ebook img

62 BAB III MUNÂSABAH ANTAR AYAT DAN SURAT MENURUT NAṢR ḤÂMID ABÛ ZAYD A ... PDF

68 Pages·2014·0.73 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview 62 BAB III MUNÂSABAH ANTAR AYAT DAN SURAT MENURUT NAṢR ḤÂMID ABÛ ZAYD A ...

BAB III MUNÂSABAH ANTAR AYAT DAN SURAT MENURUT NAṢR ḤÂMID ABÛ ZAYD A. Riwayat Hidup Naṣr Ḥâmid Abû Zayd 1. Biografi Naṣr Ḥâmid Abû Zayd Naṣr Ḥâmid Abû Zayd, lebih lengkapnya Naṣr Ḥâmid Rizq Abû Zayd lahir di desa Qahafah kota Thanthâ Mesir, 10 Juli 1943 dan wafat pada 5 Juli 2010 serta dikebumikan pula di Mesir.1 Hidup dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang religius.2 Ayahnya adalah seorang aktivis Ikhwanul Muslimin,3 dan pernah dipenjara 1Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an, Lentera Hati, Tangerang, 2013, hlm. 472 2Moch. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis al-Qur’an: Teori Hermeneutika Naṣr Ḥâmid Abû Zayd, Teraju, Jakarta, 2003, hlm. 16 3Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi terbesar di dunia yang bergerak di bidang dakwah Islam beraliran sunni di Mesir dan dunia Arab. Lahirnya, organisasi yang dipelopori oleh Ḥassan al-Banna (w. 1949 H) dan dengan pendiri lain, pada tahun 1928. Pada Juli 1954 terjadi perseteruan antara pemerintah dengan Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan tragedi Mansyiat Nashr. Jamal Abdul Nashr, presiden Mesir kala itu menangkap para akhtivis Ikhwanul Muslimin dan menindaknya dengan tegas. Ada 6 orang dari anggotanya ditangkap dan di hukum eksekusi, diantaranya Qadir ‘Audah dan Sayyid Quṭb (pemimpin Ikhwanul Muslimin kala itu). Abdul Mun’im al- Ḥafni, Ensiklopedia: Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai dan Gerakan Islam, terj. Muhtarom, Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta, 2006, hlm. 93-99. John. J. Donohue, dkk., Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi 62 menyusul dieksekusinya Sayyid Quṭb. Dan meninggal saat usia Naṣr Ḥâmid Abû Zayd menginjak empat belas tahun.4 Sebagai anak yang tekun, dia mulai belajar dan menulis, serta menghafal al-Qur’an di Kuttâb sejak di berusia empat tahun. Karena kecerdasannya, dia telah menghafal keseluruhan al- Qur’an pada usia delapan tahun. Tidak hanya ḥâfiẓ al-Qur’an, dia juga seorang qâri’ dan mampu menceritakan isi al-Qur’an dalam usia delapan tahun.5 Sehingga oleh anak-anak di desanya memanggilnya Syaikh Naṣr.6 Masa remajanya, Naṣr Ḥâmid Abû Zayd terkenal sebagai remaja tangguh dan bersemangat. Ia ikut bergabung dalam organisasi Ikhwanul Muslimin tahun 1954, meski usianya masih belasan tahun. Dalam usia masih belia tersebut sebenarnya ia tidak diperkenankan untuk bergabung. Namun dia berhasil merajuk kepada ketua cabang di desanya untuk memberinya tempat sebagai anggota organisasi, ini dilakukan untuk menyenangkan hatinya. Dan karena namanya tertera dalam daftar anggota, maka Abû Zayd pernah dijebloskan ke penjara selama satu hari dan dilepaskan karena dia masih di bawah umur. Masa remajanya juga ia habiskan untuk Masalah-Masalah, Terj. Machnun Husein, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 129 4Moch. Nur Ichwan, op. cit., hlm. 16 5Navid Kermani, “From Revelation to Interpretation: Naṣr Ḥâmid Abû Zayd and The Literary Study of The Qur’an” dalam Modern Muslim Intellectual and The Qur’an, ed, by Suha Taji-Farouki, 2004, hlm. 169 6Moch. Nur Ichwan, loc. cit. 63 mengumandangkan adzan di masjid dan tak jarang sebagai imam shalat, hal yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa. Di Mesir para imam shalat masjid dipersyaratkan untuk para penghafal al-Qur’an.7 Dia juga sudah mulai tertarik pada buku-buku pemikiran dan kebangkitan Islam, seperti pemikiran Sayyid Quṭb dalam bukunya al-Islam wa al- ‘Adalah al-Ijtima’iyyah (Islam dan Keadilan Sosial).8 Pendidikan dasar dan menengahnya dia selesaikan di Thantha. Sejak kematian ayahnya, dia membantu perekonomian keluarganya. Setelah lulus dari sekolah teknik Thantha tahun 1960, dia mulai bekerja sebagai seorang teknisi elektronik pada Organisasi Komunikasi Nasional di Kairo sampai pada tahun 1972. Pada tahun 1968 ia memulai studinya di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab di Universitas Kairo. Dia masuk kuliah di malam hari dan siangnya digunakan bekerja. Naṣr Ḥamid Abû Zayd menyelesaikan studinya pada tahun 1972 dengan predikat cum laude. Setelah lulus dia diangkat sebagai asisten dosen. Saat itu kebijakan ketua jurusan mewajibkan para asisten dosen baru untuk mengambil studi Islam sebagai bidang utama riset Master dan Doktor, kemudian dia mulai mengubah bidangnya dari murni kritik sastra menjadi studi Islam, khususnya studi al-Qur’an. Mengaca pada pengalaman seniornya dalam menggunakan 7Ibid., hlm. 46 8Ibid., hlm. 16 64 kritik sastra untuk studi al-Qur’an, yang mengalami problem serius, sebenarnya Abû Zayd tidak mau mengambil subyek ini, namun pada akhirnya mau tidak mau dia menerima keputusan itu.9 Kritik sastra yang ia kuasai ini mengantarkannya lulus cum laude atas gelar master yang diraihnya dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab di Universitas Kairo pada tahun 1975. Dia berhasil mempertahankan tesisnya dengan judul al- Ittijâhât al-‘Aqli fi al-Tafsir: Dirâsah fî Qadhiyyat al-Majâz fî al-Qur’an ‘inda al-Mu’tazilah (Rasionalisme dalam Tafsir: Sebuah Studi tentang Problem Metafor menurut Mu’tazilah) dan dipublikasikan pasa tahun 1982.10 Setelah itu dia diangkat menjadi dosen.11 Abû Zayd juga mengajar bahasa Arab untuk orang- orang Asing di Centre for Diplomat di Kementerian Pendidikan di samping mengajar di Universitas Kairo. Pada tahun 1981, mendapat gelar PhD dalam studi Islam dan Bahasa dengan judul disertasi Falsafat at-Ta’wil: Dirasah fî Ta’wil al-Qur’an ‘inda Muḥy ad-Dîn Ibnu ‘Arabî (Filsafat Takwil: studi Hermeneutika al-Qur’an Muḥy ad-Dîn Ibnu ‘Arabî) yang dipublikasikan pada tahun 1983.12 Pada tahun 9Ibid., hlm. 17 10Naṣr Ḥâmid Abû Zayd, Menalar Firman Tuhan: Wacana Majaz dalam al-Qur’an Menurut Mu’tazilah, Terj. Abdurrahman Kasdi, Mizan, Bandung, 2003 11Moch. Nur Ichwan, op. cit., hlm. 18 12Ibid., 65 1982, mendapatkan penghargaan ‘Abd al-‘Aziz al-Ahwânî untuk humanitas, karena konsernnya pada humanitas dan budaya Arab.13 Naṣr Ḥâmid Abû Zayd menjadi profesor tamu di Osaka University of Foreign Studies, Jepang. Pada tahun 1987 ketika dia masih berada di Jepang, dia di promosikan menjadi Associate Profesor. Selang tahun 1985-1989 menjadi Profesor di Jepang ini merupakan masa produktif baginya. Sejumlah karya yang terlahir seperti Mafhûm an-Nâṣ: Dirâsah Fî ‘Ulum al-Qur’an (Konsep Teks: Studi tentang Ilmu-Ilmu al- Qur’an)14 dan artikel-artikel yang nantinya sebagian akan termaktub dalam buku selanjutnya, Naqd al-Khiṭâb ad-Dînî (Kritik Atas Wacana Keagamaan).15 Kedua buku tersebut terbit pada awal tahun 1990-an. Pada usianya ke-49 tahun dia menikah dengan Dr. Ibtihâl Aḥmad Kamâl Yûnis, Profesor Bahasa Perancis dan Sastra Perbandingan di Universitas Kairo, pada bulan April 1992.16 Dan sebulan kemudian, 9 Mei 1992, dia mengajukan promosi profesor penuh di Universitas Kairo. Di menyerahkan dua bukunya, al-Imâm asy-Syafi’î dan Naqd al-Khiṭâb ad- 13Ibid., hlm. 19 14Nasr hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an: Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, LKiS, Yogyakarta, 2003. 15Hilman Latief, Naṣr Ḥâmid Abû Zayd: Kritik Teks Keagamaan, eLSAQ Press, Yogyakarta, 2003. 16Pernikahan dengan Dr. Ibtihâl Aḥmad Kamâl Yûnis merupakan pernikahan kedua. Pernikahan pertamanya pada awal tahun 1980-an berakhir dengan perceraian. Moch. Nur Ichwan, op. cit., hlm. 47-48 66 Dînî, serta sebelas paper akademik lain kepada panitia penguji. Dan hal yang ditakutkannya dahulu ketika akan terjun di bidang studi al-Qur’an pada akhirnya menimpa kepada dirinya, saat pengujian promosi profesor dia dicap sebagai perusak ortodoksi Islam, dituding murtad, kasasinya ditolak sehingga dia harus bercerai dengan istrinya dan akhirnya meminta perlindungan ke negara Belanda.17 17Kasus hukum yang menimpa Naṣr Ḥâmid Abû Zayd disinyalir merupakan kebencian personal. Dari tiga komite, dua diantaranya menyetujui karya-karyanya, satu yang tidak setuju yaitu Dr. ‘Abd al-Shabûr Syâhîn pada akhirnya dapat mengalahkan suara mayoritas. Kebencian personal yang dia miliki kepada Naṣr Ḥâmid Abû Zayd membuatnya mengambil keputusan subjektif dalam keputusan akademik, yang seharusnya obyektif dalam menilai karya ilmiah. Dia memilih menyerang Naṣr Ḥâmid Abû Zayd dengan menolak pengangkatan keprofesorannya dan bahkan mencap Naṣr Ḥâmid Abû Zayd sebagai seorang murtad. Tak berhenti sampai disitu, dari pengadilan tingkat pertama Giza dan Pengadilan Banding Kairo memutuskan bahwa Naṣr Ḥâmid Abû Zayd seorang murtad dan harus menceraikan istrinya. Keputusan ini lalu dimantabkan oleh Pengadilan Kasasi Mesir, Pengadilan Sipil Mesir Tertinggi, pada tanggal 5 Agustus 1996. Kebencian personal ini berawal dari pendahuluan buku Kritik Wacana Agama, Naṣr Ḥâmid Abû Zayd mengkritisi Perusahaan Investasi Islam (Islamic Investment Companies) merupakan alternatif praktek riba, sistem riba modern berkedok Islami yang diadobsi dari sektor perbankan Barat. Dr. ‘Abd al-Shabûr Syâhîn yang juga sebagai penasehat agama dibeberapa instansi Islam yang dicap sebagai pusat skandal publik terbesar tahun 1988 sedang mempertaruhkan reputasi dirinya di kancah hukum ini. Dan dia berusaha menghalangi kedoknya dengan menggunakan sebuah laporan akademik Naṣr Ḥâmid Abû Zayd untuk mendiskreditkan otoritasnya sebagai seorang Muslim dengan mencapnya sebagai seorang murtad. Selain itu, selang dua minggu setelah keputusan Universitas untuk tidak memberikan jabatan profesor penuh kepada Naṣr Ḥâmid Abû Zayd. Pada hari Jum’at 2 April 1993, Syâhîn juga menggunakan pengaruhnya di mimbar khotbah masjid Kairo, yang memang dia adalah imam di sana, Masjid ‘Amr Ibn al-‘Ash, menetapkan secara publik dengan menyatakan Naṣr Ḥâmid Abû Zayd sebagai seorang murtad. Jumat 67 Pada saat kasus hukum sedang melilitnya, Naṣr Ḥâmid Abû Zayd sempat mendapat penganugerahan the Republican Order of Merit for Service to Arab Culture oleh Presiden Tunisia pada bulan Mei 1993. Tak hanya itu, dalam kasusnya ini membuat Naṣr Ḥâmid Abû Zayd semakin produktif dalam berkarya. Karena kasus hukumnya mendapat sorotan yang sangat tak terduga di media Mesir maupun negara-negara Arab lainnya, hingga terdapat tujuh volume kliping tebal yang berisi tulisan-tulisan yang menentang dan mendukungnya, Naṣr Ḥâmid Abû Zayd terus positif dalam berkarya dalam melawan penindasan yang dialaminya. Prestasi lainnya dia raih pada 1994, dia ditunjuk sebagai anggota dewan penasehat Encyclopedia of the Qur’an. Prof. Naṣr Ḥâmid Abû Zayd akhirnya mendapatkan keprofesoran penuh pada bulan 1995, dengan menyerahkan sembilan tulisan lain kepada panitia promosi baru. Dan pada 26 Juli 1995, dia bersama istri meninggalkan Mesir menuju Leiden, Belanda. Dia bekerja sebagai seorang profesor tamu di bidang studi Islam di Universitas Leiden. Tetapi karena berikutnya, berbagai masjid di hampir seluruh Mesir melakukan gugatan yang sama, bahkan termasuk masjid kecil dikampung halamannya, desa Qahafah. Ibid., hlm. 22-25. Lihat Hilman Latief, op. cit., hlm. 49-50. Lihat pula Nashr Hamid Abu Zayd, al-Qur’an, Hermeneutika dan Kekuasaan, Terj. Dede Iswad, RQiS, Bandung, 2003, hlm. 29-31 68 sang istri mengajar di Universitas Kairo, maka dia membagi waktu di Leiden dan Kairo.18 2. Karya-Karya Naṣr Ḥâmid Abû Zayd Kecintaannya pada dunia akademik dan kemajuan Islam telah menelurkan sejumlah banyak karya, selain dua karyanya al-Ittijâhât al-‘Aqli fi al-Tafsir: Dirâsah fî Qadhiyyat al-Majâz fî al-Qur’an ‘inda al-Mu’tazilah dan Falsafat at-Ta’wil: Dirasah fî Ta’wil al-Qur’an ‘inda Muḥy ad-Dîn Ibnu ‘Arabî, yang merupakan hasil tesis dan disertasi yang telah dipublikasikan.19 Dia menulis sebuah artikel al- Hirminiyûṭîqâ wa Mu’ḍilat Tafsir an-Naṣṣ (Hermeneutika dan Problem Penafsiran Teks) yang dihasilkan ketika menjadi fellow pada Centre for Middle East Studies di Universitas Pensylvania, Philadelphia, Amerika Serikat, di mana dia mempelajari ilmu-ilmu sosial dan humanitas, khususnya cerita rakyat (folklore). Menurut pengakuannya artikel hermeneutika ini merupakan yang pertama dalam Bahasa Arab.20 Karya yang dihasilkan saat di Jepang, Mafhûm an- Naṣṣ: Dirâsah Fî ‘Ulum al-Qur’an dan Naqd al-Khiṭâb ad- Dînî yang terbit pada awal tahun 1990. Buku yang pertama adalah hasil pergulatannya dengan pemikiran Mu’tazilah yang 18Ibid., hlm. 23 19Kurdi, dkk., Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis, eLSAQ Press, Yogyakarta, 2010, hlm. 117 20Moch. Nur Ichwan, op. cit., hlm. 18 69 diselimuti interpretasi pragmatis dan ideologi atas al-Qur’an, wacana sufi dengan konsep teologi-mistis dan wacana religio- politik. Dengan mendefinisikan hakikat objektif “teks”, interpretasi ideologis dapat direduksi sebesar mungkin. Teks haruslah dilihat sebagai sebuah teks linguistik historis yang muncul dalam lingkungan kultural dan historis tertentu. Langkah selanjutnya adalah bahwa teks harus dikaji dan diinterpretasikan secara “objektif-ilmiah” yang dikembangkan dalam studi tekstual linguistik. Dalam hal ini, dia berargumen bahwa satu-satunya cara untuk mengkaji dan menginterpretasikan al-Qur’an adalah melalui metode linguistik (manhaj al-lugawi) dalam pengertian luas.21 Mafhûm an-Naṣṣ: Dirâsah Fî ‘Ulum al-Qur’an merupakan jawaban tentang esensi “teks” dan cara menyikapinya. Sebuah pembacaan yang menerapkan mekanisme-mekanisme nalar historis-humanis. Langkah ini dilakukan untuk meruntuhkan konsep teks sebagai wahyu yang memisahkan “yang ada” secara azali di Lauh al-Maḥfuẓ, yaitu data yang ditetapkan dengan kuasa ketuhanan yang mendahului realitas, yang melompati dan melewati hukum- hukumnya agar dapat diletakkan pada tempatnya sebagai konsep lain, landasannya adalah bahwa al-Qur’an merupakan teks kebahasaan dan produk kebudayaan yang berangkat dari keterbatasan konsep-konsep realitas, sangat berhubungan 21Ibid., hlm. 20 70 dengan bahasa yang memformatnya dan sistem kebudayaan yang membangun dan turut membentuknya.22 Karya yang kedua, Naqd al-Khiṭâb ad-Dînî. Bukunya yang paling kontroversial ini mencoba memasuki diskursus Islam kontemporer dengan mendefinisikan ulang agama.23 Buku ini merupakan bentuk kritis atas perkembangan wacana religio-politik Islam dari Muhammad ‘Abduh pada akhir abad 19 sampai dengan Hasan Hanafi dan al-Yasar al-Islamî (Kiri Islam) pada awal 1980-an. Kritik ini difokuskan pada interpretasi ideologis atas teks-teks keagamaan oleh para Islamis, Islamis moderat dan kaum liberalis di Mesir. Al-Imâm asy-Syafi’î wa Ta’sîs a-Aidiyûlujiyâ al- Wasathiyyah (Imam Syafi’î dan Pelopor Ideologi Moderat)24 adalah kritik terhadap pendiri madzhab hukum Syafi’iyyah, Imam Syafi’î (150-204 H); kritik atas ideologi moderat dalam Islam secara umum dan teologi, yang dimapankan oleh Abû Ḥasan al-Asy’ari (w. 330 H); dan kritik dalam pemikiran Islam dan tasawuf oleh Abû Ḥamid al-Gazâlî (w. 505 H). Kritik utamanya adalah bahasan metodologi Imam Syafi’î yang menimbulkan bergesernya posisi al-Qur’an sebagai teks 22Ali Harb, op. cit., hlm. 316 23Kardi dkk., op. cit., hlm. 117 24Naṣr Ḥâmid Abû Zayd, Imam Syafi’i, Moderatisme, Eklektisisme, Arabisme., Terj. Khoiron Nadliyyin, LKiS, Yogyakarta, 1997 71

Description:
yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur'an, Lentera . al-Qur'an 'inda al-Mu'tazilah (Rasionalisme dalam Tafsir: Sebuah Studi tentang Bagaimanapun seorang pengarang tidak mungkin men- ciptakan karya sastra sebelumnya, namun disebutkannya kalimat tasbih dengan.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.