ebook img

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PDF

16 Pages·2004·0.25 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac .id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sejarahnya, umat manusia tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan agama. Seperti halnya Indonesia yang menjadi ladang subur bagi pertumbuhan agama-agama besar dunia. Sejak zaman kuno, lokasi di kepulauan Nusantara merupakan tempat persilangan jaringan lalu lintas laut atau pelayaran yang menghubungkan benua Timur dengan benua Batar. Lokasi yang staregis, berkembangnya teknologi (perkapalan), dan terjalinnya hubungan dagang antar negara-negara tetangga yang dekat maupun jauh, seperti dengan India, Cina, dan Timur Tengah menjadikan suburnya perkembangan agama-agama yang ada di Indonesia. Terbukanya jalur pelayaran dan perdagangan yang ada di Indonesia, membuat berkembangnya agama-agama besar seperti Hindu-Budha dan juga agama Islam berkembang di Indonesia. Hingga mulailah juga masuk agama Kristen-Katolik yang dibawa oleh Bangsa Eropa ke kawasan-kawasan di Asia. Dalam pernyebaran agama Katolik, para misionaris Eropa menjadi pihak yang paling berperan. Ketika Gereja masih berkuasa dan memiliki kekuatan di Eropa, Paus membagikan dunia baru kepada Spanyol dan Portugal. Spanyol menguasai tanah dan laut sebelah Barat, wilayah timur dikuasai oleh Portugal. Perjanjian ini commit to user dipersiapkan dan dikukuhkan beberapa bulla dari para Paus yang menyatakan 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac2 .id bahwa raja Portugal dan raja Spanyol di daerah mereka masing-masing mempunyai hak eksklusif, monopoli dibidang ekonomi, perdagangan, militer, dan perwartaan Injil.1 Sehubungan dengan Perwataan Injil, didalam dekrit tentang Karya Misioner Ad Gentes menyatakan bahwa Gereja pada hakikatnya bersifat misioner. Gereja tidak memiliki missie, tetapi dia adalah missie itu sendiri. Gereja sendiri pun tidak menetapkan atau menggariskan missie. Oleh pada sebab itu eksistensi Gereja bergantung pada bagaimana ia menjadi missie, yaitu ia harus memaklumkan kabar gembira tentang Yesus Kristus.2 Kata Katolik dalam Gereja Katolik memiliki arti universal. Gereja Katolik adalah universal, dimana setiap orang yang terdapat di dalamnya dipanggil untuk membawa kabar sukacita Injil kepada setiap orang, kepada setiap bangsa, disetiap penjuru dunia. Kata Gereja sebenarnya berasal dari kata igraja. Kata igraja tersebut berasal dari kata Latin Ecclesia yang pada awalnya berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Ekklesia yang artinya kumpulan atau pertemuan. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, ada tiga nama yang dipakai untuk menjelaskan tentang Gereja, yaitu Umat Allah, Tubuh Kristus, dan Bait Roh Kudus (1 Kor 10: 32, 11: 17-22, 15:9). Ketiganya berkaitan erat satu dengan yang lain.3 Lebih lanjut dalam tataran 1 Weitjens Pr, “Portugal-1580-Indonesia”, Jurnal Seri Pembinaan Pengajaran Sejarah, Seri VIII. No. 5, (1980), hlm. 14. 2 Wilhelm Djulei Conterius., “Rancang Bersama Awam dan Khusus: Tugas Misioner Gereja dan Kerasulan Awam”, (Yogyakarta: Ledalero, 2006), hlm. 55. 3 Furnalius Erwin Arianto, “Pengaruh Tradisi Jawa Pada Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1965-1988”, Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa. UNS, commit to user 2007, hlm. 3. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac3 .id iman, Gereja adalah sesuatu yang pada hakekatnya berwatak suprasional dan umum, dan tidak tergantung dari keinginan dan perizinan suatu negara tertentu.4 Pada abad ke XV terakhir, orang Portugis telah mendapat jalan laut ke Timur, Vasco da Gama tiba di pantai India tahun 1498. Beberapa tahun kemudian tepatnya tahun 1511 Portugis tiba di Maluku untuk berdagang rempah-rempah. Sejalan dengan dikuasainya Malaka sebagai pusat perdagangan oleh Portugis, maka dimulailah karya missie secara teratur di Indonesia. Suatu langkah besar sebagai dorongan dalam hal ini telah terjadi dengan tampilnya Santo Fransiskus Xaverius (missionaris Jesuit) dengan penuh semangat pada tahun 1546-1547 di Ambon, Ternate, dan Timur Laut Halmahera. Karya missie Katolik di Maluku dan kebanyakan pulau lain, yang sekarang merupakan wilayah Indonesia, berakhir karena orang Portugis dikalahkan oleh orang Belanda pada tahun 1605. Hanya di pulau Ternate, Tidore, dan kepulauan Sangihe dan Sulawesi Utara yang diduduki oleh orang Spanyol, dalam beberapa tahun berikut dalam abad ke-17 karya missie mencapai hasil bersilih ganti. Akan tetapi berangsur-angsur orang Belanda juga menguasai pulau-pulau itu. Pulau terakhir yang direbut orang Belanda dari Spanyol pada tahun 1677 adalah kepualauan Singhe. Dan disitulah kaya missie berakhir.5 Penduduk pulau-pulau, yang telah dipermandikan oleh para missionaris Portugis dan Spanyol, atas perintah Kompeni dimasukkan ke dalam golongan 4 H. Baudet, dan IJ. Brugmans., Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987), hlm.354. 5 Muskens Pr., Sejarah Gereja Katolik Di Indonesia Jilid IV: Pengintegrasian Di Aalam Indonesia, (Jakarta: Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor commit to user Waligereja Indonesia, 1973), hlm. 60. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac4 .id Protestan. Pemeliharaan atas orang-orang Nasrani yang diambil itu sedemikian kurang, hingga mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah orang Kristen, sebelum kegiatan-kegiatan Zending Protestan dimulai dengan sungguh-sungguh dalam abad ke-19. 6 Kegiatan missie Katolik selanjutnya digerakkan oleh para missionaris yang berasal dari Belanda. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan politik di Belanda. Pada tahun 1789, terjadi Revolusi Perancis. Tahun 1795, tentara Perancis berhasil menduduki kota Utrecht dan Amsterdam. Selanjutnya, terjadi perubahan dalam pandangan hidup, yakni diakuinya dan dinyataknnya hak-hak manusia dan kesamaan semua orang, yang salah satunya adalah kebebasan beragama. 4 Maret 1807 pemerintah Belanda memberikan ijin kepada dua Imam Projo yakni J. Nelissen dan L. Prinsen, untuk berkarya di Indonesia pada 4 April 1808 mereka tiba di Jakarta. Gubernur Jendral Daendels mengikuti teladan raja Napolen bahwa semua agama itu sama. Semenjak itu selain gereja Protestan, gereja Katolik juga mendapatkan bantuan dari pemerintah dan bertugas melayani orang-orang Katolik dari Eropa. Kemudian, pada 20 September 1842, Mgr. Jacob Groof diangkat menjadi Vikaris Apostolik (Uskup) yang pertama. Pengangkatan ini dilakukan oleh Paus. Kebangkitan missie Gereja Katolik di Jawa, ditandai dengan munculnya seorang tokoh, yaitu Pastor Franciscus Van Lith, SJ. Selain Beliau, ada pula Pastor Hoevenaars yang sama-sama berkarya di tanah Jawa, dan keduanya juga commit to user 6 Ibid., hlm. 63. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac5 .id berasal dari Serikat Jesus. Keduanya tiba di Jawa pada tahun 1896 untuk memulai tugas missie mereka. Mereka memiliki persamaan maupun perbedaan. Keduanya sama-sama memiliki kepandaian, semangatnya besar, kesungguhannya berbakti kepada Tuhan dengan berkarya tanpa mengenal lelah. Namun keduanya terdapat perbedaan kepribadian yang amat besar. Selian itu dalam bekerja, dan pemikiran untuk mengembangkan karya missie di Jawa juga berbeda. Muncul suatu peristiwa yang bermula di tahun 1860 di Jawa Tengah Selatan (Purworejo, Kebumen, dan Bagelen), gerakan Kristen Jawa dibawah pimpinan Kyai Sadrach. Gerakan Kristen Jawa ini disebut juga dengan Karasulan. Seorang guru Kerasulan bernama Dawud (David) dan 4 orang kepala desa dari daerah Kalibawang pada tahun 1903 mengunjungi Pastor van Lith di Muntilan. Mereka menyatakan keinginannya untuk menjadi Katolik. Keinginan mereka didukung oleh semua orang dari desa mereka.7 Dalam perkembangnya kelima orang tersebut kemudian menjadi Katekis di desa masing-masing. Mereka bekerja dengan jujur dan rajin, sehingga Pastor van Lith mempermandikan mereka yang berjumlah 172/171 orang di Sendangsono pada tanggal 14 Desember 1903. Pastor Hoevenaars dipindahkan ke Bandung pada tahun 1905, pada tahun 1910 dipindahkan lagi ke Semarang, kemudian ke Kota Surakarta. Pastor Hoevenaars juga akan mempraktekkan metode yang digunakan Pastor van Lith di Surakarta. Muntilan menjadi titik pusat pertama dalam karya missie Katolik bagi orang-orang Jawa dan dari Muntilan mulai tumbuh persemaian iman-iman Katolik. Perkembangan dari Muntilan kemudian tumbuh menyebar di titik pusat commit to user 7 Ibid., hlm. 17. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac6 .id kota lain yang baru, seperti Mendut, Ambarawa, Bedono, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Wedi/ Klaten.8 Keberadaan Missie Katolik di Surakarta sudah cukup lama, sebelum tahun 1859 Gereja Katolik Surakarta di layani langsung dari Semarang. Untuk memenuhi tugas perutusan ini maka, Pastor Cornelis Stiphout SJ, yang pada saat itu berkarya di Ambarawa pada 29 Oktober 1905 diijinkan untuk pembangunan Gereja di Surakarta. Pembangunan Gereja di Surakarta ini dapat terlaksana berkat bantuan dari seorang donatur dari Belanda. Pada bulan November 1916, Gereja St. Antonius Purbayan resmi berdiri, dan Pastor C. Stiphout SJ, diangkat menjadi Pastor Paroki pertama. Pada perkembangan berikutnya, Gereja St. Antonius Purbayan sebagai Gereja Katolik pertama di Surakarta sangat berperan, dalam perkembangan umat Katolik di Surakarta. Keberadaan dari Gereja Purbayan ini bisa dikatakan menjadi salah satu bagian sejarah Kota Surakarta. Masa-masa penjajahan Jepang, dan dapat dikatakan sebagai masa yang paling berat yang telah dialami oleh Gereja Purbayan pada waktu itu. Gereja Purbayan sebagai Gereja Katolik pertama yang ada di Surakarta dan menjadi bagian dari Gereja Misioner tentu saja memiliki tugas yang tidak mudah. Gereja memiliki latar belakang budaya, bahasa, dan keyakinan yang berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya dan Surakarta pada khususnya, menjadi tantangan bagi para misionaris yang menjadi tonggak penggerak untuk perkembangan Gereja. Kedatangan para misionaris yang commit to user 8 Ibid., hlm. 19. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac7 .id berlangsung dalam masa kolonialisme, secara historis dan psikologis mudahlah timbul dugaan bahwa Gereja berkaitan dengan para penjajah.9 Penelitian ini mengambil batas waktu tahun 1916-1966, karena pada tahun 1916, Gereja Purbayan resmi berdiri sebagai Gereja Katolik pertama di Surakarta. Perkembangan missie di Surakarta dibatasi hingga jangka waktu 1966, hingga berakhirnya masa Orde Lama. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana dinamika karya missie Katolik Gereja St. Antonius Purbayan di Surakarta tahun 1916-1966 ? 2. Bagaimana peran Gereja St. Antonius Purbayan bagi masyarakat di Surakarta tahun 1916-1966 ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perkembangan karya missie Katolik yang dilakukan oleh Gereja St. Antonius Purbayan di Surakarta tahun 1916-1966. 2. Untuk mengetahui peran Gereja St. Antonius Purbayan di Surakarta tahun 1916-1966. 9 FX. Hadisumarta, “Gereja Yang Misioner: Tinjauan Dokumen Gereja”, Seri commit to user Pastoral 262, No. 3, (1996), hlm. 8. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac8 .id D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian pengetahuan dalam ilmu sejarah terutama kajian sejarah organisasi keagamaan, yaitu Gereja mulai dari tahap perintisan menuju tahap perkembangannya, serta peranannya dalam kehidupan suatu masyarakat. Studi ini juga dimaksudkan untuk menambah wawasan pengetahuan masyarakat maupun praktisi lain pada umumnya tentang peran suatu Gereja dalam pengembangan karya missie agama Katolik, khususnya Gereja St. Antonius Purbayan di Surakarta. Sekaligus sebagai syarat kelulusan dari jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS Surakarta. E. Tinjauan Pustaka Untuk mendukung serta melengkapi sumber-sumber data yang tersedia sebagai bahan penulisan terkait dengan Peran Gereja St. Antonius Purbayan Dalam Mengembangkan Karya Missie Agama Katolik di Surakarta Tahun 1905 - 1966, maka penulis menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan menunjang tema yang dikaji dalam penelitian ini. Literatur - literatur yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut : Gereja Keuskupan Agung Semarang-Perkembangan dan Tantangannya, merupakan buku yang terdiri dari kumoulan tulisan yang disusun dalam rangka menyambut purna bakti Rm. Dr. J. Weitjens, SJ dari Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Salah satu penulis di buku ini adalah G. Moedjanto commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac9 .id yang menulis tentang Tonggak-tonggak Sejarah Keuskupan Agung Semarang. Serta tulisan karya Jacques Veuger, MSF yang berjudul Merintis Karya MSF di Jawa. Sejarah Gereja Katolik Indonesia-Pengintegrasian di Alam Indonesia Jilid 4, karya Dr. M. P. M. Muskens, Pr. Buku ini memaparkan bagaimana cara Gereja Katolik untuk dapat beradaptasi sekaligus memahami kondisi di masyarakat Indonesia pada saat itu, terutama dengan kepercayaan-kepercayaan yang telah tertanam pada masyarakat Indonesia saat itu, seperti agama-suku, yang telah mengakar diberbagai tempat termasuk juga di Jawa. Yang pada akhirnya juga mepengaruhi tradisi, struktur masyarakat, sistem ekonomi, politik, dan budaya yang ada. Garis-Garis Besar Sejarah Gereja Katolik di Keuskupan Agung Semarang, suatu karya tulis yang disusun oleh Tim Keuskupan Agung Semarang sendiri (KAS). Dalam buku ini dijelaskan tentang kehidupan Missie Katolik sebelum 1940-an, dimana para missionaris menemukan banyak kendala dalam penyebaran agama Katolik di Masyarakat Jawa. Namun berkat jasa Pastor van List, pada akhirnya gerakan missie dapat dikatakan berhasil melalui kendala, yakni ditandai dengan membabtis 171 orang di Sendangsono. Serta menjadikan jalan bagi terwujudnya Vikariat Apostolik Semarang. Kenangan 100 Tahun Paroki St. Yusup Ambarawa 1896-1996 merupakan buku yang disusun sebagai peringatan 100 Tahun berdirinya Gereja St. Yusup Ambarawa. Buku ini mengulas mengenai sejarah Gereja tersebut, Gereja St. Yusup Ambarawa sendiri memiliki hubungan dengan Gereja St. Antonius commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a1c0 .id Purbayan Surakarta, karena Gereja Purbayan pernah menjadi bagian/ stasi dari Ambarawa, dan para Pastor yang berkarya di Ambarawa juga melakukan pelayanan rohani kepada umat Katolik hingga ke Gereja St. Antonius Purbayan Surakarta. Indonesiasi: Dari Gereja Katolik di Indonesia menjadi Gereja Katolik Indonesia, buku tersebut merupakan karya dari Pater Huub Boelars yang ditulis dalam bahasa Belanda, dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Buku tersebut menceritakan tentang kisah pengkabaran Injil yang dilakukan di Indonesia. Penyebaran Injil yang masuk ke Indonesia dan menyebar di taip-tiap daerah di Indoneisa, tumbih dan berkembangnya dan pada akhirnya membuahkan hasil dengan segala dinamika yang terjadi pada pergerakan penyebaran Injil di Indonesia. Ragi Cerita 2: Sejarah Gereja di Indonesia 1860’an-Sekarang, karya Th Vanden End dan J. Weitjens. Buku ini menceritakan tentang pembagian Vikariat Apostolik Batavia, terutama di Semarang dan juga menceritakan jumlah umat Katolik di Jawa yang pada saat itu lebih di dominasi oleh orang-orang Eropa, yakni sebesar 80%. Kebanyakan dari mereka bekerja di Nusantara sebagai guru, pegawai perusahaan, pegawai perkebunan, dan sebagainya. Pendirian Vikariat Apostolik semarang merupakan bagian dari Vikariat Apostolik Batavia yang terakhir sebelum Indonesia dikuasai oleh Jepang. Purbayan di Tengah Rakyat dan Ningrat, merupakan buku karya Seorang Imam Jesuit bernama R. Kurris. Romo asal Belanda tersebut, pernah mengapdikan dirinya untuk melayani umat Katolik di Purbayan Surakarta. commit to user

Description:
Kristen-Katolik yang dibawa oleh Bangsa Eropa ke kawasan-kawasan di Asia Bagaimana dinamika karya missie Katolik Gereja St. Antonius.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.