ebook img

Arti dan Fungsi Tanah Adat Bagi Masyarakat Bali: Studi Kasus di Desa Adat Batubulan Abstrak PDF

17 Pages·2017·0.44 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Arti dan Fungsi Tanah Adat Bagi Masyarakat Bali: Studi Kasus di Desa Adat Batubulan Abstrak

DOI: 10.24843/SP.2018.v2.i01.p03 Arti dan Fungsi Tanah Adat Bagi Masyarakat Bali: Studi Kasus di Desa Adat Batubulan I Ketut Kaler Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana [email protected] Abstrak Peraturan tentang penggunaan dan pemilikan tanah telah diupayakan oleh berbagai kesatuan masyarakat yang berlaku terbatas pada kesatuannya yang diatur sudah sejak jaman dahulu. Pengaturan tanah lazim diatur dalam suatu hukum adat atau pranata adat. Dalam hukum adat atau pranata adat terdapat aturan-aturan yang mengatur tentang penggunaan dan pemilikan tanah. Pranata-pranata yang mengatur masalah tanah akan sangat bervariasi atau berbeda pada tiap-tiap daerah atau suku bangsa. Masalah tanah merupakan masalah yang sangat pelik dan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan manusia. Persoalan tanah yang merupakan produk masa lalu salah satunya adalah tanah ulayat desa. Pemilihan topik ini berkaitan dengan merebaknya masalah tanah di Bali sejak tiga dasawarsa terakhir. Pemilihan topik tanah ini mengerucut kepada masalah tanah ulayat desa ditinjau dari sisi fungsinya. Aktualisasinya tanah- tanah adat tersebut dimanfaatkan untuk sarana dan prasarana seperti: tempat ibadah (Pura), rumah tinggal, kuburan (Setra), lapangan, sekolah, serta jalan-jalan desa dan fasilitas umum lainnya. Kata kunci: Fungsi, Tanah, dan Hukum Adat I. PENDAHULUAN kehidupan manusia tanpa ketersediaan tanah. Kehidupan manusia baik sebagai Begitu urgennya faktor tanah di mahluk individu maupun sebagai mahluk dalam kehidupan manusia sehingga dapat social di dalam menopang mengandung nilai politis, social, keberlangsungan hidupnya tidak dapat ekonomis, dan bahkan juga nilai religi. terpisahkan dengan keberadaan tanah. Kecuali itu, tanah sangat mudah Oleh karena itu keberadaan tanah difragmentasi untuk berbagai menjadi faktor sentral di dalam kepentingan baik perorangan maupun kehidupan manusia. Demikian pula lembaga atau badan hukum. Oleh karena dengan mahluk-mahluk lain yang ada di itu diperlukan regulasi bagi masyarakat muka bumi ini. Bagi manusia, tanah pada agar kepemilikan atas tanah mendapat umumnya berfungsi sebagai tempat jaminan hokum. Dengan demikian permukiman, dan tempat untuk kepemilikan atas sebidang tanah dapat memproduksi makanan (bertani, terjamin di dalam mempertahankan hak berkebun). Bahkan hampir di dalam miliknya dari gangguan pihak lain keseluruhan hidupnya manusia selalu (Prodjodikoro, 1981: 22). bergantung dengan tanah. Karena itu pula Peraturan tentang penggunaan sulit dibayangkan bagaimana jadinya dan pemilikan tanah telah diupayakan Sunari Penjor: Journal of Anthropology Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud | 29 30 | I Ketut Kaler Sunari Penjor (Vol. 2. No. 1. Maret 2018) oleh berbagai kesatuan masyarakat yang ganti rugi yang sangat rendah (Tauchid, berlaku terbatas pada kesatuannya yang 1953: 9). diatur sudah sejak jaman dahulu. Permasalahan tanah terus bergulir Pengaturan tanah lazim diatur dalam seakan-akan tidak akan pernah berakhir suaatu hukum adat atau pranata adat sejalan dengan terbit dan terbenamnya seperti dikemukakan oleh Prodjodikoro matahari. Pada era sesudah kemerdekaan bahwa, dalam hokum adat atau pranata pun permasalahan tanah menjadi tranding adat terdapat aturan-aturan yang topic yang cukup menarik untuk mengatur tentang penggunaan dan diwacanakan (Hariadi dan Masruchah, pemilikan tanah. Pranata-pranata yang editor, 1995; Bachriadi, Faryadi, dan mengatur masalah tanah akan sangat Setiawan, editor, 1997: 191—363). bervariasi atau berbeda pada tiap-tiap Sepertinya rakyat Indonesia tiada merasa daerah atau suku bangsa. Hal itu sangat aman tinggal di tanah kelahirannya tergantung dari pengetahuan kebudayaan sendiri yang tidak ada bedanya dengan masyarakat bersangkutan (1952: 37). pada waktu jaman penjajahan. Masalah tanah merupakan Kini pada era pembangunan di masalah yang sangat pelik dan Indonesia dewasa ini justru persoalan berdampak luas terhadap berbagai aspek tanah menambah problematik yang kehidupan manusia. Persoalan tanah yang cenderung semakin dilematis dan merupakan produk masa lalu salah kompleks. Dikatakan dilematis karena di satunya adalah tanah ulayat desa. satu sisi pemerintah dengan kedok Pemilihan topik ini berkaitan dengan membangun fasilitas demi kepentingan merebaknya masalah tanah di Bali sejak umum membutuhkan tanah yang luas tiga dasawarsa terakhir. Pemilihan topic dengan menggusur perkampungan tanah ini mengerucut kepada masalah penduduk. Masalah tanah disampin tanah ulayat desa ditinjau dari sisi karena tekananpertumbuhan penduduk fungsinya. yang memerlukan tempat permukiman Merunut kepada perjalanan (Harjono, 1990: 1—5) juga dikarenakan sejarah bangsa Indonesia, bagi Belanda semakin meningkatnya pembangunan tanah jajahan di Indonesia merupakan infrastruktur di sector pariwisata (Bali sumber keuntungan yang sangat Post, 14-11-1977: 7; Ruwiastuti, Fausi, melimpah sekaligus menjadi sumber Bachriadi, 1977: vii). gantungan hidupnya. Bagi Belanda Di Desa Batubulan sebagai obyek mempertahankan tanah jajahan di kajian dn banyak juga desa-desa lain di Indonesia adalah mempertahankan Bali, pemilikan dan penguasaan atas perkebunan-perkebunan dan tanah-tanah tanah komunal berada pada desa adat yang menjadi sumber kekayaan kaum yang bersangkutan (lihat Bagus, 1984: pemodal yang selama ini betul-betul 282—283). Implikasi pemilikan tanah menjadi gantungan hidupnya (Tauchid, seperti itu adalah dimanfaatkan 1953: 13; Geertz,1983: 48). Kecuali itu, sepenuhnya untuk kepentingan warga pemerintahan Jepang di Indonesia juga komunitas desa adat yang bersangkutan. banyak mengambil tanah rakyat untuk Tanah ulayat desa dapat keperluan militer, untuk membangun diklsifikasikan menjadi beberapa bagian. lapangan terbang baru, dan memperluas Pertama, permukiman warga komunitas lapangan terbang yang sudah ada. Tanah desa dibangun di atas tanah ulayat desa pertanian rakyat yang luasnya berribu- yang disebut Pekarangan Desa (PKD). ribu hektar diambil dengan paksa dengan Suasthawa menegaskan bahwa Pekarangan Desa adalah tanah yang Arti dan Fungsi Tanah Adat Bagi Masyarakat Bali: Studi Kasus di Desa Adat Batubulan | 31 dimiliki oleh desa adat dan diberikan Mengingat sistem perkawinan di Bali kepada warga desa (karma desa) untuk umumnya dan di desa Batubulan tempat mendirikan bangunan rumah khususnya adalah menganut sistem dengan ukuran luas tertentu dan hamper patrilineal yang kini cenderung memilih sama untuk tiap-tiap keluarga (1987: 41). pola menetap neolokal, maka hal itu akan Berkaitan dengan hal ini masing-masing membawa sejumlah implikasi terhadap keluarga (song) yang menempati karang penguasaan tanah desa secara kumunal. desa di desa Batubulan mendapat lagi Pihak desa adat di masa mendatang tentu Tanah Ayahan Desa (AYDs) berupa akan mengalami masalah di dalam tanah sawah yang luasnya kurang lebih pengaturan tanah tersebut. Kecuali itu, mencapai 12 are (1200 m2). Tanah sector kepariwisataan (industri dan jasa) ayahan desa mirip dengan tanah gogolan yang semakin semarak berkembang tetap di Jawa. Sementara itu, pengertian secara tidak langsung juga berpengaruh song dalam hal ini adalah sebuah istilah terhadap berbagai aspek kehidupan yang dipakai untuk menunjuk secara komunitas desa bersangkutan. simbolis kepada sebuah Gapura tempat Monitoring tanah desa semakin keluar masuk (pemesuan) bagi satu tidak jelas lagi ketika pemerintah pekarangan rumah dengan tidak menurunkan kebijakan dalam bidang memperhitungkan berapa jumlah kepala pertanahan yang disebut Proyek Operasi keluarga (KK) yang ada di dalam Nasional Agraria yang disingkat dengan pekarangan tersebut. Kedua, tanah ulayat Prona berdasarkan keputusan Mendagri desa yang dimanfaatkan untuk No. 189 Tahun 1981 (Prisma No.9 Tahun kepentingan tempat ibadah yaitu Pura 1996: 13), maka di desa Batubulan pun Kahyangan Tiga, dan lain-lain Pura terjadi perubahan yang menyangkut milik desa adat. Biasanya Pura milik pemilikan dan penguasaan tanah ulayat desa adat ini disertai dengan tanah bukti desa. Dipandang dari perspektif berupa tanah pertanian atau tegalan yang persepsual dan konsepsual para warga masih produktif yang diklaim menjadi komunitas local, usaha-usaha milik Pura (atas nama Pura) sesuai pembangunan yang diprakarsai pusat dan dengan Proyek Daerah Agraria dilaksanakanoleh orang-orang yang (Dharmayuda, 1987: 40—41). datang mewakili pusat itu benar-benar Kendatipun demikian tanah bukti Pura merupakan suatu tindakan “memasuki itu masih di bawah monitoring desa adat. wilayah pertuanan orang tanpa ijin Ketiga, tanah desa sebagai kuburan (Wignjosoebroto, 1997: 4). Berkaitan (Setra), tanah lapang, dan lain-lain. Oleh dengan statemen ini tampak adanya karena itu desa adat sebagai komunitas intervensi sekaligus eksploitasi yang berkaitan dengan tanah ulayat pemerintah terhadap keberadaan desa cukup menarik untuk dikaji. adat. Dari sudut pandang eksternal (orang Komunitas desa yang ada di Bali luar desa adat Batubulan) tampaknya merupakan satu kesatuan dalam ikatan komunitas desa tidak menunjukkan yang khas. Sebagaimana halnya dengan gejolak social yang muncul ke masyarakat, komunitas itu tidak dalam permukaan. Akan tetepi kalau dicermati keadaan statis namun dinamis. dari sudut pandang internal (orang Kedinamisan itu tampak dalam salah satu dalam), komunitas desa bersangkutan aspek yaitu pendukungnya semakin lama tampaknya bagaikan api dalam sekam semakin besar dalam arti jumlah yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan orangnya maupun kepala keluarganya persoalan baru yang lebih serius yang karena perkawinan dan kelahiran. dapat mengarah kepersoalan laten. 32 | I Ketut Kaler Sunari Penjor (Vol. 2. No. 1. Maret 2018) Sesungguhnya masing-masing Berpijak dari pandangan di atas desa adat di Bali umumnya telah kiranya para antropolog dapat memiliki pranata yaitu semacam menentukan akses. Sebab bagaimana pun peraturan yang menyangkut kedudukan juga obyek kajian seperti ini juga dan peranan serta hak dan kewajiban menjadi kajian Antropologi. Hubungan warga yang disebut dengan Awig-Awig. penguasaan tanah bukan saja Di desa Batubulan pengaturan menyangkut hubungan antara manusia penggunaan karang desa telah pula dengan tanahnya semata-mata. tertuang ke dalam awig-awig. Melainkan juga menyangkut hubungan Sebagaimana pula Korn menyatakan, antara manusia dengan manusia. bahwa pembagian tanah desa dari Hubungan manusia dengan benda hanya penduduk desa menentukan hak dan mempunyai makna jikalau hal itu kewajiban keanggotaannya(1972: 78). merupakan hubungan aktivitas Salah satu bunyi awig-awig desa adat (Tjondronegoro dan Wiradi, 1984: 287). Batubulan adalah sebagai berikut: Pandangan seperti ini mengandung implikasi Antropologis si mana obyek “ ………………..Sang ngamong karang kajiqn ini bukan ditujukan kepada tanah ayahan desa (karang pecatu uutawi tan semata-mata, melainkan bagaimana tanah pecatu) tan kengin ngadol duaning (ulayat desa). karang inucap sinanggeh tatak ayah ring Kahyangan Tiga, " (artinya: bagi mereka II. PROFIL DESA BATUBULAN warga yang menguasai tanah desa baik disertai dengan AYDs maupun tidak Secara umum keberadaan desa- dengan AYDs., tidak diperkenankan desa di Bali tidak menunjukkan menjual tanah tersebut karena tanah keberagaman yang berarti, karena dasar tersebut merupakan bekal untuk filosofis terbentuknya desa-desa itu melaksanakan kewajiban di Pura dijiwai oleh ajaran-ajaran agama Hindu Kahyangan Tga)………………..” (Korn, 1932; Koentjaraningrat, 1964; Kartohadikoesoemo, 1984; Surpha,1995). Senada dengan hal terurai di atas, Akan tetapi kalau dilihat dari sudut Soebandi menyatakan bahwa semua pandang Indonesia tampaknya desa-desa tanah pekarangan desa dan tanah yang di Bali mempunyai kekhasan tersendiri. terletak di sekitar wiyah desa adat atau Kekhasan itu tampak dalam wujud desa pekraman yang berarti termasuk simbolik berupa Pura Kahyangan Tiga tanah Kahyangan Tiga adalah milik desa (tiga kuil desa) yang bermakna sebagai adat yang berarti tanah tersebut tidak pemersatu warga desa yang dilandasi boleh diperjualbelikan (1981: 50). oleh filosofi Tri Hita Karana. Kendati pun desa adat Batubulan telah Perkembangan lebih lanjut memiliki awig-awig yang di dalamnya mengenai desa di Bali dibedakan menjadi juga mengatur penggunaan tanah desa dua bentuk sesuai dengan fungsinya seperti tersirat dalam uraian di atas, yaitu: Desa Adat dan Desa Dinas. Desa namun faktanya awig-awig itu Adat dirumuskan sebagai suatu ikatan diperlakukan kurang adil oleh aparat komunitas yang bersifat social, pemerintah. Artinya awig-awig itu berada tradisional, dan religius adalah suatu pada posisi tersubordinasi oleh desa dinas kesatuan wilayah di mana para warganya dan tidak diperlakukan sebagai peraturan secara bersama-sama atas tanggungan yang saling melengkapi. bersama mengonsepsikan dan mengaktifkan upacara-upacara Arti dan Fungsi Tanah Adat Bagi Masyarakat Bali: Studi Kasus di Desa Adat Batubulan | 33 keagamaan, kegiatan-kegiatan social Desa Batubulan. Berkaitan dengan yang ditata oleh suatu sistem budaya keadaan tanah wilayah desa ini maka (awig-awig). Rasa kesatuan sebagai dikenal adanya dua jenis yaitu: 1) Tanah warga desa adat diikuti oleh faktor Tri Pekarangan Desa (PKD), dan 2) Tanah Hita Karana (Raka, 1955: 19; Pitana, Ayahan Desa (AYDs). Termasuk ke 1994: 147—148). dalam tanah PKD. Adalah semua tanah di Sementara itu, pengertian Desa mana tempat para warga desa Dinas dirumuskan sebagai kesatuan membangun rumah yang dalam komunitas yang lebih bersifat terminology local disebut dengan Karang administratif atau kedinasan. Warga Sikut Satak. Sedangkan termasuk ke komunitas Desa Dinas disatukan oleh dalam tanah AYDs. adalah semua tanah adanya fungsi yang dijalankan desa pertanian yang dikerjakan oleh warga sebagai kesatuan administratif. Dengan desa. Selain itu masih ada jenis tanah lain demikian kedua pengertian desa di atas seperti: Tanah Bukti Pura (Pelaba dapat diibaratkan sebagai dua sisi dalam Pura), Tanah Kuburan (Setra), dan tanah satu mata uang yang hanya dapat lapang lainnya. Kesemua tanah tersebut dibedakan dalam fungsi dan di atas diklaim oleh desa sebagai Tanah substansinya. Desa atau Tanah Druwe Desa. Memfokuskan ke wilayah desa Kendati pun perkembangan sector Batubulan yang menjadi obyek kajian ini pariwisata cukup pesat dan menjanjikan akan merujuk pula kepada dua pengertian di desa ini, namun aktivitas di sektor tentang Desa seperti terurai di dalam pertanian sementara ini masih digeluti halaman terdahulu. Desa ini adalah salah oleh sebagian warga masyarakat satu desa yang berada di wilayah meskipun dalam jumlah areal dan kecamatan Sukawati, kabupaten Gianyar- personal yang semakin terbatas. Adapun Bali. Adapun luas wilayahnya meliputi tata guna tanah di desa ini 644.00Ha. dengan batas wilayah sebagai pemanfaatannya terdistribusi sebagai berikut: barikut: Untuk persawahan 61%, Di sebelah Utara : Desa Singapadu Permuiman/Perumahan 20%, Tegalan Di sebelah Timur : Desa Ketewel 8,3%, dan sisanya 10,7% untuk fasilitas- dan Guwang fasilitas social-ekonomi (Monografi Desa Di sebelah Selatan : Desa Ketewel Batubulan). Di sebelah Barat : Desa Kesiman III. ANALISIS ARTI DAN FUNGSI Kertalangu, Kota Denpasar. TANAH ADAT Pada mulanya desa Batubulan adalah sebuah desa agraris. Kecuali itu, Tata Guna Tanah desa ini mempunyai potensi yang cukup Secara historis pada jaman menjanjikan seperti Seni Tari dan Seni kekuasaan raja-raja di Bali yaitu sekitar Ukir (Patung). Keberadaan kesenian ini abad XVII—XIX (lihat Tara, 1987: 11— semakin berkembang pesat sejalan 19; dan Wirawan, 1985), sistem dengan ditetapkannya desa ini sebagai penguasaan tanah didasarkan atas ikatan Desa Wisata. feudal dan hal ini berlaku pula di Desa Batubulan dibagi ke dalam beberapa daerah lainnya di Indonesia. tiga wilayah desa adat yaitu: 1) Desa Implementasi penguasaan tanah seperti Adat Tegaltamu, 2) Desa Adat Jero Kuta, ini didasarkan atas beberapa faktor yaitu: dan 3) Desa Adat Delod Tukad. Secara 1) tanah pada prinsipnya adalah milik adnministratif ketiga Desa Adat ini Raja atau Rajalah yang memiliki tanah termasuk ke dalam satu Desa Dinas yaitu yang ada di wilayah kerajaannya, 2) 34 | I Ketut Kaler Sunari Penjor (Vol. 2. No. 1. Maret 2018) Rakyat adalah milik Raja yang dapat terdapat kompleks bangunan yang secara dieksploitasi untuk kepentingan dan ideal kekinian terdiri dari satu bangunan kehormatan Raja (Tauchid, 1953: 16; rumah untuk tempat tidur, satu bangunan Suhendar, 1996: 10—11). Oleh karena khas bali untuk aktivitas adat dan agama, ikatan feodal antara Raja dengan Rakyat satu kompleks bangunan kuil keluarga demikian kuatnya, maka segala yang (Sanggah Pemerajan) yang biasanya berkaitan dengan kehidupan rakyat diposisikan pada arah timur laut (kaja- ditentukan oleh raja termasuk juga kangin), satu bangunan kuil kecil pembagian atas tanah. Dengan demikian (sanggah natah/pengijeng) yang terjadilah hubungan yang sangat erat diposisikan di tengah halaman rumah, antara raja dengan rakyatnya yang dan satu lagi kuil kecil (penunggun dikenal dengan sebutan hubungan kaula- karang) yang diposisikan pada arah Barat gusti (Onghokham, 1983: 61). Laut (kaja-kauh). Selain berupa Awal mulanya di desa Batubulan kompleks bangunan seperti tersebut di tanah ulayat desa atau tanah komunal atas, biasanya masih menyisakan sedikit dikuasai oleh desa adat. Adapun tanah ini halaman kosong yang disebut dengan terbagi ke dalam dua jenis yaitu: 1) teba (“a” dibaca “e”). Biasanya fungsi Tanah Pekarangan Desa (PKD), dan teba ini adalah untuk mengandangkan Tanah Ayahan Desa (AYDs). Kecuali ternak, membuang sampah, menyimpan untuk tata guna tanah seperti tersebut di kayu bakar, dan sebagainya. Satu atas, juga pemanfaatannya untuk bangunan lagi yang cukup penting untuk fasilitas-fasilitas umum dalam arti untuk menyimpan hasil produksi pertanian kepentingan bersama bagi warga khususnya padi adalah disebut Jineng. masyarakat adat yang bersangkutan. Namun dilain-lain tempat di Bali Adapun fasilitas umum tersebut dapat bangunan jenis ini sering disebut meliputi: Pura Kahyangan Tiga (Kuil Kelumpu atau Gelebeg. Demikian Desa), Kuburan (setra), Sekolah, sepintas gambaran umum bangunan Puskesmas, Lapangan, dan jalan-jalan rumah di desa Batubulan yang terdiri dari desa. kompleks bangunan-bangunan. Terkait dengan penggunaan tanah desa khususnya tanah pekarangan desa Arti dan Fungsi Tanah Adat dari dimanfaatkan oleh warga untuk Perspektif Agama membangun rumah sebagai tempat Penduduk di desa Batubulan adalah tinggal. Rumah-rumah dibangun di mayoritas dari etnik Bali yang menganut sepanjang jalan propinsi yang membelah agama Hindu. Hal itu ditandai dengan desa. Pola bangunan rumah-rumah ini banyaknya tempat-tempat peribadatan sebagaimana lazimnya didaerah-daerah berupa Pura, baik Pura keluarga (Kuil dataran mengikuti pola konsentris dalam Keluarga) maupun Pura Kahyangan Tiga arti rumah-rumah di bangun (Kuil Desa) yang tersebar di masing- mengelompok terpusat di sepanjang jalan masing desa. Kehidupan masyarakat di yang membelah desa. Sementara itu desa Batubulan maupun masyarakat Bali tanah-tanah persawahan berada pada umumnya sangat dipengaruhi oleh ajaran posisi di sisi timur maupun barat dari Agama Hindu yang memiliki Lima Dasar kompleks permukiman penduduk. Keyakinan yang disebut Panca Crada. Secara khusus masing-masing Kelima keyakinan tersebut meliputi: kompleks bangunan rumah di desa Widhi Tatwa—Percaya akan adanya Batubulan dapat dijelaskan sebagai Sanghyang Widhi (Tuhan) berikut. Di dalam satu pekarangan rumah Arti dan Fungsi Tanah Adat Bagi Masyarakat Bali: Studi Kasus di Desa Adat Batubulan | 35 Atma Tatwa—Percaya akan adanya seluruh warga desa yang menempati atau Atma (Roh Leluhur) mengusahakan tanah adat tersebut. Di Karmaphala—Percaya akan adanya dalam konsep ngayahang terkandung hasil atau buah dari perbuatan makna berupa bantuan tenaga maupun Punarbhawa—Percaya akan kelahiran berupa benda. Hal itu dilakukan terkait berulang-ulang dengan aktivitas warga desa berkenaan Moksa—Percaya akan adanya dengan tiga kuil desa atau Kahyangan kebebasan dari ikatan duniawi atau Desa. Aktivitas semacam itu merupakan kehidupan kekal abadi cerminan dari pelaksanaan terintegrasi Terkait dengan sistem kepercayaan dari konsep Tri Hita Karana yang yang dilandasi oleh agama Hindu, maka merupakan landasan filosofis desa adat. masyarakat ini sangat yakin bahwa tanah Karena itu, antara Tuhan (Ida Sanghyang mempunyai arti dan nilai religius tinggi. Widhi), manusia,dan alam semesta Tanah diyakini sebagai salah satu unsure seharusnya diperlakukan secara serasi pembentuk Bhuwana Agung (Alam dan seimbang sesuai dengan kaidah- Semesta) dan Bhuwana Alit (Tubuh kaidah yang terkandung dalam ajaran Manusia. Arti dan nilai religious terhadap Agama Hindu. Dengan demikian di tanah diaktualisasikan ke dalam berbagai dalam pemanfaatan tanah adat ekspresi baik dalam wujud benda diusahakan untuk kepentingan diri dan maupun penamaan. Diantaranya yang masyarakatnya dan sekaligus pula berwujud benda seperti Tugu Penunggun sebagai sarana untuk mendekatkan diri Karang. di setiap pekarangan rumah. kepadaNya. Demikian pula tanah dihormati sebagai Konsep Tri Hita Karana pada sesuatu yang sacral sehingga diberi nama dasarnya adalah “suatu sistem panutan” Hyang Ibu Pertiwi. Di dalam yang memedomani perilaku masyarakat membangun sebuah rumah harus Bali. Dengan adanya kenyataan ini, maka memperhatikan beberapa hal terkait konsep ini sangat berpengaruh terhadap dengan tanah khususnya tanah sawah. aktivitas masyarakat Bali. Konsep ini Pertama-tama harus dilakukan upacara terbagi menjadi tiga bagian yaitu: yang disebut dengan Nyapuh Pundukan dilanjutkan dengan Nuntun Betara Sri. 1. Parhyangan Adapun tujuan dari upacara ini adalah Parhyangan atau Kahyangan untuk mengembalikan Betara Sri ke mengacu kepada tempat suci untuk tempat asalnya yaitu Pura Ulun Carik. memuja Dewa atau Hyang Widhi. Selain itu, sekaligus juga untuk Masyarakat Bali memiliki banyak tempat memohon keselamatan bagi orang yang suci dalam berbagai unit-unit social akan menempati rumah tersebut. Tahap seperti keluarga, Klen, dan juga Subak selanjutnya, dilakukan upacara yang yang selalu dipersatukan oleh ikatan disebut dengan Ngeruak Karang religious dalam wujud Pura. Namun dari sekaligus dengan upacara Pecaruan. sekian banyak Pura, diantaranya ada tiga Tujuannya juga untuk memohon yang dianggap penting untuk mengikat keselamatan bagi penghuni rumah komunitas orang Bali ke dalam kesatuan tersebut. desa adat yang disebut Pura Kahyangan Sementara itu, pada sisi lain tanah Tiga (Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura adat mempunyai fungsi sosial-religius. Dalem). Hal itu dapat diamati dari kewajiban warga desa untuk menyumbangkan 2. Palemahan tenaga dan atau benda (ngayahang) bagi 36 | I Ketut Kaler Sunari Penjor (Vol. 2. No. 1. Maret 2018) Palemahan mengacu kepada unsur ini. Oleh karena itu segera setelah lingkungan atau wilayah di mana kanusia manusia meninggal dunia dilakukan berada. Lingkungan dapat dibagi ke upacara ngaben. Demikianlah dalam dua unsur yaitu: abiotik dan biotic. sesungguhnya manusia Hindu akan selalu Unsure abiotik meliputi berbagai hal terikat dengan tanah baik semasa hudup seperti cahaya, suhu, tanah, air, udara, zat maupun setelah meninggal dunia. kimia dan lain-lain benda mati. Sedangkan unsure biotic meliputi Arti dan Fungsi Tanah Adat dari tumbuh-tumbuhan dan binatang (flora Perspektif Sosial dan Fauna). Namun menurut konsep Tanah wilayah desa adat Batubulan masyarakat Bali, mahluk hidup yang adalah merupakan tanah ulayat. menghuni suatu lingkungan ataupun alam Pemanfaatannya diberikan kepada setiap semesta mencakup pula berbagai mahluk kepala keluarga yang terdaftar secara halus yang statusnya lebih rendah dari resmi sebagai warga persekutuan desa Dewa bahkan dari manusia. adat. Arti dan fungsi tanah adat dipandang dari perspektif social tidak 3. Pawongan jauh berbeda dengan bunyi pasal 6 Pawongan mengacu kepada unsur UUPA. Tahun 1960 yang menegaskan manusia, baik sebagai mahluk individu bahwa semua hak atas tanah mempunyai maupun sebagai mahluk social yang funggsi social. Hal itu berarti hak atas lazim juga disebut Pakraman. Manusia tanah apapun yang ada pada seseorang sebagai pakraman membentuk suatu unit atau badan hukum tidaklah dibenarkan social atau disebut pula lingkungan tanahnya itu dimanfaatkan (tidak social. Orang Bali selalu terikat pada dimanfaatkan) semata-mata untuk beberapa aspek kehidupan social antara kepentingan pribadi (pribadi bagi hukum lain pada suatu tempat tinggal bersama, desa adat). Apalagi hal itu dapat kesatuan administrasi tertentu, dan menimbulkan kerugian bagi masyarkat keanggotaan berbagai asosiasi (seka). luas. Keterikatan orang Bali terhadap tempat Secara de facto fungsi social atas tinggal tertentu melahirkan desa adat tanah adat di desa Batubulan tampak yaitu kesatuan masyarakat hokum adat dalam penyediaan tanah milik desa untuk yang mempunyai satu kesatuan tradisi, kepentingan Pura, Bale Banjar, Balai tata karma pergaulan hidup yang Desa, Sekolah, Lapangan, Kuburan, berpedoman kepada ajaran agama hindu jalan-jalan desa, serta sarana dan dan secara turun-temurun prasarana umum lainnya. Berkaitan Kecuali contoh di atas terkait dengan hal itu, sudah sewajarnyalah dengan tanah, dapat pula diajukan contoh tanah dipelihara dan dijaga sebaik- lain yang terkai dengan upacara baiknya agar sesuai dengan fungsinya. kematian. Sebagaimana halnya di Bali, di Karena itu, setiap orang, badan hokum, desa Batubulan juga dilaksanakan instansi, persekutuan hokum yang upacara pembakaran mayat (ngaben). mempunyai hubungan hokum dengan Upacara ini merupakan satu tahap tanah adat wajib memeliharanya. upacara Pitra Yadnya dengan tujuan Penggunaan tanah adat haruslah untuk mempercepat proses pengembalian disesuaikan dengan situasi dan sifat dari jasad manusia kepada asalnya yaitu haknya, sehingga dapat memberikan arti, Panca Maha Butha (Pertiwi, Apah, Teja, manfaat, serta fungsi optimal bagi Bayu, Akasa). Masyarakat sangat yakin masyarakat dan Negara. Hal itu bukan bahwa tubuh manusia dibentuk oleh lima berarti mengabaikan kepentingan Arti dan Fungsi Tanah Adat Bagi Masyarakat Bali: Studi Kasus di Desa Adat Batubulan | 37 perseorangan. Sedapat mungkin memuaskan, maka kebiasaan itu masih kepentingan masyarakat dan kepentingan akan tetap dilaksanakan. perseorangan diusahakan berjalan secara Di dalam melaksanakan kegiatan seimbang. Karena itu pemanfaatan tanah pertanian khususnya pertanian sawah, desa oleh karama desa merupakan bagian para petani dewasa ini mengalami dari fungsi sosial. berbagai tantangan . Tantangan tersebut Seperti telah dijelaskan pada antara lain seperti terbatasnya persediaan halaman sebelumnya, penggunaan tanah air, terbatasnya tenaga kerja, adanya alih adat yang telah disesuaikan dengan fungsi lahan menjadi permukiman dan situasi dan sifat dari haknya, sehingga penyediaan fasilitas pariwisata. Kesemua dapat memberikan arti, manfaat, serta tantangan tersebut sangat berpengaruh fungsi optimal bagi masyarakat dan kepada tingkat keberhasilan yang akan Negara adalah merupakan bagian dari dicapai oleh para petani. Walaupun peranan dan fungsi desa adat itu sendiri. komunitas petani mengalami berbagai Bagi desa adat batubulan, tanah-tanah tantangan, namun para petani tetap adat tersebut telah terdistribusi secara berusaha menggarap lahan dengan sebaik merata kepada warga komunitas adat mungkin disertai harapan agar dapat menurut perhitungan song baik berupa memberikan hasil yang semaksimal tanah Pekarangan Desa (PKD) maupun mungkin sehingga dapat menjamin tanah Ayahan Desa (AYDs). Hal itu keberlangsungan hidup keluarganya sudah menunjukkan bahwa tanah-tanah (pertanian subsisten). Adapun upaya adat tersebut memberikan nilai dan yang ditempuh oleh para petani untuk fungsi social bagi warga komunitasnya. meningkatkan hasil produksinya yaitu dengan mengadakan intensifiksi dan Arti dan Fungsi Tanah Adat dari penganekaragaman jenis komoditi. Perspektif Ekonomi Di desa Batubulan jenis tanah Masyarakat petani adalah pertaniannya tergolong subur dengan masarakat yang konstan, dalam arti tidak irigasi cukup memadai pada musim mau secara cepat mengadakan tertentu. Di dalam proses pengolahan perubahan-perubahandlam lahan pertanian kemampuan petani untuk kehidupannya. Mereka ada menggunakan teknologi sangat besar kecenderungan hidup tenteram dari hari pengaruhnya terhadap peningkatan hasil ke hari mengolah tanahnya dan kemudian produksi pertaniannya. Para petani akan merasa puas jika hasil panennya dituntut kemampuannya secara optimal baik dan dapat terjual dengan harga yang untuk memanfaatkan teknologi tepat memadai. guna dalam usahanya melipatkan hasil Perubahan-perubahan yang terjadi produksi dengan lahan yang terbatas. di sekitarnya baik akibat kemajuan ilmu Sistem teknologi merupakan seperangkat pengetahuan dan teknologi, karena peralatan dan cara menggunakannya di pembauran dan integrasi serta dalam segala macam sistem teknologi. hubungannya dengan dunia luar akibat Teknologi pertanian sesuai dengan tahap- terpecahnya isolasi akibat komunikasi tahap kegiatan yang dapat dikatagorikan maupun akibat-akibat langsung dari ke dalam beberapa hal seperti: teknologi pembangunan yang dilaksanakan oleh pengolahan tanah, teknologi penanaman, pemerintah disambutnya debgan baik. teknologi pemeliharaan tanaman, serta Akan tetapi apa yang telah mereka teknologi pemanenan dan pengolahan kerjakan dan dirasakan baik serta hasil. 38 | I Ketut Kaler Sunari Penjor (Vol. 2. No. 1. Maret 2018) Di dalam bentuk lain, teknologi fisik lainnya, keempar unsure itu telah dapat puladikatagorikan ke dalam dua hal mulai diadopsi dan mengarah kepada yaitu teknologi tradisional dan teknologi penerapan teknologi modern. Dalam hal modern. Pengertian teknologi tradisional peralatan/perkakas yang tampaknya selain dikaitkan dengan peralatan dan memang tidak banyak keragamannya di penggunaan peralatan yang sudah dipakai dalam proses penanaman dan secara turun-temurun, adakalanya pemeliharaan tanaman khususnya dikaitkan dengan efisiensi serta tanaman padi. Tidak tampak terjadi kepercayn yang berada di belakang perubahan yang drastic yang membawa teknologi tersebut. perbedaan atau perubahan yang nyata Pada umumnya dalam teknologi dalam kegiatan pertanian tersebut. tradisional efisiensi masih rendah dengan Dalam hal peralatan yang kata lain tenaga yang digunakan tidak digunakan untuk menunjang aktivitas sebanding dengan hasil yang dicapai. pertanian masih menggunakan peralatan Tampaknya dengan penggunaan yang sederhana seperti cangkul, sabit, teknologi modern yang ditandai dengan bajak, parang dan lain-lain. Selain alat pemakaian alat-alat baru sesuai dengan tersebut dikombinasikan pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan handsprayer dan traktor yang dianggap teknologi mempunyai efisiensi yang jauh modern. Tampaknya teknologi modern lebih tinggi, dengan unsure kepercayaan dibutuhkan dan disesuaikan dengan yang semakin memudar. Di desa ini, situasi dan kondisi lahan pertanian. khususnya di dalam penerapan teknologi Luas sempitnya lahan yang digarap penanaman dan pemeliharaan tanaman, oleh petani membawa implikasi terhadap tidak sepenuhnya dapat dikatagorikan tenaga kerja yang dibutuhkan. Dalam hal kedalam teknologi tradisional, sebab ini tampak adanya relasi positif antara unsure tradisional dan unsure modern jumlah tenaga kerja dengan dengan luas selalu dikombinasikan. lahan yang digarapnya. Bagi petani yang Peralatan meliputi semua alat-alat menggarap lahan yang relative luas, yang dipakai dalam proses penanaman maka pada tahap-tahap tertentu akan dan pemeliharaaan tanaman. Pada merasa kewalahan menggarap lahannya. prinsipnya setiap peralatan yang ada Terlebih lagi bagi petani yang bertujuan membantu manusia , sehingga mempunyai pekerjaan sampingan akan denngan keterbatasna fisik yang dimiliki sangat kewalahan proses pengerjaannya. dapat dilakukan beraneka ragam Untuk memperoleh tenaga pekerjaan. Di dalam bentuknya yang lain tambahan mereka berusaha mencari teknologi dapat berupa peralatan, bibit buruh upahan untuk mengerjakan fase- atau benih, pupuk, serta obat-obtan fase pekerjaan tertentu seperti mengolah pembasmi hama dan gulma serta tanah, menanam, dan pada saat panen. penyakit tanaman. Keempat unsure Tenaga upahan ini bervariasi dari satu teknologi ini sangat besar pengaruhnya tempat dengan tempat lainnya. Upah terhadap pola penanaman dan umumnya tidaak dipatok secara ketat, pemeliharaan tanaman. karena daya dan kemampuan tidak diukur Di desa ini, tampaknya keempat secara jelas tetapi dihitung sama untuk unsure ini sudah dikenal dan setiap tenaga kerja. Upah tenaga kerja diimplementasikan dalam kegiatan atau buruh tani berbeda untuk pekerjaan penanaman dan pemeliharaan tanaman. yang satu dengan pekerjaan yang lainnya. Walaupun demikian sesuai dengan Para petani di desa batubulan telah kemajuan pendidikan dan pembangunan mengolah tanah sawahnya dengan cukup

Description:
jaman dahulu. Pengaturan tanah lazim diatur dalam suatu hukum adat atau pranata adat. tanah di Bali sejak tiga dasawarsa terakhir. Pemilihan
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.