditinjau dari segi kualitas maupun dari segi popularitasnya. 1 Departemen Agama, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Aqur’an, Jakarta 1982, hlm. 27 2 Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1993, hlm. 150 12 Al-Qur’an yang hanya dipandang suci bila tetap dalam bahasa aslinya (Arab), menyebabkan para pemeluk Islam terdorong untuk mempelajari bahasa kitab suci mereka agar mereka mendapat ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Para ahli bahasa Arabpun terpanggil untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa ini agar lebih mudah dipelajari dan dipahami oleh orang-orang yang tidak mengerti bahasa Arab. Munculnya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab, seperti nahwu, sharaf, balaghah, dan sebagainya, sangat erat kaitannya dengan kehadiran al-Qur’an di tengah-tengah masyarakat muslim yang semakin kompleks dan heterogen.3 Harus diakui bahwa peranan kaidah-kaidah bahasa Arab sangat besar dalam upaya pemahaman ayat-ayat al-Qur’an, akan tetapi dalam kenyataannya banyak ayat-ayat al-Qur’an yang sulit dipahami secara utuh bila hanya mengandalkan kaidah-kaidah bahasa tersebut. Untuk itulah diperlukan kaidah- kaidah yang lain yang khusus menyangkut al-Qur’an. Yang dimaksud adalah kaidah-kaidah yang berhasil disusun dan diformulasikan oleh para ulama dan ahli tafsir, sebagai hasil kajian dan telaah terhadap ungkapan-ungkapan yang digunakan oleh al-Qur’an. Kaidah-kaidah seperti ini dikenal dengan istilah Qawaid al-Tafsir.4 A. Pengertian Al-Wail 1. Pengertian Secara Bahasa Arab Al-Wail (ﻞﻳﻮﻟﺍ) adalah isim ma’rifat dikhususkan pada nama sebuah neraka yaitu neraka wail. Sedangkan isim nakirohnya adalah wailun (ﻞﻳﻭ ) yang artinya celaka. Al-Wail (ﻞﻳﻮﻟﺍ) secara bahasa (etimologi) artinya celaka, binasa. Bentuk kata lain al-Wail diantaranya 3 Harifudin Cawidu, Konsep Kufr Dalam al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1991, hlm. 25 4 Ibid 13 ( ﻚﻟ ﻞﻳﻭ) (celaka kamu) artinya lembah di neraka, (ﺔﻠﻳﻮﻟﺍ) bencana, musibah, cobaan.5 Menurut Abi Fadhil Jamaluddin dalam kitabnya Lisanul Arab al Wail diartikan dengan siksa, datang kejelekan, musibah, bencana6 Al-Wail diartikan juga lembah neraka Jahannam.7 B. Ayat-Ayat Tentang Al-Wail Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, juga al-Qur’an telah menjelaskan masalah kehidupan itu dari awal sampai akhir, dan berdialog dengan manusia dengan segala keterbukaan, sampai mereka memahami hakekat dari kehidupan dan jangan sampai terjerat oleh pandangan yang semu. Semua itu demi keselamatan dan kebahagiaan manusia sendiri. Dengan meyakini adanya kelanjutan dari hidupnya yang sekarang, tentang manusia senantiasa berupaya melangkah berhati-hati, penuh kesadaran akan segala akibat perbutannya, dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya pada saat berhadapan dengan kebenaran mutlak dan keadilan yang menetapkan nilai hidupnya.8 Secara historis dan kronologis, awal isi al-Qur’an adalah surat al-Alaq ayat 1-5 dan paling terakhir turun surat al-Maidah ayat 3. Adapun susunan tertib ayat dan surat yang terdapat dalam kitab suci al-Qur’an yang sekarang tersebar pada umat Islam seluruh dunia, adalah diawali dengan al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Dalam kitab al-Qur’an terkandung 114 surat 6.236 ayat.9 Dari sejumlah ayat tersebut menguraikan berbagai aspek hidup dan kehidupan 5 Ahmad Warson Munawir, Kamus al Munawir, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997, hlm. 1586 6 Abi Fadhil Jamaluddin Muhammad bin Makrom bin Mandzur, Lisanul Arab, Darshadir, Beirut, 1955, hlm. 737 7 Nadim Mar’asyari, Mu’jam Mufrodatil Qur’an, Dar al-Fikr, Beirut., t.th., hlm. 573 8 K.H Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, Mizan: Bandung, 1994, hlm. 27. 9 Dr. M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992, hlm. 131. 14 yang menyangkut masalah aqidah, ibadah, akhlaq, hidup dan mati. Dari masing- masing sub tersebut mengandung tema bahasan yang lebih kecil, misalnya dalam masalah ancaman atau wail Allah terhadap manusia yang tidak mempercayai-Nya. Kata al-wail tersebut terulang dalam al-Qur’an sebanyak 27 kali diantaranya adalah dalam surat al-Baqarah ayat 79 terulang 3 kali , surat Ibrahim ayat 2, surat Maryam ayat 37, surat al-Anbiya’ ayat 18, surat Shaad ayat 27, surat Az-Zumar ayat 22, surat Fushilat ayat 6, surat Az Zukhruf ayat 65, surat al-Jaatsiyah ayat 7, suraat Adz dzaariyat ayat 60, surat Ath Thuur ayaat 11, surat al Mursalat ayat 15 terulang 10 kali, al Muthaffifin ayat 1, surat al Humazah ayat 1, surat al Ma’un ayat 4. Mengenai ayat-ayat Al-Qur’an tentang al-Wail dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut: 1. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 79 ﻪِﱠﻠﻟﺍ ﺪِ ﻨﻋِ ﻦ ﻣِ ﺍﺬﹶ ﻫ ﻥﹶ ﻮﻟﹸﻮﹸﻘﻳ ﻢﺛﹸ ﻢ ﻬِﻳﺪِ ﻳﺄﹶﺑِ ﺏ ﺎﺘﻜِ ﻟﹾﺍ ﻥﹶ ﻮﺒﺘﻜﹾ ﻳ ﻦ ﻳﺬِ ﻠﱠﻟِ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”. 2. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 79 ﻢ ﻬِﻳﺪِ ﻳﺃﹶ ﺖ ﺒﺘﻛﹶ ﺎﻤ ﻣِ ﻢ ﻬﻟﹶ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri”. 3. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 79 ﻥﹶ ﻮﺒﺴِ ﻜﹾ ﻳ ﺎﻤ ﻣِ ﻢ ﻬﻟﹶ ﻞﹲ ﻳﻭﻭ Artinya: “Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan”. 15 4. Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 2 ﺪٍ ﻳﺪِ ﺷ ﺏٍ ﺍﺬﹶ ﻋ ﻦ ﻣِ ﻦ ﻳﺮِﻓِﺎﻜﹶ ﻠﹾﻟِ ﻞﹲ ﻳﻭﻭ Artinya: “Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih”. 5. Al-Qur’an surat Maryam ayat 37 ﻢٍ ﻴﻈِ ﻋ ﻡٍﻮ ﻳ ﺪِ ﻬﺸ ﻣ ﻦ ﻣِ ﺍﻭﺮﻔﹶﻛﹶ ﻦ ﻳﺬِ ﻠﱠﻟِ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar”. 6. Al-Qur’an surat Al-Anbiya’ ayat 18 ﻥﹶ ﻮﻔﹸﺼِ ﺗ ﺎﻤ ﻣِ ﻞﹸ ﻳﻮﻟﹾﺍ ﻢﹸﻜﻟﹶﻭ Artinya: “Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya)”. 7. Al-Qur’an surat Shaad ayat 27 ﺭِﺎﻨﻟﺍ ﻦ ﻣِ ﺍﻭﺮﻔﹶﻛﹶ ﻦ ﻳﺬِ ﻠﱠﻟِ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”. 8. Al-Qur’an surat Az Zumar 22 ﻪِﱠﻠﻟﺍ ﺮِﻛﹾ ﺫِ ﻦ ﻣِ ﻢ ﻬﺑﻮﻠﹸﻗﹸ ﺔِﻴﺳِ ﺎﻘﹶﻠﹾﻟِ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membantu hatinya untuk mengingat Allah”. 9. Al-Qur’an surat Fushilat ayat 6 ﲔ ﻛِ ﺮِﺸ ﻤﻠﹾﻟِ ﻞﹲ ﻳﻭﻭ 16 Artinya: “Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya)”. 10. Al-Qur’an surat Az Zukhruf ayat 65 ﻢٍﻴﻟِﺃﹶ ﻡٍﻮ ﻳ ﺏِ ﺍﺬﹶﻋ ﻦ ﻣِ ﺍﻮﻤﻠﹶﻇﹶ ﻦ ﻳﺬِﻠﱠﻟِ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim yakni siksaan hari yang pedih (kiamat)”. 11. Al-Qur’an surat Al Jaatsiyah ayat 7 ﻢٍ ﻴﺛِﺃﹶ ﻙٍ ﺎﻓﱠﺃﹶ ﱢﻞﻜﹸ ﻟِ ﻞﹲ ﻳﻭ Artinya: “Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa”. 12. Al-Qur’an surat Adz Dzaariyat ayat 60 ﻥﹶ ﻭﺪ ﻋ ﻮﻳ ﻱﺬِ ﻟﱠﺍ ﻢﻬِﻣِﻮ ﻳ ﻦ ﻣِ ﺍﻭﺮﻔﹶﻛﹶ ﻦ ﻳﺬِ ﱠﻠﻟِ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang kafir pada hari yang diancamkan kepada mereka”. 13. Al-Qur’an surat Ath Thuur ayat 11 ﲔ ﺑِﺬﱢ ﻜﹶ ﻤﻠﹾﻟِ ﺬٍ ﺌِﻣﻮ ﻳ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan”. 14. Al-Qur’an surat Al Mursalat ayat 15 ﲔ ﺑِﺬﱢ ﻜﹶ ﻤﻠﹾﻟِ ﺬٍ ﺌِﻣﻮ ﻳ ﻞﹲ ﻳﻭ Artinya: “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan”. 15. Al-Qur’an surat Al Muthaffifin ayat 1 17 ﲔ ﻔِﻔﱢﻄﹶ ﻤﻠﹾﻟِ ﻞﹲ ﻳﻭ Artinya: “Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang curang”. 16. Al-Qur’an surat Al Humazah ayat 1 ﺓٍﺰﻤ ﹸﻟ ﺓٍﺰﻤ ﻫ ﱢﻞﻜﹸ ﻟِ ﻞﹲ ﻳﻭ Artinya: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”. 17. Al-Qur’an surat Al Ma’un ayat 4 ﲔ ﻠﱢﺼ ﻤﻠﹾﻟِ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat”. C. Penafsiran Terhadap ayat-ayat al-Wail Telah disebutkan sebelumnya, pembicaraan al-Qur’an tentang al-Wail dituangkan dalam ayat-ayatnya yang tergelar dalam beberapa surat, akan tetapi informasi itu hanya bersifat garis-garis besar atau prinsip dasar saja. Berikut ini penulis akan menukilkan ayat-ayat yang menginformasikan tentang al-Wail yang berkaitan dengan al-Wail dengan tidak seluruh ayat-ayat tersebut di atas penulis tampilkan, melainkan beberapa ayat yang penulis nilai telah mewakili ayat-ayat lainnya. Adapun ayat-ayat tersebut antara lain : 1. Q.S. Al Ma’un ayat 4-7 . ﻥﹶ ﻭﺀُﺍﺮﻳ ﻢ ﻫ ﻦ ﻳﺬِ ﻟﱠﺍ .ﻥﹶ ﻮﻫ ﺎﺳ ﻢ ﻬِﺗِﺎﻠﹶﺻ ﻦ ﻋ ﻢ ﻫ ﻦ ﻳﺬِ ﻟﱠﺍ . ﲔﻠﱢﺼ ﻤ ﻠﹾﻟِ ﻞﹲ ﻳﻮﻓﹶ ﻥﹶ ﻮﻋ ﺎﻤ ﻟﹾﺍ ﻥﹶ ﻮﻌﻨﻤ ﻳﻭ Artinya: “Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. 18 Munasabah surat al-Ma’un, menurut pendapat banyak ulama’ Nabi Muhammad Saw menerima surat ini ketika beliau masih bertempat tinggal di Makkah, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa hanya awal surat ini yang turun di Makkah, sedangkan bagian akhirnya yang berbicara tentang mereka yang riya’(tidak ikhlas dengan sholatnya) turun di Madinah. Surah ini merupakan wahyu yang ke 16 yang beliau terima. Sebelumnya adalah surat al-Takatsur, yang mengandung arti: perlombaan dalam menumpuk kekayaan. Di dalam mushaf al-Qur’an, surat ini ditempatkan pada urutan ke- 107. Sebelumnya adalah surat Quraisy yang merupakan surat ke-106. sebagaimana telah diuraikan dalam bagian-bagian yang lalu, urutan surat- surat al-Qur’an ditetapkan Nabi Muhammad Saw atas perintah Allah. Urutan itu ditetapkan sedemikian rupa, sehingga diperoleh darinya keserasian hubungan uraian, antara satu ayat dengan ayat yang sebelumnya atau surat dengan surat sebelumnya. Pada surat Quraisy, dijelaskan bahwa Allah SWT memberi anugerah pangan kepada manusia (dalam arti mempersiapkan lahan dan sumber daya alam sehingga dengan anugerah itu mereka tidak kelaparan), sedang dalam surat al-Ma’un ini, Allah mengancam mereka yang berkemampuan, tetapi enggan. Jangankan memberi pangan menganjurkan pun tidak. Disisi lain dalam surat Quraisy, Allah memerintahkan manusia agar mengabdi kepada Allah, sedangkan dalam surat al-Ma’un ini, Allah mencela orang-orang yang tidak menyembah Nya sama sekali, dan mempersekutukan pengabdian Nya. Keserasian lain dapat ditemukan, bahwa surat Quraisy berbicara menyangkut anugerah Allah kepada para pedagang, yang atas berkat-Nya, terjamin keamanan jalur perdagangan mereka ke Syam dan Zaman, sedang surat al-Maun merupakan kecaman terhadap mereka yang berkemampuan. Para pedagang yang memperoleh anugerah seperti yang diuraikan dalam surat Quraisy dinilai tidak beragama dan tidak percaya adanya hari 19 kemudian, apabila mereka tidak mengulurkan tangan kepada kaum lemah yang membutuhkan pertolongan. Dalam beberapa riwayat, dikemukakan bahwa ada seseorang yang diperselisihkan yaitu antara Abu Sofyan atau Abu Jahl. Konon setiap minggu menyembelih seekor unta. Suatu ketika, seorang anak yatim datang meminta sedikit daging yang telah disembelih itu, namun ia tidak diberi bahkan dihardik dan diusir. Peristiwa ini merupakan latar belakang turunnya surah ini. Dari sebab turun ayat yang diriwayatkan itu, dapat terbaca bahwa kecaman dapat tertuju, walaupun kepada mereka yang membagi-bagikan bantuan, apabila bantuan yang diberikan itu tidak mengenai sasaran yang dikehendaki Allah, dalam hal ini, sasaran tersebut adalah mereka yang benar-benar membutuhkan pertolongan. Boleh jadi seseorang memberi kepada pihak lain tetapi dibalik pemberian itu, dia mengharapkan sesuatu, dia enggan memberi kepada yatim dan miskin, karena tidak terdapat sesuatu yang diharapkan dari mereka. Anda dapat menjumpai sekian banyak orang yang memberi kepada mereka yang sebenarnya tidak membutuhkan bantuan, tetapi pada saat yang sama ia mengabaikan banyak orang lainnya yang justru yang sangat membutuhkan, dan akan sangat bergembira bila memperoleh walaupun sekecil apapun. 10 Sayyid Qutub menafsirkan ayat ini adalah do’a atau ancaman kebinasaan bagi orang-orang yang shalat yang lalai dari shalatnya. Siapakah gerangan orang-orang yang lalai dari shalatnya itu? Mereka adalah orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna. Mereka mengerjakan shalat, tetapi tdak menegakkan shalat. Mereka menunaikan gerakan-gerakan shalat dan mengucapkan do’a-do’anya, tetapi hati mereka tidak hidup bersama shalat, tidak hidup dengannya. Ruh-ruh mereka tidak menghadirkan hakikat shalat dan hakikat bacaan-bacaan, do’a-do’a, dan zikir-zikir yang ada di dalam shalat. Mereka melakukan 10 M. Quraish Shihab, Tafsir al Qur’an al Karim, Pustaka Hidayah, Bandung, 1999, hlm. 611-613 20 shalat hanya ingin dipuji orang lain, bukan ikhlas karena Allah. Karena itu, mereka melalaikan shalat, meskipun mereka mengerjakannya. Mereka lalai dari shalat dan tidak menegakkannya, padahal yang dituntut adalah menegakkan shalat, bukan sekedar mengerjakannya. Selain itu, menegakkan shalat itu adalah dengan menghadirkan hakikatnya dan melakukannya hanya karena Allah semata-mata. Oleh karena itu, shalat semacam ini tidak memberi bekas didalam jiwa orang-orang yang mengerjakan shalat, tetapi lalai dari shalatnya itu, mereka enggan memberikan bantuan dengan barang-barang yang berguna. Mereka enggan pertolongan, dan enggan berbuat kebaikan dan kebajikan kepada saudara-saudaranya sesama manusia. Mereka enggan memberikan bantuan dengan barang-barang yang berguna kepada sesama hamba Alah. Seandainya mereka menegakkan shalat dengan sebenar-benarnya karena Allah niscaya mereka tidak akan enggan memberikan bantuan kepada hamba-hamba Allah. Karena demikianlah sumber ibadah yang benar dan diterima di sisi Allah. Demikianlah kita dapati diri kita pada kali lain didepan hakikat aqidah dan tabiat agama ini. Kita dapati nash Qur’an mengancam orang- orang yang shalat dengan wail, kecelakaan yang besar, karena mereka tidak menegakkan shalat dengan sebenarnya. Mereka hanya melakukan gerakan-gerakan yang tidak ada ruhnya. Lagi pula mereka tidak tulus karena Allah didalam melakukannya, melainkan hanya karena riya, supaya dipuji orang lain. Shalatnya tidak meninggalkan bekas di dalam hati dan amal perbuatan mereka. Karena itu, shalat mereka menjadi debu yang berhamburan, bahkan sebagai kemaksiatan yang menunggu pembalasan yang buruk.11 M. Quraish Shihab menafsirkan ayat tersebut maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari esensi shalat mereka, yaitu orang-orang yang senantiasa berbuat riya, 11 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an: di Bawah Naungan al-Qur’an, Jilid 24, Bina Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 269
Description: