ebook img

antropologi indonesia PDF

17 Pages·2014·0.42 MB·English
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview antropologi indonesia

ISSN: 1693-167X ANTROPOLOGI INDONESIA Indonesian Journal of Social and Cultural Anthropology Momok Ketimpangan: Waktu, Sejarah, Antropologi, No 1 dan Modernitas Januari-April 2010 Teori dan Praktek dalam Studi Konfl ikdi Indonesia A N Kiai Pondok dan Cukong Rokok di Modjosongo: T R O Dilema Institusi Agama dalam Ruang Kapital P O L O G I IN D O N E S IA N o 1 , Ja n u a r i-A p r il 2 0 1 0 Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ANTROPOLOGI INDONESIA No 1, 2010 Advisory Board Dean of the Faculty of Social and Political Sciences, University of Indonesia Head of Department of Anthropology, Faculty of Social and Political Sci- ences, University of Indonesia Head of Center of Anthropological Studies, Department of Anthropology, Faculty of Social and Political Sciences, University of Indonesia Chief of Editors Tony Rudyansjah Managing Director Imam Ardhianto Administration & Finance Sri Paramita Budi Utami Secretary Dea Kartika Distribution & Circulation Aang Jatnika Executive Editors Dian Sulistiawati, Iwan Meulia Pirous, Semiarto Aji Purwanto, Ezra M. Choesin, Irwan M. Hidayana , Dave Lumenta. Technical Assistants Febrian Board of Editors Achmad Fedyani Saifuddin, University of Indonesia Birgit Bauchler, University of Frankfurt Engseng Ho, Duke University Greg Acciaioli, University of Western Australia Heddy Shri Ahimsa Putra, Gadjah Mada University Iwan Tjitradjaja, University of Indonesia Martin Slama, Austrian Academy of Sciences Meutia F. Swasono, University of Indonesia Kari Telle, Chr. Michelsen Institute Suraya Afi ff, University of Indonesia Timo Kaartinen, University of Helsinki Yasmine.Z. Shahab, Universitas Indonesia Yunita.T. Winarto, Universitas Indonesia ISSN 1693-167X ANTROPOLOGI INDONESIA is a refereed international journal Daftar Isi ANTROPOLOGI INDONESIA NO. 1 Januari-April 2009 Kiai Pondok dan Cukong Rokok di Modjosongo: Dilema Institusi 1 Agama dalam Ruang Kapital Suhadi Momok Ketimpangan: Waktu, Sejarah, Antropologi, dan 14 Modernitas Ismail F. Alatas Teori dan Praktek dalam Studi Konfl ik di Indonesia 28 Thung Ju Lan Politik Kekerasan (Para Jagoan) dan Dendam di Bali 41 I Ngurah Suryawan Penganekaragaman dan Penyeragaman dalam Aktivitas Nelayan 58 Pulau Sembilan: Sebuah Penjelasan Prosesual dan Kontekstual Munsi Lampe Kiai Pondok dan Cukong Rokok di Modjosongo: Dilema Institusi Agama dalam Ruang Kapital1 Suhadi (Center for Religious and Cross-cultural Studies Gadjah Mada University) Abstrak Kiai, alumni and santri Ilirkali fi rst confronted with the PRD and SMID who spearheaded the various demonstrations of labor movement in East Java. Now, communism as the common enemy no longer has a clear personifi cation and increasingly blurred. The intensity of the con- fl ict become more intensifi ed in mid-1998 in various areas in Java, forcing the local elites in Modjosongo do institutionalization consolidation of local leaders. Incident “communal pray- ing” is created as common platform transformation media for religion, politics and economics elite’s in Madukara. When labors’ demonstrations took place in Madukara several times in the transition era of the Reformation, Islamic propaganda becoming part of subjugation. This article presents how the position of the santri and the dilemma in the frame space of capital that fl ourished in the city. Key words: Space of capital, Santri, Labor, Cigarette brokerage Kalau Clifford Geertz telah mengajak sejarah lokal Modjokuto artikel ini juga me- Anda mengunjungi Modjokuto (Geertz, 1958), nilik perkembangan lokal di kota ini setelah sebuah kota di bagian selatan Jawa Timur tahun-tahun 1965. Tulisan ini memfokuskan (Jatim), saya ingin mengajak Anda singgah pada pertanyaan bagaimana para elit lokal sebentar di Modjosongo yang berjarak sekitar mengelola kepentingan dalam konteks ideologi 15 km di selatan Modjokuto. Untuk merekam pembangunan, serta pertanyaan etis tentang perkembangan bagaimana sebuah kota di Jawa relasi sosial keagamaan di dalamnya yang tak berkembang, lebih khusus lagi perkembangan mudah dijawab oleh masyarakat modern. dalam rentang tahun 1998 sampai 2005. Tak Perkembangan dan hubungan pabrik rokok bisa dihindari, untuk mempertautkan dengan Madukara di wilayah tengah kota Modjokuto 1 Artikel ini adalah hasil penyempurnaan dari Makalah and Partnership?’, 12–15 Juli 2005, Kampus Universitas yang dipresentasikan dalam panel ‘(Re)-Constructing Indonesia, Depok, Jawa Barat. Penulis banyak berteri- Collective Identities and Religious Imagination in De- makasih pada Prof. Merle. C. Ricklefs dan Dr. Pradjarta mocratizing Indonesia’ pada Simposium Internasional Dirjosanjato atas diskusi dan perhatiannya dalam proses Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA ke-4:‘Indonesia penelitian ini in the Changing Global Context: Building Cooperation ANTROPOLOGI INDONESIA 1, 2010 1 dengan pesantren Ilirkali di sebelah barat kota Ceritanya sangat berlainan dengan apa menandai pergeseran sosial penting dari apa yang diperagakan oleh para pemimpin Ilirkali yang telah terekam dalam studi Clifford Geertz tiga puluh tahun kemudian. Pada awal Agustus (1958, 1976) maupun Hermawan Sulistyo 1996 pemerintah sudah mulai mengeluarkan (2003). Baik Geertz maupun Sulistyo, ked- sinyalemen yang membabi-buta bahwa Partai uanya menempatkan kaum santri sebagai aktor Komunis Indonesia (PKI) berada di balik keru- penting dalam studi-studinya. Singkat kata, suhan Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, di kantor Geertz memposisikan kaum santri berhadap- PDI Jakarta (Jawa Pos, 2/8/1996). Pemerintah hadapan dengan kaum abangan dan kaum dan militer merasa akan menghadapi sebuah priyayi. Sedangkan Sulistyo memperhadap- tantangan yang besar sekali, sehingga perlu kannya dengan gerakan komunisme. Semen- meminjam pengaruh tokoh agama. Abdur- tara itu, artikel ini menyajikan sesuatu yang rahman Wahid melihat NU akan dimanfaat- agak lain. Bagaimana posisi kaum santri dan kan kembali oleh rezim Soeharto dalam isu dilemanya dalam bingkai ruang kapital yang komunisme ini. Oleh karena itu, PBNU pada berkembang di kota tersebut. Sebagaimana kita 1 Agustus 1996 mengeluarkan seruan agar mafhum, kapitalisme dan pembangunan masuk “warga NU hendaknya ikut menjaga keamanan tak terhindarkan ke kota-kota di manapun di dan ketertiban kehidupan masyarakat, ber- Jawa mulai awal tahun 1970an. Di Modjoson- bangsa, bernegara dan beragama”. Di balik go, setelah konfl ik berdarah tahun 1965−1966, seruan yang “datar” ini Gus Dur mengingatkan kaum santri membuat keputusan titik geser supaya warga NU tidak terlibat dan melibatkan peran sosial yang sangat menentukan bagi diri dalam kegiatan-kegiatan destruktif. Ia masa depannya yang masih terasa hingga kini. meminta agar warga NU berkoordinasi dengan pengurus PBNU, Badan Otonom di bawah NU, Titik Geser Peran Elit Kaum Santri atau lembaga NU yang ada di atasnya (Jawa Pos, 2/8/1996). Kalau Anda generasi yang lahir di akhir Pemerintah dan militer sejak awal mulai tahun 1970an dan mengalami masa kanak- mewacanakan PRD (Partai Rakyat Demokra- kanak serta remaja di Modjosongo, Anda pasti tik) berada di belakang kerusuhan 27 Juli. mendengar cerita heroik yang terus diulang Dalam temu alumni pesantren Gontor di dari para pelaku kekerasan maupun masyarakat Gedung Granada Jakarta, Kasad R. Hartono, penonton yang bangga dengan kekerasan mas- mengajak umat Islam untuk waspada dengan sal di Modjosongo sepanjang tahun 1965−1966 keberadaan PRD (Jawa Pos, 2/8/1996). Pemer- (Bdk. Cribb, 1990). Ilirkali, sebuah pesantren intah mulai mengidentifikasi bahwa PRD yang berdiri tahun 1910, menjadi bagian adalah metamorfosa dari PKI yang membalik penting dalam kekerasan ini. Korban pertama gerakan “Desa mengepung Kota”-nya PKI yang meninggal tanggal 5 Oktober 1965 dalam menjadi “Kota mengepung Desa” (Jawa Pos, peristiwa itu jatuh di tangan kelompok santri 3/8/1996). Nasution, tanggal 4 Agustus juga dari pesantren ini (Sulistyo, 2003, 163). Kiai, angkat bicara dengan menjelaskan tiga taktik alumni dan santri Ilirkali bersama tentara ter- komunisme-leninisme: infiltrasi-subversi, libat dalam pembantaian massal yang sangat perlawanan terbuka, dan perang saudara (Jawa dahsyat di empat bulan terakhir tahun 1965 Pos, 5/8/1996). serta delapan bulan pertama tahun 1966 dengan Di Jawa Timur, Pangdam V Brawijaya, gerakan yang lebih sporadis. Mayjen TNI Imam Utomo, dengan cepat 2 ANTROPOLOGI INDONESIA 1, 2010 merespons masalah ini. Pada tanggal 4 Agustus hidup beberapa tokoh yang pernah secara 1996 dia mengungkapkan bahwa TNI sedang loyal berkonfrontasi fi sik dengan PKI tahun mengejar aktivis PRD dan SMID (Solidaritas 1965−1966, termasuk seorang kiai kharismatik Mahasiwa Indonesia untuk Demokrasi) yang dari pesantren Ilirkali. Modjosongo, tempat menyebar di Surabaya, Modjosongo, dan se- konfrontasi fi sik paling hebat pembunuhan buah kota kecil di utara Modjosongo. Mereka massal 1965−1966, dipilih sebagai ikon ke- merupakan para aktivis yang mempelopori bangkitan anti komunisme di Jawa Timur. berbagai demo di kantong-kantong gerakan Peringatan kelahiran Banser secara nasional buruh di Jawa Timur (Jawa Pos, 5/8/1996). tahun itu akan diperingati secara besar-besaran Sampai akhir Agustus, para aktivis PRD dan di Modjosongo. Sampai di sini kita bisa men- SMID banyak ditangkap di kota besar dan kota guji apakah isu ini akan berkembang menjadi kecil di Jawa Timur. Sementara sampai akhir konfl ik dan kekerasan massa. bulan Agustus 1996, tidak ada informasi pen- Di sisi lain, para simpatisan PDI pro- angkapan aktivis di Modjosongo (Jawa Pos, Megawati saat itu juga telah menyebar luas di 5,11,13/8/1996). Tidak bisa dijelaskan secara Modjosongo. Pada Pemilu 1997, mereka mem- pasti apakah sebenarnya sinyalemen Pangdam boikot dengan tidak pergi ke TPS dan malah V Brawijaya tentang penyebaran aktivis PRD pergi bersama-sama ke kota di mana Sukarno dan SMID sampai ke Modjosongo yang tidak dimakamkan. (Wawancara dengan Sk, Agustus tepat atau aparat tidak bisa menangkap aktivis- 2003). Sementara itu sikap superioritas kaum aktivis PRD dan SMID di Modjosongo. santri atas kaum abangan masih terpelihara Di Jawa Timur, awalnya ternyata kiai-kiai terus dan sangat kuat di kalangan para kiai NU tidak bisa menolak ajakan untuk tidak (Wawancara dengan Im, Juli 2003).3 Tetapi mengkonsolidasikan diri dalam keputusan sepertinya dalam rentang lebih dari tiga puluh politik penguasa dan militer dalam isu ko- tahun sejak konfl ik 1965−1966 terdapat perge- munisme ini. Rais Syuriyah PWNU Jatim seran pilihan politik para kiai yang penting. pada era itu dan seorang kiai kharismatik Peringatan kelahiran Banser dengan acara dari Paiton mengikuti “Apel Merah Putih” utama ”Apel Akbar Banser” diselenggarakan di Surabaya yang mengeluarkan statemen di sebuah stadion kota Modjosongo, tanggal kebulatan tekad memberantas perusuh dan 31 Agustus 1996 dengan inspektur upacara menumpas komunisme seperti PRD, SMID Pangdam V Brawijaya. Rupanya Modjosongo dan LSM-LSM berpaham komunis (Jawa Pos, telah diincar menjadi ikon anti-komunisme di 6/8/1996)2. Meskipun ketua PBNU, Gus Dur, saat-saat yang tidak menentu tersebut (Bdk. ingin agar kiai-kiai NU tidak masuk dalam Chandra Ap, 2001). Menurut perkiraan panitia bingkai kepentingan penguasa dalam isu ini, sehari sebelumnya, upacara akan diikuti oleh tapi sepertinya kiai-kiai masih sulit mengambil sekitar 10 ribu anggota Banser. Agenda simbo- jarak dengan isu komunisme yang sangat dekat lik yang utama dari apel akbar ini adalah “ikrar dengan masa lalu mereka. kesetiaan kepada NU dan NKRI” (Jawa Pos, Sementara di Modjosongo dan sebuah kota di utara Modjosongo saat itu masih 3 Kiai Imron mengungkapkan kekecewaannya kepada Abdurrahman Wahid yang telah mengucapkan “mencoblos PDIP sama saja dengan mencoblos PKB” dalam kampanye Pemilu 1999. Akibatnya para kiai di Modjosongo merasa 2 Apel Merah Putih ini dihadiri pula oleh Gubernur Jatim, kesulitan membangun opini bahwa PKB adalah partainya Kasdam V Brawijaya, dan Ketua MUI Jatim. kaum santri dan PDIP adalah partainya kaum abangan. ANTROPOLOGI INDONESIA 1, 2010 3 31/8/1996). Dalam kondisi awal pergolakan pertama di rumah kiai Asnawi, seorang reformasi, Apel Akbar Banser nasional di Mod- alumni pesantren Ilirkali yang telah berdikari josongo ini menjadi tanda masih terseraknya mendirikan pesantren sendiri di Modjosongo. dan ketidakpastian ke mana arah politik kiai Pertemuan tersebut dihadiri para kiai terke- di banyak tempat, termasuk di Modjosongo. muka dari berbagai pesantren di Modjosongo, tetapi dengan berlangsungnya Apel Banser pengurus PCNU, pengusaha, dan aktivis muda tersebut, sebenarnya para kiai telah membuat NU (Subakir, 2003: 86). Pertemuan tersebut pilihan awal yang sangat mengkhawatirkan. kemudian melahirkan pelembagaan sebuah pa- Sebab, bagi penguasa dan militer mereka guyuban antar umat beragama dan penghayat kemudian mudah dibenturkan dengan kelom- kepercayaan yang sangat penting untuk masa pok yang dicap kiri, PRD, atau siapapun yang depan perdamaian di Modjosongo. berani menentang pemerintah. Kegiatan pertama Paguyuban ini, doa Sementara itu, sebenarnya saat itu reima- bersama antarumat beragama, diseleng- ginasi komunisme sebagai musuh bersama garakan pada 28 Juli 1998 di sebuah kampus tidak lagi memiliki personifi kasi yang jelas Islam swasta yang proses berdirinya banyak dan semakin kabur. Mungkin kenyataan ini disokong oleh pabrik rokok Madukara. Doa menjadi penting sekali mengapa reproduksi bersama yang sebenarnya agak kaku ini lebih isu komunisme tidak berlanjut kembali setelah menunjukkan upaya kampanye perdamaian sebuah kekerasan yang kemudian bergeser yang dipelopori para elit agama dengan meli- menjadi konfl ik dan kekerasan antar agama batkan umat beragama secara massif, diikuti pertama terjadi di Situbondo, sebuah kabupaten sekitar dua ribu orang. Meskipun diberi nama kira-kira 250 km di timur Modjosongo. Di “doa bersama”, pada praktiknya, doa dilaku- Situbondo, kekerasan massa terjadi pada saat kan sendiri-sendiri menurut agama dan aliran proses pengadilan terhadap seseorang yang masing-masing dalam ruang yang berbeda dan dituduh menghina agama dan kiai. Beberapa terpisah, sehingga sebenarnya kebersamaan gereja dan banyak toko menjadi sasaran amuk yang dimaksud lebih menunjukkan keber- massa. Peristiwa yang terjadi sekitar enam samaan “waktu”, tetapi setidaknya acara ini minggu setelah Apel Banser, tersebut memberi- cukup berhasil sebagai media transformasi kan pelajaran berharga kepada elit-elit kaum platform bersama para elit agama, politik dan santri di Modjosongo apakah mereka memilih ekonomi yang telah terumuskan sebelumnya kekerasan di Modjosongo atau sebaliknya, kepada massa yang lebih luas. Peristiwa ini mempersiapkan konsolidasi agar kasus yang juga menjadi tanda bahwa elit agama yang sama tidak terjadi di Modjosongo. Ternyata sekaligus menjadi elit kultural (Bdk. Wahid, pilihan kedua inilah yang menjadi pilihan para 1974) masih memiliki pengaruh yang luas di elit lokal di Modjosongo. masyarakat. Melihat intensitas konfl ik yang semakin Meskipun kiai Asnawi dan beberapa pen- menguat pada pertengahan 1998 di berbagai gurus NU di mana seorang kiai muda dari wilayah di Jawa, para elit lokal di Modjosongo pesantren Ilirkali menjadi Rais Syuriyah NU mulai memperbincangkan pelembagaan kon- kota itu merupakan garda depan Paguyuban, solidasi tokoh-tokoh lokal untuk mengelola tetapi pesantren Ilirkali secara institusi baru platform perdamaian yang telah dimulai secara melibatkan diri di Paguyuban secara intensif informal antar para elit lokal sebelumnya. Pada dan mendalam satu tahun setelah Paguyuban tanggal 10 Mei 1998 diadakan pertemuan dibentuk. Sebuah keputusan yang agak menge- 4 ANTROPOLOGI INDONESIA 1, 2010 jutkan berlangsung ketika pesantren Ilirkali baru dengan terlibat aktif dalam pemilu. Kini tiba-tiba ditempati acara “halal bi halal antar saatnya untuk mengumpulkan tulang-tulang agama Paguyuban” tanggal 29 Januari 2000. yang terpisah...” (Sulistyo, 2003, 228−229). Setahun berikutnya, 3 Pebruari 2001, acara yang sama juga diadakan kembali di pesantren Bertemunya Kiai Pondok dan Cukong Ilirkali. Kemudian tanggal 9 Pebruari 2001 di Rokok salah satu komplek terbesar pesantren ini juga berlangsung malam keakraban antaragama Arah keberpihakan pesantren Ilirkali pada yang diprakarsai Paguyuban (Subakir, 2003: platform perdamaian dan “pembangunan” 114−118). Pada titik inilah terdapat pergeseran (developmentalisme) semakin jelas sekitar peran yang dimainkan oleh pesantren Ilirkali satu dekade setelah Pemilu 1971 tersebut. di masa lalu, 1965−1966, dengan perannya Keberpihakan ini pada saat bersamaan juga di era transisi Reformasi 1998. Meskipun, menunjukkan siapa partner penting bagi Ilirkali sebagaimana diungkapkan di bawah nanti di tingkat lokal. Ketika Tan Tek Ho -pendiri dalam kajian Sulistyo (2003), titik geser kaum pabrik rokok Madukara- meninggal dunia, kiai santri di kota ini mulai terlihat sebelum Pemilu Mahbub, salah satu pemimpin Ilirkali generasi 1971, namun perannya kini dalam membangun kedua, mengungkapkan kesan-kesannya men- harmoni dan kohesi sosial semakin nyata dan genai Tan Tek Ho sebagai berikut: mendalam. Di masa lalu peran agama diperun- tukkan untuk pendorong kekerasan, dan kini, ”...karena dulu dia pernah melarat, dia sekarang jadi suka membantu orang. ...Kalau tidak ada agama menjadi bagian penting penyokong Madukara, Modjosongo gelap dan tidak punya usaha-usaha perdamaian. pamor. Tek Ho seperti ingin membagi keuntun- Menarik untuk menelusuri kapan titik awal gan yang diperolehnya bersama masyarakat...” pergeseran peran kaum santri di Modjosongo (Majalah Tempo, 7/9/1985) terjadi. Di bagian akhir bukunya, Sulistyo (2003) sudah mulai menangkap arah pergeser- Ungkapan ”kalau tidak ada Madukara, an peran sosial politik pesantren Ilirkali setelah Modjosongo gelap dan tidak punya pamor” peristiwa 1965−1966, khususnya tentang re- menjadi penanda penting telah terbukanya spons pesantren Ilirkali terhadap Pemilu 1971, ruang integrasi antara kiai Mahbub sebagai dia menulis sebagaimana berikut ini: kiai pondok terbesar di Modjosongo dengan ”Di tempat-tempat konfl ik dan pembunuhan Tan Tek Ho sebagai cukong rokok terbesar. (yang) terjadi secara intens... para bekas aktor Si cukong rokok, demikianlah Tek Ho sering sudah kehabisan tenaga untuk menjalankan dipanggil oleh orang-orang terdekatnya. permainan lama. Mereka juga tidak tertarik lagi Begitu juga namanya yang sangat popular di untuk terlibat dalam permainan politik yang masyarakat Modjosongo. Mengenai istilah baru (Pemilu 1971), karena prioritas mereka “cukong”, secara literal bisa diartikan sebagai pada masalah ekonomi. ...Santri pesantren dari “juragan” atau “majikan”. Menurut beberapa generasi yang lebih muda dipengaruhi oleh literatur, istilah tersebut biasanya disandar- kiai mereka untuk lebih memusatkan tenaga kan pada etnisitas tertentu, khususnya China. pada tujuan yang paling pokok: pengajaran Dalam perkembangannya, istilah “cukong” Al-Quran. Lebih dari itu, banyak santri yang bisa bermakna positif, tapi tidak jarang juga terlibat dalam konfl ik NU-PKI telah lulus. Kini pernah dipakai dalam konotasi yang negatif. bukan saat yang tepat untuk membuka konfl ik Di artikel ini, istilah “cukong” dipakai lebih ANTROPOLOGI INDONESIA 1, 2010 5 dalam pengertian yang positif. haan pamannya dan mulai merintis perusahaan Tidak ada informasi secara pasti relasi rokoknya sendiri pada tahun 1956, dan sejak Kiai Mahbub dan Tan Tek Ho pada waktu itu. 1958 mendaftarkan perusahaannya dengan Biografi tentang tiga tokoh Ilirkali hanya men- bendera ”Pabrik Rokok Tjap Madukara” catat relasi kiai Mahbub dengan pemimpin-pe- (Hanusz, 2003: 148). Perusahaan ini mulai mimpin politik dan militer. Tetapi satu hal yang berkembang pesat setelah pada tahun 1979 ikut penting dicatat adalah pengakuan kiai Mahbub berkompetisi dalam persaingan SKM (Sigaret sendiri bahwa Tan Tek Ho biasa memberikan Kretek Mesin), menyusul dua perusahaan komitmen sosial tanpa woro-woro. Artinya, rokok besar lainnya yang telah mendahuluinya sejak awal kemungkinan telah terjadi hubun- (Young, 1997). Pada tahun 1968, pemerintah gan yang dekat antara Ilirkali dan Madukara. Orde Baru di bawah UU penanaman modal Sampai di sini kita bisa menarik kesimpulan dalam negeri, memberikan lisensi mekanisasi bahwa pada saat bersamaan sebenarnya antara hanya kepada empat perusahaan rokok na- keduanya telah berkomunikasi untuk memban- sional, salah satunya Madukara. gun platform sosial bersama. Madukara yang kini menjadi perusahaan Kedekatan kiai Mahbub dengan Tan Tek terbesar di Modjosongo memiliki nilai penting Ho semakin tampak misalnya ketika dia tersendiri bagi masyarakat Modjosongo. Peru- menghadiri pemakaman Tan Tek Ho tak jauh sahaan rokok ini menentukan perekonomian di dari pusat pabrik Madukara. Pada umum- tingkat lokal. Madukara mengambil porsi 68 nya, mendoakan orang non-Muslim ketika % dari industri yang ada di Kota Modjosongo. meninggal dunia masih merupakan sesuatu Selain itu perusahaan ini juga memberikan yang kurang lazim, termasuk di Modjosongo kontribusi terbesar dalam PDRB (Produk sendiri. Lebih dari itu ternyata kiai Mahbub Domestik Regional Bruto) masyarakat Kota bersama sebagian santri Ilirkali membacakan Modjosongo, yakni sekitar Rp 15,594 trilyun tahlil (doa-doa) selama tujuh hari berturut-turut dari total PDRB Rp 19,727 trilyun. Pada bulan dan saat peringatan empat puluh hari setelah Desember 2002 perusahaan ini mempekerjakan meninggalnya Tan Tek Ho di salah satu masjid 15.344 karyawan tetap dan 25.675 karyawan di dalam pabrik rokok Madukara (Wawancara tidak tetap (Laporan Keuangan Konsolidasi dengan Mh, Desember 2004). Tahun Terakhir 2001 & 2002: 10). Tan Tek Ho lahir di Fujian-Cina pada tahun 1923 dan diajak berimigrasi keluarganya perta- Antara Ruang Dakwah dan Kepentingan ma kali ke Sampang, Madura, pada tahun 1926. Dia pindah ke Modjosongo untuk bekerja di Keberadaan Madukara tidak hanya ber- perusahaan rokok milik pamannya, Tan Kiem manfaat bagi pekerja-pekerjanya, tapi secara Liong, bernama ”Rokok Tjap 67”. Pada awal tidak langsung juga bagi elit-elit lokal yang tahun 1961, Modjosongo telah menjadi peng- lain. Bagi pesantren Ilirkali, Madukara setida- hasil rokok terbesar kedua setelah Kudus. Di knya menjadi dua arena pengelolaan kepentin- Kudus Jawa Tengah sendiri, telah berkembang gan. Pertama, kepentingan dakwah Islam dan banyak pabrik rokok di awal abad 20 sebelum kepentingan ekonomi. kemudian perkembangannya merembet ke Pada awalnya program Islamisasi atau Jawa Timur di sekitar jalur sungai Brantas menurut bahasa kaum santri lebih sering (Castles, 1982). disebut “dakwah Islam” menemukan prak- Tan Tek Ho memisahkan diri dari perusa- tiknya karena dorongan kebutuhan perusahaan 6 ANTROPOLOGI INDONESIA 1, 2010 Madukara untuk “menertibkan” karyawannya tetap aktif bekerja. dengan standar “moral” yang berkembang Muballigh atau muballighah, langsung pada umumnya di lingkungan sekitar. Seorang masuk ke ruang kerja para karyawan dan responden yang pernah menjadi humas perusa- memberikan pengajian di sana. Tetapi, para haan ini menuturkan hal demikian: karyawan Madukara tetap melakukan kerja seperti biasanya. Tidak ada yang terganggu “…ketika awal mula dibangun asrama pega- sama sekali. Sementara, sang muballigh wai perempuan di salah satu unit, sore sampai atau muballighah terus memberikan siraman malam hari para pekerja perempuan banyak yang diapeli, diajak, atau dijemput pacarnya. rohani. Di luar dugaan, ternyata pengajian Bahkan di pinggir-pinggir jalan banyak perem- itu sama sekali tidak mengganggu kerja dan puan pekerja dan pacarnya berduaan. Suasana para karyawan tetap bisa mendengarkan isi ini mengganggu perasaan umum masyarakat, pengajian itu. Tak ayal, meski mereka terlihat termasuk para pimpinan Madukara. Mereka seperti pelacur saja. Untuk itu, muncul ide untuk terus bekerja seperti biasanya, tetapi begitu memberikan penerangan moral melalui dakwah ada joke-joke segar dari muballigh mereka keagamaan. Saat itu pula Madukara mulai langsung koor tertawa. Atau, jika ada sautan menjalin kerjasama dengan pesantren, kiai-kiai shalawat untuk ditirukan, ternyata mereka dan ustadz-ustadz. Kemudian pada tahun 1983 dibangun masjid di sebuah unit tersebut untuk juga membaca salawat bersama-sama dengan pusat kegiatan dakwah Islam” (Wawancara tangan tetap bekerja melinting rokok (RK, dengan Mh, Desember 2004). 13/11/2004). Saat berlangsung demo-demo buruh di Program-program keagamaan di Madu- Madukara beberapa kali di era transisi Refor- kara antara lain berbentuk pengajian, belajar masi, dakwah Islam menjadi bagian dari alat membaca al-Quran, peringatan hari-hari penundukan. Para kiai sering memberikan besar Islam, pengajian Ramadhan, pesantren seruan melalui ceramah agama kepada para kilat, safari keagamaan ke desa-desa dan ke buruh untuk tidak ikut demonstrasi (Wawan- pesantren-pesantren, penyantunan anak-anak cara dengan Mh, Desember 2004). yatim, pemberian sumbangan kepada para santri di pesantren-pesantren, dan lain seba- Integrasi dan Proses Saling Ketergantun- gainya (Wawancara dengan Mh, Desember gan 2004). Pada umumnya pengajian yang dis- elenggarakan berisi ajaran ibadah praktis atau Pada bulan Nopember tahun 1999, NU di seruan-seruan moral. tingkat nasional menyelenggarakan hajatan Meskipun sejauh ini tidak ada respons rutin lima tahunannya, Muktamar. Sejak jauh negatif yang muncul ke permukaan dari hari sebelumnya pesantren Ilirkali telah ditun- buruh terhadap program dakwah Islam, tapi juk sebagai tuan rumah. Sementara itu meski- beberapa bentuk dakwah kadang-kadang pun pesantren Ilirkali merupakan pesantren terkesan memaksakan diri. Misalnya, sebuah terbesar di Modjosongo, tapi pesantren ini ceramah agama diadakan di dalam pabrik memiliki banyak kekurangan sarana fisik. Madukara tanpa harus mengurangi jam kerja Tanah pesantren di sekitar lingkungan tempat dan produktifi tas kerja buruh. Sebuah media tinggal para kiai hampir penuh dimanfaatkan lokal menggambarkan sebuah ceramah agama untuk ruang kelas dan kamar santri. Masjid di bulan Ramadhan tahun 2003 yang diseleng- yang terletak di muka pesantren induk juga garakan di dalam pabrik, sementara para buruh merupakan masjid tua yang tidak terlalu luas. ANTROPOLOGI INDONESIA 1, 2010 7

Description:
Indonesian Journal of Social and Cultural Anthropology. ISSN: 1693- ing” is created as common platform transformation media for religion, politics and economics elite's in .. kontribusi terbesar dalam PDRB (Produk. Domestik
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.