ebook img

bab 2 kajian pustaka dan kerangka berpikir PDF

40 Pages·2017·3 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview bab 2 kajian pustaka dan kerangka berpikir

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Koefisien Kekasaran pada Kecepatan Aliran Penampang Saluran. Kecepatan aliran melalui saluran terbuka dapat mengalami perlawanan aliran. Perlawanan aliran ini dipengaruhi oleh koefisien kekasaran dasar, kemiringan energi, kedalaman aliran dan ukuran penampang saluran (Chow, 1959). Perlawanan aliran yang terjadi ditentukan dengan mengetahui besarnya koefisien kekasaran dasar pada setiap jenis material pembentuk dasar (Chow, 1959, Adili, 2016). Semakin besar butiran penyusun permukaan pada saluran, maka semakin besar nilai koefisien kekasaran dasar (Chow, 1959). 2.1.1 Kekasaran Dasar (Bed Roughness). Kekasaran dasar (k) atau kekasaran butiran ekuivalen sebanding dengan diameter butiran s (Nikuradse,1933). Konsep ini awalnya diperkenalkan (Nikuradse,1933) didasarkan pada situasi dasar datar yang terdiri dari bola seragam. Liu (2001) menyatakan, diameter seperti bola dinamakan dengan tinggi kekasaran dasar (k = diameter seperti bola). � Permukaan dasar saluran senantiasa menunjukkan nilai kekasaran dasar (Pramono, 2005; Ansari, 2011). Nilai kekasaran dasar membuat pusaran pada zona pemisah yang mempengaruhi kecepatan aliran di dekat dasar (Liu, 2001). Pusaran yang terbentuk di dekat dasar saluran akan tenggelam dalam pola turbulensi aliran (Karim, 1999). Ukuran zona pemisahan aliran merupakan besanya kehilangan energi tarik bentuk (form drag). Secara umum, semakin tinggi dan curam bentuk dasar maka semakin besar zona pemisahan aliran dan tarik bentuknya (Van der Mark, 2009). Konsep adanya sub lapis laminar di dalam lapis batas turbulen, digunakan untuk menjelaskan kekasaran permukaan (Triadmojo, 1992), seperti Gambar 2­1. b a Gambar 2­1. Sketsa Kekasaran Permukaan (a) Hidraulik halus, (b) Hidraulik kasar (Triadmojo, 1992) Gambar 2­1, menunjukan keadaan kekasaran permukaan dasar pada beberapa kondisi hidraulik aliran. Tinggi ketidakteraturan permukaan dasar akan membentuk tinggi bentuk dasar (). Bila tinggi bentuk dasar lebih kecil dari tebal sub lapisan laminer, maka 7 ketidakteraturan permukaan menjadi sangat kecil. Sehingga tonjolan tengelam dalam sublapisan laminar Gambar 2­1a. Kekasaran dasar permukaan pada kondisi ini jauh lebih kecil dibandingkan tebal lapisan laminer (� ). Dalam hal ini kecepatan aliran dipengaruhi � oleh kekentalan cairan. Kekasaran dasar pada permukaan dinamakan hidraulik halus (Triadmojo, 1992). Bila tinggi bentuk dasar lebih besar dari tinggi bentuk dasar kritis (> � ), maka tonjolan akan memiliki besar dan kecuraman sudut melebihi tebal lapisan � laminar sehingga akan mempengaruhi aliran di saluran. Kekasaran pada permukaan dasar dinamakan hidraulik kasar Gambar 2­1b (Triadmojo, 1992). Kondisi aliran transisi terjadi diantara hidraulik halus dan kasar. Aliran transisi ini dipengaruhi oleh kekentalan cairan dan kekasaran dasar saluran. 2.1.2. Kekasaran Dasar Berkaitan dengan Butiran (Grain Roughness) Kekasaran dasar berkaitan dengan butiran (k �) disebabkan adanya partikel yang bersaltasi � pada sedimen dasar (Wiberg and Smith, 1989; Wiberg and Rubin, 1989; Griffiths, 1989). Kekasaran dasar berkaitan butiran dikaitkan dengan skin drag (Bennett, 1995). Kekasaran berkaitan butiran ini biasanya hanya memberikan kontribusi sedikit pada total kekasaran dasar (k ). � Kekasaran dasar berkaitan butiran dapat digunakan sebagai nilai ukuran kekasaran ekivalen minimum di bidang dasar. Liu (2001) mengusulkan nilai k� pada dasar pasir rata � (flat sand bed) k� = (1−10)d . Kekasaran berkaitan butiran dasar umumnya pada material � �� dasar saluran tidak seragam (Nuryanto, 2002). Parameter kekasaran butiran dasar berbanding lurus dengan ukuran material dasar saluran. Beberapa peneliti mengkaji kekasaran dasar berkaitan dengan butiran, diantaranya � � = 1,25 � (Ackers and White, 1973), � � = � �� � 2� (Kamphuis, 1974), � � = 3� (Van Rijn, 1993), � � = 2� (Yang and Lim, 2003) �� � �� � �� dalam (Pramono, 2005). 2.1.3. Kekasaran Dasar Berkaitan Bentuk (Form Roughness) Geometri bentuk konfigurasi dasar disebabkan oleh terakumulasinya ukuran kekasaran dasar ekivalen (Pramono, 2005). Variasi kekasaran dikarenakan (� ��) keberadaan konfigurasi dasar, setara dengan � tinggi bentuk (k �� ≈ ∆) (Bennett, 1995). Banyak penelitian menunjukkan bahwa, panjang (λ) � dan kecuraman bentuk konfigurasi dasar (∆/λ) memiliki pengaruh pada kekasaran bentuk. Hubungan tinggi bentuk dasar, ditunjukan dalam Persamaan 2.1: k �� = p ∆� ……….………..…….……………..(2.1) � � 8 dimana ∆ = tinggi bentuk dasar, λ = panjang bentuk dasar dan p = konstanta. Nilai � yang ada dalam literatur berada pada kisaran 8­28 (Grant and Madsen, 1982; Nielsen, 1983; Van Rijn 1984 & 1993; Wikramanayake, 1993). 2.2 Koefisien Kekasaran Manning Kekasaran dasar butiran merupakan keadaan tidak rata pada permukaan dasar saluran (Chow, 1959; Pramono, 2005; Ansari, 2011; Nohani, 2015; Adili, 2016). Kekasaran dasar pada aliran seragam diantaranya, nilai koefisien kekasaran Manning (Chow, 1959; Gani and Siddik, 2010). Rumusan nilai koefisien kekasaran Manning pada mulanya membandingkan dan mengevaluasi tujuh rumus yang paling terkenal. Rumusan tersebut adalah Du Buat (1786), Eyelwein (1814), Weisbach (1845), St. Venant (1851), Neville (1860), Darcy and Bazin (1865), serta Ganguillet and Kutter (1869) dalam Fadi Khoury (2007). Manning mengembangkan rumusan kecepatan aliran pada tahun 1885. Ia melakukan penelitian berdasarkan data Bazin, yang selanjutnya dicocokkan dengan 170 percobaan. Beberapa buku akhir abad ke­19, merumuskan nilai koefisien kekasaran Manning sebagaimana Persamaan 2.2 : n= � R�/� S�/�..………..……………………………(2.2) � � dimana : V = kecepatan rata­rata aliran (m/detik) R = jari­jari hidraulik (m) n = koefisien kekasaran Manning S = kemiringan energi � Prosedur untuk memilih nilai koefisien kekasaran Manning (n) merupakan penilaian subjektif dan membutuhkan keterampilan dalam pengembangan melalui pengalaman (Ghani et al., 2007). Pengembangan metode perkiraan nilai koefisien kekasaran Manning terus dilakukan dan masih sangat diperlukan (Bilgil and Altun, 2008). Penelitian terdahulu, yang mengkaji mengenai nilai koefisien kekasaran Manning, disajikan dalam bentuk tabelaris sebagaimana Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penelitian untuk Memprediksi Nilai Koefisien Kekasaran Manning Peneliti Rumusan Uraian 1. Strickler (1923) n= 0,047d 1/6 (m�/�) n akibat butiran 50 2 Keulegan (1938) n=0,039d �/� (m�/�) n akibat butiran �� 9 Tabel 2.1 Penelitian untuk Memprediksi Nilai Koefisien Kekasaran Manning (lanjutan) Peneliti Rumusan Uraian 3 Meyer­Peter­Muller n=0,038d �/� (m�/�) n akibat butiran �� (1948) 4 Henderson(1966) n=0,031d �/� (m�/�) n akibat butiran �� 5 Raudkidvi (1976) n=0,042d �/� (m�/�) n akibat butiran �� 6 Subramanya(1982) n=0,047d �/� (m�/�) n akibat butiran �� 7 Wong and Parker, n=0,043d �/� (m�/�) n akibat butiran �� (2006) 8 Limerinos (1970) � �,���� Penggunaan rumusan = ��/� �,����,���� � untuk aplikasi di ���� lapangan. perlawanan aliran yang digunakan hanya jari­jari hidraulik dan ukuran diameter sedimen 9 Griffiths (1981) �,��� ��/� Penggunaan rumusan n= �,����,����� (�/���) untuk aplikasi di lapangan 10 Brownlie (1983) Lower regime Rumusan koefisien kekasaran Manning R �,���� n= �1,6940� � S�,���� σ �,�����0,034d 1/6 dengan memasukan d�� �� unsur butiran dan perlawanan aliran; Upper regime Belum memasukan R �,���� bentuk dasar n= �1,0123� � S�,���� σ �,�����0,034d 1/6 d �� �� 11 Jarrett (1985) n= 0,32 S�,�� R��,�� Penggunaan rumusan untuk aplikasi di lapangan dengan kemiringan yang besar 12 Karim and Kennedy � �,��� Penggunaan factor n= 0,037 d �,���� � gesek Darcy­Weisbach, (1990) �� � � menghasilkan nilai koefisien kekasaran untuk 0,15< ��∗�< 3,64 Manning agak besar � � 13 Ghani et al. (2007) R � R Rumusan koefisien n=5 x 10��� � −7 x 10��� �+0,0622 kekasaran Manning d d �� �� dengan memasukan unsur butiran dan perlawanan aliran; Belum memasukan bentuk dasar 14 Moramarco and R�/�/�g Penggunaan rumusan Singh (2010), n= untuk aplikasi di 1 Mirauda and Greco Φ (M). [ln (koefisien)−konstanta] lapangan dengan metode k entropi. (2014) 10 Tabel 2.1 Penelitian untuk Memprediksi Nilai Koefisien Kekasaran Manning (lanjutan) Peneliti Rumusan Uraian 15 Schnepper and 1 Nilai koefisien kekasaran Chow, 1954) n= V R�/� S��/� Manning dibuatlah suatu daftar nilai (n tabel). 16 Babai (2008) dan 1 meneliti koefisiein Nohani (2015) n= V R�/� S��/� kekasaran Manning di Sungai alamiah. Mereka embandingkan dan memperkirakan menggunakan metode eksperimental dan langsung di lapangan 17 Adili (2016) 1 Meneliti mengenai n= V R�/� S��/� pengaruh kekasaran Manning pada bilangan Froude di aliran sub kritis. Hasil penelitian menunjukan hubungan bilangan Froude dan kekasaran koefisien Manning (n) dalam aliran subkritis menghasilkan hubungan terbalik 18 Mitra and Saikia 1 Penelitian dilakukan (2016) n= V R�/� S��/� dengan berbagai debit aliran yang berbeda di laboratorium. Hasil penelitian menunjukan, koefisien kekasaran Darcy selalu lebih besar dibandingkan koefisien kekasaran Manning 19 Bajorunas (1952) n�� = ϕ� ���� �; �.R���/�S�/� Tidak secara detail �,����� � berkaitan dengan bentuk dasar saluran, koefisien n� = 0,034d 1/6 (m�/�) kekasaran Manning 50 hanya berfungsi sebagai paremeter sedimen 20 Talebbeydokhti et n�� = 0,0269 �∆�+0,0026 Masih menggunakan al. (2006) � rumusan Manning, sehingga secara tidak n�� = n−n′ (kondisi dunes) langsung mereferensi n. Manning. Koefisien n� = 0,047d 1/6 (m�/�) 50 kekasaran Manning n= � R�/� S�/� akibat bentuk perlu � dikaji secara analitis � 2.2.1 Koefisien Kekasaran Manning berdasarkan pada Metode Pemisahan Linear Metode pemisahan linear telah diakui secara luas oleh para ahli hidraulik sebagai suatu prinsip dan pendekatan penjumlahan komponen perlawanan (Yang and Tan, 2008). Pemisahan linear dimaksudkan untuk memisahkan fungsi menjadi dua atau lebih, bagian yang merupakan satu fungsi (Yang and Tan, 2008). 11 Bajorunas (1952) dan Talebbeydokhti et al. (2006) telah meneliti mengenai pemisahan pada nilai koefisien kekasaran Manning. Rumusan pemisahan linaer, sebagaimana yang ditunjukan pada Persamaan 2.3: n= n� + n��..............................................................(2.3) dimana : n� = perlawanan aliran berhubungan dengan butiran dasar. n�� = perlawanan aliran berhubungan dengan perlawanan bentuk. 2.2.2 Koefisien Kekasaran Manning akibat Perlawanan Bentuk Interaksi kompleks antara aliran dan angkutan sedimen menyebabkan butiran material akan membentuk struktur dasar saluran atau bentuk konfigurasi dasar dengan berbagai kekasaran dasar (Pramono, 2004; Van der Mark, 2009). Pada aliran sub­kritis, dua jenis yang paling umum dari bentuk dasar adalah riak (ripples) dan bukit pasir (dunes). Bentuk dasar ini terjadi sebagai deformasi periodik dasar pada panjang (λ ) dan tinggi (Δ). Gambaran bentuk dasar ditandai dengan permukaan stoss face lembut dan curam lee face (Zhang, 1999). Elevasi permukaan dasar stoss face naik, disebabkan percepatan aliran dan penurunan tekanan aliran. Pada sisi bagian hilir puncak bentuk dasar, kecepatan aliran berkurang, dan meningkatkan tekanan aliran (Lin, 2011). Perbedaan tinggi tekanan antara aliran hulu dan hilir dalam bentuk dasar akan menghasilkan kekasaran dasar akibat bentuk tarik (form drag). Terjadinya bentuk tarik, ketika pemisahan aliran terjadi di belakang bentuk dasar. Variasi tekanan atas bentuk dasar yang jauh lebih besar dari endapan partikel tunggal (Van Rijn, 1990; Van der Mark, 2009). Integrasi komponen memanjang pada tekanan yang dihasilkan bentuk dasar dalam form drag, disebut perlawanan bentuk (McLean et al., 1999). Meningkatnya tekanan dalam arah aliran hilir puncak bentuk dasar disebut dengan gradien tekanan balik (Van der Mark, 2009). Jika gradien tekanan berlawanan cukup besar, dapat menyebabkan sisi lee face bentuk dasar menjadi begitu curam. Permukaan aliran bisa tidak mengikuti permukaan dasar lagi dan terjadi pemisahan aliran. Pemisahan aliran mengakibatkan daerah dengan aliran sirkulasi (Hoerner, 1965). Pada sisi lee face yang lembut (bentuk dasar ramping), kemiringan tekanan akan berlawanan dan mungkin terlalu kecil. Hal ini mengakibatkan aliran dapat terpisahkan. Sebaliknya, hal ini dapat membentuk komponen drag form. Besarnya aliran zona pemisahan merupakan ukuran nilai kehilangan energi pada form drag (Van der Mark, 2009). Secara umum, semakin tinggi dan curam bentuk dasar, maka semakin besar aliran zona pemisahan dan perlawann bentuk (Van der Mark, 2009). Perlawanan bentuk tidak hanya 12 merupakan fungsi tinggi dan kecuraman bentuk dasar (Δ⁄λ) (perbandingan antara tinggi dan panjang rata–rata bentuk dasar), tetapi juga merupakan fungsi bilangan Froude (Garde, 2006). Selain itu, bentuk dasar juga berpengaruh pada ukuran aliran zona pemisahan (Parteli et al., 2006). Ukuran dari aliran zona pemisahan juga dipengaruhi oleh aturan jarak antara bentuk dasar berikutnya (Best, 2005; Coleman et al., 2005). Bentuk dasar pada dasar aluvial sangat tidak teratur, baik dalam ukuran, bentuk, dan aturan jarak (Nordin, 1971). Dengan demikian, variabilitas geometri bentuk dasar juga berpengaruh terhadap form drag (Van der Mark, 2009). Kondisi aliran stabil dan seragam, Persamaan empiris geometri bentuk dasar yang ada pada perlawanan dasar, tidak menghasilkan ketelitian dalam memprediksi perlawanan dasar. Hal ini dikarenakan hasil yang diperoleh mempunyai sebaran besar (Wilbers, 2004). Perkiraan nilai perlawanan aliran karena perlawanan bentuk ( n��) dan adanya spesifik stream power, belum banyak penelitiannya. Bajorunas (1952) telah mengembangkan nilai � perlawanan aliran karena keberadaan bentuk berkaitan dengan fungsi angkutan sedimen � �. �� Hubungan antara perlawanan bentuk (���) dan fungsi angkutan sedimen ���, sebagaimana �� ditunjukan Gambar 2­2. Gambar 2­2 ��� sebagai Fungsi dari ��� Bajorunas (1952) �� Gambar 2­2 menunjukan bahwa, komponen perlawanan kekasaran butiran lebih dominan, dari perlawanan bentuk (���). Sehingga, tidak sesuai dengan ungkapan, perlawanan bentuk adanya bentuk dasar akan memberikan kontribusi lebih dominan dibandingkan perlawanan akibat kekasaran butiran (Kazemipour and Apelt, 1983; McLean et al., 1999; Talebbydokhti et al., 2006; Martin and Jerolmack, 2013). Pengaruh perlawanan kekasaran butiran hanya berkaitan berfungsi sebagai diameter ukuran butiran sedimen, bukan bentuk konfigurasi dasar. Ketika angkutan sedimen mulai bergerak akibat energi disipasi (Knighton, 13 1999), dasar saluran menjadi tidak stabil, dan mulai terjadinya bentuk konfigurasi dasar (Engelund and Hansen, 1967; Yalin, 1992). Sehingga keberadaan bentuk konfigurasi dasar, memberikan kontribusi perlawanan bentuk. Talebbeydokhti et al. (2006) meneliti model pada bentuk dasar dunes dalam saluran dasar pasirr, yang berkaitan dengan koefisien kekasaran Manning. Penelitian mereka merupakan pengembangan yang dilakukan oleh Bajorunas (1952). Penelitian Talebbeydokhti et al. (2006), masih menggunakan rumusan nilai koefisien kekasaran Manning (Chow, 1959). Sehingga secara tidak langsung masih mereferensi pada penggunaan nilai koefisien kekasaran Manning. Penelitian Talebbeydokhti et al. (2006) masih perlu dikembangkan lebih lanjut dalam perhitungan nilai koefisien kekasaran Manning akibat perlawanan (n��), secara analitik dan spesifik stream power. 2.2.3 Rumusan Kekasaran Butiran dan Kekasaran Bentuk pada Rumusan Koefisien Kekasaran Manning tidak Berdimensi Modifikasi rumusan nilai koefisien kekasaran Manning, dikembangkan untuk tinjauan analisis dimensi. Modifikasi ini diperlukan, untuk menjelaskan pengaruh perlawanan kekasaran butiran dan perlawanan bentuk. Rumusan koefisien kekasaran Manning dalam bentuk tidak berdimensi (Yen, 1991), dinyatakan dalam Persamaan 2.4 sampai Persamaan 2.6: � �g = �∗ atau � �g = ����� ………..….……………….(2.4) ��/� � ��/� � �� �g = ������ = ��∗ ……………………..….………………(2.5) ���/� � � ��� �g = ������� = ���∗ ..…………………………..………...(2.6) ����/� � � 2.2.4 Nilai Koefisien Kekasaran Manning tidak Berdimensi didasarkan pada Pengukuran Kecepatan Aliran Keulegan (1938) menyatakan, rumusan logaritma distribusi kecepatan tergantung pada tinggi kekasaran (Chow, 1959). Tinggi kekasaran dasar saluran dapat dihubungkan dengan nilai koefisien kekasaran Manning (Chow, 1959). Kekasaran dasar berkaitan dengan nilai n Manning, dapat diambil sebagai faktor penentu yang mempengaruhi distribusi kecepatan. Bila distribusi kecepatan diketahui, maka nilai n Manning dapat ditentukan (Chow, 1959). Distribusi kecepatan aliran turbulen pada 14 dasar kasar dapat diturunkan dari rumusan tegangan geser untuk aliran turbulen sebagaimana Persamaan 2.7 : � � � = ln� � …………………………………………..(2.7) �∗ k �� dimana V merupakan kecepatan pada jarak y dari dasar, k adalah konstanta von­karman (biasanya 0.40 untuk air jernih). V adalah kecepatan geser (m/detik) dan � adalah jarak ∗ � dimana V=0 pada y=� . Nikuradse melakukan percobaan untuk mendaptkan nilai � untuk � � berbagai tipe kekasaran dasar. Pada dasar halus diperoleh (� = �⁄107) dan dasar kasar � (y = k ⁄30). Mensubstitusikan nilai � dari eskperimen untuk dasar halus dan kasar, maka � � � diperoleh distribusi kecepatan (Keulegan, 1938), seperti Persamaan 2.8 dan Persamaan 2.9 : � = �ln��∗�� + 5,50 = 5,75 log�9,05 �∗�� untuk dasar halus .................(2.8) �∗ k � � � � � � = ln� � + 8,50 = 5,75 log�30,2 � untuk dasar kasar ..................(2.9) �∗ k �� �� Boyer (1954) dan Boris (1943) telah merumuskan nilai n dari distribusi kecepatan vertikal saluran. Mereka memperkirakan nilai kecepatan aliran 0,2y (� ) atau 20% =h �,� kedalaman aliran dari muka air dan kecepatan aliran 0,8y (� ). Rumusan kecepatan aliran =h �,� dinyatakan dalam Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 : ��� � = 5,75 V log� � …………………………………(2.10) �,� ∗ �� �� � = 5,75 V log� � …………..………………………(2.11) �,� ∗ �� Boyer (1954), dan Boris (1943) telah merumuskan nilai n Manning dari Persamaan 2.2, Persamaan 2.9 Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11, sebagaimana Persamaan 2.12: n= (���)��/� dengan x = ��,� …………..……………(2.12) �,�� (���,��) ��,� 2.3. Angkutan Sedimen pada Saluran Aluvial Material Non Kohesif Sedimen umumnya terjadi pada saluran aluvial non kohesif. Pengangkutan sedimen merupakan mekanisme pemindahan partikel sedimen dari tempat lepasnya ke tempat barunya akibat aliran air (Asdak, 1995). Mekanisme angkutan sedimen dapat dibagi menjadi 3 (tiga) : a). muatan melayang (suspended load), umumnya terjadi pada sedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air (Asdak, 1995). b).muatan dasar (bedload), terjadi pada sedimen relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil, kerakal, bongkah). Gaya yang ada pada aliran dapat bergerak memindahkan partikel di dasar. Pergerakan dari butiran pasir, dimulai saat gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir 15 kondisi diam. Gerakan sedimen bisa menggelinding, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya (Soewarno, 1991). c.) saltasi, umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir, dimana aliran fluida mampu mengerus dan mengangkut sedimen pasir, sampai akhirnya karena gaya grafitasi mengembalikan sedimen pasir ke dasar saluran (Soewarno, 1991). Angkutan sedimen yang bergerak, bergeser disepanjang dasar saluran atau melayang pada aliran saluran. Hal ini tergantung pada komposisi (ukuran dan berat), kecepatan aliran dan karakteristik aliran (Van Rijn , 1990). Proses angkutan sedimen akan membawa bahan angkutan sedimen ,yang berasal dari pengikisan dinding dan dasar saluran. Bahan angkutan sedimen yang berasal dari pengikisan dinding dan dasar saluran akan terbawa aliran air. Salah satu bahan angkutan sedimen tersebut berupa bahan aluvial (Garde, 2006). Saluran aluvial merupakan saluran dengan dasar bergerak yang terdiri dari material non kohesif. Material non kohesif berupa butiran partikel diantaranya pasir (sands), lanau (silts) dan lempung atau clays (Garde, 2006). 2.3.1 Klasifikasi Ukuran Butiran Pasir. Sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran butiran dan komposisi. Ukuran sedimen diklasifikasikan sebagai kerikil, pasir, lanau, atau lempung. Pengklasifikasikan ini didasarkan pada ukuran partikel sedimen yang diusulkan oleh American Geophysical Union (Van Rijn, 1990). Klasifikasi ukuran butiran pasir sebagaimana Tabel 2.2. Tabel 2.2 Klasifikasi Ukuran Partikel Pasir (Van Rijn , 1990) Klasifikasi Butiran Pasir Ukuran Butiran Pasir sangat kasar (very coarse sand) 1,0­2,0 mm Pasir kasar (coarse sand) 0,5­1,0 mm Pasir medium 0,25­0,50 mm Pasir halus (fine sand) 0,125­0,25 mm Pasir sangat halus (very fine sand) 0,0625­0,125 mm 2.3.2. Tegangan Geser Dasar Apabila aliran terjadi di dalam saluran, maka terjadi perlawanan air dari hulir ke hulu. Perlawanan tersebut berlawanan dengan komponen gaya gravitasi dalam arah aliran (Chow, 1959). Aliran seragam terbentuk apabila perlawanan diimbangi oleh gaya gravitasi. Gaya perlawanan tersebut menimbulkan gaya atau tegangan geser yang arahnya sejajar dengan gaya bekerja (Chow, 1959). Tegangan geser merupakan gaya angkut suatu cairan dibagi luas permukaan pada badan saluran oleh aliran (Chow, 1959; Potter et al., 2012). 16

Description:
Pengembangan metode perkiraan nilai koefisien kekasaran Manning terus dilakukan dan masih sangat diperlukan (Bilgil and Altun, 2008) 2.2.3 Rumusan Kekasaran Butiran dan Kekasaran Bentuk pada Rumusan Koefisien Triatmodjo (1992) menyatakan bahwa, permasalahan yang ada dalam
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.