ebook img

25 SURVEY DAN PENYUSUNAN DATABASE BUDAYA ACEH Anwar Yoesuf PDF

15 Pages·2017·0.17 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview 25 SURVEY DAN PENYUSUNAN DATABASE BUDAYA ACEH Anwar Yoesuf

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 SURVEY DAN PENYUSUNAN DATABASE BUDAYA ACEH Anwar Yoesuf (Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala) ABSTRAK Penelitian tentang Survey dan Penyusunan Data Base Budaya Aceh berlatarbelakang keinginan untuk mendokumentasi nlai-nilai yang terkandung di dalam budaya Aceh. Selain itu adanya satu keinginan untuk mengetahui persepsi/konsep masyarakat tentang budaya tradisional Aceh. Yang dimaksudkan dengan budaya Aceh adalah (1) kesenian, dan (2) permainan tradisional. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah masayarakat masih terdapat kesenian dan permainan rakyat di tengah-tengah masyarakat. Jenis penelitian adalah kulaitatif dengan menggunakan pendekatan/metode deskriptif. Sementara itu instrumen penelitian yang digunakan adalah angket. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa aktifitas yang masih dilaksanakan dapat dibedakan kedalam (1) adat yang berhubungan dengan aktifitas mata pencaharian hidup; (2) upacara adat yang terkait dengan daur ulang (life cycle arragement). Sesuai dengan mata percaharian hidup, upacara yang masih dilaksanakan adalah (1) upacara yang berhubungan dengan petani padi yaitu upacara tabu bijeh (tanam bibit), luah blang (awal mengolah tanah); dan (2) sekitar nelayan tangkap, upacara yang masih dilaksanakan adalah khanduri Laot (pesta laut); dan peusijuk boat (tepung tawar). Kemudian sekitar daur ulang, upacara yang masih dilaksanakan adalah masa hamil, melahirkan, masa anak-anak, masa dewasa, dan masa tua. Pada masa hamil ada dua acara yaitu pada 2 -3 bulan kehamilan ada upacara mee boh kaye (membawa buah- buahan) dan pada usia kehamilan 7-8 bulan upacara mee bu (membawa nasi); masa anak-anak ada beberapa upacara diantaranya masa balita upacara aqiqah, dan upacara peutron aneuk; masa anak-anak upacara mengantar anak untuk belajar mengaji (intat beut), dan sunat rasul; masa dewasa yaitu upacara perkawinan; dan masa tua, dimana dimaksudkan adalah upacara kematian. Kata kunci: Budaya Aceh, data base PENDAHULUAN Indonesia yang merupakan salah satu negara bangsa di dunia, tidak terlepas dari pengaruh pola hubungan yang bersifat mendunia. Tarik menarik dan saling pengaruh mempengaruhi dalam berbagai aspek kehidupan tidak mungkin terhindar. Sehingga tata kelakuan yang terwujud dalam sikap dan tindakan berpola bangsa ini menunjukkan kearah keaneragaman dalam arti umum atau universal. Keanekaragaman yang bersifat umum atau universal dimaksud adalah unsur-unsur yang bisa didapatkan disemua kebudayaan dari semua bangsa di dunia. C. Kluchohn 25 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 yang mencetuskan konsep cultural universals yang diuraikannya di dalam bukunya Categories of Culture (dalam Koentjaraningrat,1990:203) mengemukakan bahwa ada 7 (tujuh) unsur sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan yaitu: (1) Bahasa; (2) Sistem pengetahuan; (3) Organisasi sosial; (4) Sistem peralatan hidup dan teknologi; (5) Sistem mata pencaharian hidup; (6) Sistem religi; dan (7) Kesenian. Sesuai dengan pernyataan C. Kluchohn tersebut, Alisyahbana (dalam Garna, 1999) mengemukakan bahwa, bangsa Indonesia yang terdiri atas beragam etnik dan bahasa telah jauh berlangsung hidup sejak terkena oleh pengaruh kebudayaan luar yang masuk dalam sejarah perkembangan masyarakat bangsa tersebut. Pengaruh kebudayaan yang beranekaragam itu dialami penduduk Nusantara di berbagai daerah selama berabad- abad, keadaan itu telah menambah pula keragaman kebudayaan Indonesia. Sebagai negara yang kaya akan etnik dan budaya, dimana antar etnik terdapat perbedaan-perbedaan disamping persamaan-persamaan, mendorong satu keinginan untuk mengadakan serangkaian penelitian yang dikira bermanfaat guna pelestarian budaya. Etnik yang dipilih adalah Aceh, dimana etnik Aceh dalam sejarah perkembangannya sejak Indonesia merdeka hingga kini mengalami berbagai peristiwa yang bisa mempengaruhi kehidupan masyarakatnya ditinjau dari sudut pandang sosio- kultural. Konflik bersenjata yang berkepanjangan, mengakibatkan keadaan keamanan yang relatif tidak stabil amat mempengaruhi kehidupan berbagai pranata kemasyarakatan. Kemudian pada 26 Desember 2004 bumi Aceh digoncang oleh gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala richter, yang kemudian diikuti dengan tsunami telah meluluhlantakkan sebagian dari bumi Aceh, telah melumpuhkan hampir seluruh pranata kehidupan yang berkembang dan terdapat dalam masyarakat. Atas pertimbangan pengaruh budaya luar; konflik yang berkepanjangan; dan peristiwa gempa bumi dan tsunami, mendorong keinginan untuk mengadakan penelitian tentang berbagai pranata masyarakat, terutama yang terkait dengan kebutuhan akan keindahan seperti kesenian, kesusasteraan, dan termasuk seni bangunan guna penyusunan data base “Budaya Aceh”. 26 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 Tujuan Penelitian penelitian adalah (1) untuk menemukan dan mendokumentasikan berbagai kebiasaan/adat istiadat yang masih ada dan pernah ada pada etnik Aceh; (2) ingin mengetahui bagaimana pandangan etnik Aceh terhadap berbagai kebiasaan/adat istiadat yang masih ada dan pernah ada etnik tersebut; (3) mengidentifikasi situs budaya yang tersebar diberbagai wilayah di Aceh; (4) ingin mengetahui peranserta masyarakat dalam pelestarian dan pengembangan budaya Aceh; dan (5) tersedia database kebudayaan Aceh dalam konteks masa lalu dan masa sekarang. Clyde Kluchohn (dalam Garna, 1996: 158) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah, “acuan pedoman (blue print) bagi kehidupan masyarakat”. Clifford Geetz melihat kebudayaan sebagai, “perangkat mekanisma kendali untuk mengatur kelakuan” (dalam Garna, 1996: 158). Apabila demikian maka, “kebudayaan itu bukan hanya satu kategori gejala belaka, tetapi kebudayaan adalah alat konseptual untuk melakukan penafsiran dan analisis, serta memahami berbagai tingkah laku dan tindakan manusia” (Garna, 1996: 158). Sementara itu kebudayaan dapat diartikan pula sebagai “sistem ide atau sistem gagasan milik suatu masyarakat yang dijadikan acuan bagi tingkah laku dalam kehidupan sosial dari masyarakat yang bersangkutan” (Melalatoa, 1997: 4). Apabila kebudayaan sebagai acuan pedoman (Kluckhohn) - mekanisma kendali (Geertz) - alat konseptual untuk menganalisis tingkah laku masyarakat (Garna) – sistem ide dan gagasan (Melalatoa), tentu di dalamnya mengandung nilai-nilai – kaedah- kaedah yang mampu memberikan warna dan berperan sebagai pengarah alur pikir manusia sebagai individu dan manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam posisi ini kebudayaan telah berubah menjadi suatu sistem kebudayaan atau sistem budaya. Menurut Bahtiar (dalam Melalatoa, 1997: 5) sistem budaya adalah, seperangkat pengetahuan yang meliputi pandangan hidup, keyakinan, norma, aturan, hukum, yang menjadi milik suatu masyarakat melalui suatu proses belajar, yang kemudian diacu untuk menata, menilai dan menginterpretasi sejumlah benda atau peristiwa dalam beragam aspek kehidupan dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Menurut Koentjaraningrat sistem budaya adalah “konsep abstrak yang dianggap baik dan yang amat bernilai dalam hidup, dan yang menjadi pedoman tertinggi bagi kelakuan dalam kehidupan suatu masyarakat”. Sementara unsur-unsur sistem budaya meliputi, 27 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 “kepercayaan, sistem nilai-nilai dan norma, ekspresi keindahan, dan cara berkomunikasi” (Garna, 1996: 146). Dalam memadukan konsep-konsep yang telah dikemukakan di atas, perlu pula diperhatikan, 3 fenomena yang dapat menuntun sampai pada tahap analisis (Melalatoa, 1997: 257), yaitu: (1) Kehidupan suku bangsa tertentu masih cenderung mengacu kepada sebagian besar unsur budaya leluhurnya; (2) Sejumlah suku bangsa hanya mengamalkan sebagian dari unsur sistem budayanya dan sebagian lain telah tergeser atau hilang; (3) Kelompok tertentu lainnya sudah kehilangan hampir sebagian besar dari sistem budaya leluhurnya. Etnik Aceh memiliki ciri-ciri khas, dan itu tergambar dalam falsafah hidup yang menjadi panutan orang Aceh sejak dari masa Kesultanan hingga kini yaitu ”Adat bak poteu meuruhom hukom bak syiah kuala, kanun bak putroe phang reusam bak bentara”. Arti dari filosofi tersebut adalah : Adat dipimpin oleh Sri Baginda Raja, Hukum dikendalikan oleh Pejabat Kerajaan, kanun di tangan Putri Pahang dan Resam di atur oleh Bintara. Sedangkan maksud falsafah tersebut adalah “ … untuk menyatakan bahwa kehidupan masyarakat Aceh sejak zaman lampau yang telah jauh bersendikan adat, hukum, kanun dan resam, mereka tunduk kepada adat dan hukum, yang semuanya terus menerus mekar dan berkembang, diwarnai turun temurun kepada angkatan penerusnya “( Dewan Redaksi Buku PKA II, 1973 : 234 ). Seiring dengan itu, pada etnik Aceh memiliki berbagai kebiasaan-kebiasaan yang telah menjadi tradisi dan berfungsi sebagai payung yang mampu melindungi dan sekaligus memberi rasa aman apabila keberlakuannya di tengah-tengah masyarakat berjalan sebagaimana mestinya. Di mana hal itu secara implisit tergambar dalam pematah “ umong meu-ateueng; Ureueng Meupeutua; Rumoh meu-adat; Pukat Meu-kaja” .Yang maksudnya adalah: (1) Setiap sawah harus berpematang supaya air tergenang, tidak ada pematang tentu tidak ada air dan sawah tidak dapat ditanami padi. (2) Setiap desa atau kampung harus berpetua yang berfungsi sebagai pengayom/pemimpin dan bertugas mengurus kepentingan penduduk. (3) Rumah senantiasa diliputi suatu adat yang berfungsi sebagai pedoman dalam mengasuh anak-anak, dan menjaga kelanggengan hubungan dalam keluarga. 28 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 (4) Pukat adalah alat pengambil ikan, harus berkaja. Yang dimaksud kaja adalah jalinan benang yang dirajut menjadi jaring atau pukat agar mampu menjadi perangkap untuk penangkap ikan. Pepatah tersebut memberikan gambaran bahwa pada etnik Aceh ada satu pedoman yang mengatur bagaimana semestinya berperan, baik sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, warga suatu desa, dan termasuk dalam mencari atau bekerja untuk keperluan hidup (Zainuddin, 1961:311). Pokok-pokok penting yang perlu diperhatikan dalam peraturan daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 7 Tahun 2000 dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) bahwa adat merupakan nilai-nilai sosial budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di Daerah Istimewa Aceh; (2) dalam rangka mengisi keistimewaan Aceh, perlu dilakukan pembinaan, pengembangan dan pelestarian terhadap penyelenggaraan kehidupan adat sehingga dapat dijadikan pegangan dan pedoman dalam penyelenggaraan hukum adat dan adat istiadat di Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Tekait dengan itu ada beberapa ketentuan yang dikira perlu untuk dipahami dengan benar yaitu: (1) Lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat Aceh; (2) Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang terdiri dari beberapa Gampong yang mempunyai batas- batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, dan Imeum Mukim adalah kepalaMukimdan pemangku adat di pemukiman; (3) Tuha Lapan adalah suatu Badan Kelengkapan Gampong dari Mukim yang terdiri dari unsur Pemerintah, unsur Agama, Unsur Pimpinan Adat, Pemuka Masyarakat, unsur cerdik pandai, unsur pemuda/wanita, dan unsur kelompok Organisasi Masyarakat; (4) Gampong adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang terendah dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, dan Geuchik adalah orang yang dipilih dan dipercaya oleh 29 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 masyarakat serta diangkat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk memimpin Pemerintahan Gampong; (5) Tuha Peut adalah suatu badan kelengkapan Gampong dan Mukim yang terdiri dari unsur Pemerintah, unsur Agama, Unsur Pimpinan Adat, unsur cerdik pandai yang berada di Gampong dan Mukim yang berfungsi memberi nasehat kepada Geuchik dan Imeum Mukim dalam bidang Pemerintahan, Hukum Adat, Adat Istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat serta menyelesaikan segala sengketa di Gampongdan Mukim. (6) Imeum Meunasah adalah orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di Gampong yang berkaitan dengan bidang agama Islam dan pelaksanaan Syariat Islam; (7) Keujruen Blang adalah orang yang membantu Geuchik dibidang pengaturan dan penggunaan irigasi untuk persawahan; (8) Panglima Laot adalah orang yang memimpin Adat Istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dibidang penangkapan ikan di laut, termasuk mengatur tempat/areal penangkapan ikan, dan menyelesaikan sengketa; (9) Peutua Seuneubok adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan- ketentuan tentang pembukaan dan penggunaan lahan untuk perladangan/perkebunan; (10) Haria Peukan adalah orang yang mengatur ketertiban, keamanan dan kebersihan pasar serta mengutip retribusi pasar Gampong; (11) Syahbanda adalah orang yang memimpin dan mengatur tambatan kapal/perahu, lalu lintas keluar dan masuk kapal/perahu dibidang angkutan laut, danau dan sungai (12) Hukum Adat adalah Hukum Adat Aceh yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di Daerah; (13) Adat istiadat adalah aturan atau perbuatan yang bersendikan Syariat Islam yang lazim dituruti, dihormati, dimuliakan sejak dahulu, dan dijadikan sebagai landasan hidup; (14) Kebiasaan-kebiasaan adalah suatu kegiatan atau perbuatan yang pada dasarnya bukan bersumber dari hukum adat atau adat istiadat, akan tetapi hal tersebut 30 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 telah diakui oleh umum dan telah dilaksanakan secara berulang-ulang dan terus menerus. Selain itu, yang utama diperhatikan di dalam keberlangsungan adat atau adat istiadat adalah sepanjang adat atau adat istiadat itu tidak bertentangan dengan Syariat Islam harus dipertahankan. Dengan demikian Syariat Islam adalah sebagai tolok ukur keberlangsungan suatu adat. METODE PENELITIAN Sesuai dengan latar belakang penelitian – tujuan penelitian – tinjauan pustaka, pada intinya ingin mendeskripsikan kehidupan berbagai pranata kemasyarakatan, yang kemudian akan dijadikan sebagai data base tentang kebudayaan Aceh. Untuk tujuan dimaksud maka pendekatan yang tepat adalah survey yang dapat memberikan gambaran tentang pranata-pranata sosial dalam kehidupan masyarakat yang menjadi fokus kajian ini. Sanapiah Faisal (1989) mengemukakan bahwa survey merupakan tipe penelitian yang ditujukan pada jumlah besar individu atau kelompok.... selanjutnya beliau mengemukakan bahwa ... hasil suatu survey tidak hanya untuk menggambarkan karakteristik tertentu dari individu atau kelompok yang menjadi sampel penelitian, melainkan untuk diberlakukan bagi seluruh populasi; generalisasinya berlaku bagi seluruh populasi. Berdasarkan pada pendekatan dalam penelitian ini maka digunakan beberapa pranata sosial yang ingin diteliti. Pranata-pranata di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Pranata-pranata untuk memenuhi kehidupan kekerabatan yang disebut kinship atau domestic institution, adalah antara lain perkawinan, tolong-menolong antar kerabat, pengasuhan anak. (2) Pranata-pranata ekonomi. (3) Pranata-pranata untuk memenuhi kebutuhan akan keindahan dan rekreasi, adalah berbagai cabang kesenian, kesusasteraan dll. Di dalam pengumpulan bahan, guna penulisan ini, digunakan serangkaian penelitian di antaranya : 31 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 (1) Penelitian Kepustakaan, Penelitian kepustakaan merupakan sumber awal di dalam memperoleh gambaran tentang masalah–masalah yang berhubungan dengan obyek tulisan. Disamping itu berguna pula untuk menentukan landasan teoritis yang erat berhubungan dengan obyek tulisan. (2) Penelitian Lapangan. Untuk memperoleh data primer, diadakan serangkaian penelitian lapangan, dimana teknik yang digunakan disesuaikan dengan jenis data yang diperlukan. (a) Wawancara : Hal ini diperlukan untuk memperoleh data secara langsung. Dalam hal ini, agar pembicaraan terpusat dipergunakan pedoman wawancara. Disamping itu agar data yang diperoleh dapat dengan sempurna di kuasai, dipergunakan alat bantu yaitu text recording, merupakan metode–metode mencatat pembicaraan para informan atau orang–orang secara tepat. (b) Pengamatan: Diperlukan untuk memperoleh data kualitatif , terutama mengenai tindakan dan tingkah laku yang berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian. Untuk memudahkan serta kelancaran pengumpulan data, terlebih dahulu diadakan pendekatan (approach) dengan orang–orang yang dianggap sebagai informan kunci (Key person) . Selanjutnya untuk kelancaran di dalam pengumpulan data, terlebih dahulu diciptakan suasana yang penuh kekeluargaan (good familiar ). Selanjutnya yang menjadi informan di dalam penelitian ini adalah para pemuka dari setiap strata masyarakat, dimana kesemuanya itu dapat digambarkan adalah sebagai berikut : (a) Pimpinan formal pemerintahan, terdiri dari pimpinan instansi yang terkait dengan obyek penelitian, pimpinan pemerintahan kecamatan dan desa. (b) Pemuka–pemuka agama (c) Panglima laut (d) Haria Peukan (e) Dan orang-orang yang dianggap layak 32 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 Data yang sifatnya primer diperoleh melalui beberapa pendekatan yaitu partisipation observation dan wawancara. Observasi dilakukan pada awal penelitian, data yang diharapkan mampu memberikan gambaran umum terhadap permasalahan yang diteliti. Untuk selanjutnya penelitian ini dilakukan dengan pendekatan participant observation, akan diamati secara langsung kehidupan masyarakat nelayan yang menjadi fokus penelitian ini. Pada saat partisipasi berlangsung secara bersamaan wawancara dilaksanakan. Guna pencatatan data yang diperoleh digunakan alat bantu melalui alat rekaman tipe rekorder dan buku catatan lapangan (field notes). Penelitian ini dilaksanakan pada 17 Kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Bireun. Penentuan tempat dan lokasi penelitian ini, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : (a) Memiliki ciri-ciri khusus, yaitu memiliki organisasi yang mampu menyatukan seluruh masyarakat.. (b) Variasi di dalam sistem mata pencaharian hidup. (c) Variasi di dalam seni budaya HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Demografi Survey dilaksanakan di Kabupaten Bireun, dimana luas wilayah ini 1.901.22 Km2 dan berpenduduk 379.396 jiwa, yang tersebar di 17 (tujuh belas) kecamatan yaitu Samalanga, Jeunieb, Peudada, Jeumpa, Peusangan, Makmur, Gandapura, Pandrah, Juli, Jangka, Simpang Mamplam, Peulimbang, Kota Juang, Kuala, Peusangan Siblah Krueng, Peusangan Selatan, dan Kuta Blang. Selain itu, di Kabupaten ini terdapat 69 Kemukiman, 550 Desa (Gampong), dan 2 Kelurahan. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Bireun pada umumnya adalah petani (64 % lihat lampiran Q9). selain itu terdapat pegawai negeri, pedagang, penggali pasir, dan nelayan. Dalam mengusahakan/mengelola mata pencaharian hidup, apakah sebagai pertani atau nelayan telah menggunakan teknologi modern seperti mesin traktor untuk mengolah tanah, mesin perontok padi, boat bermesin untuk nelayan dlsnya. Walaupun petani atau nelayan telah menggunakan alat dan peralatan berteknologi modern di dalam 33 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNALPESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No.4,Oktober2015, hal25-39 ISSN: 2337-9227 mengolah sistem mata pencaharian hidup, bukan berarti mereka sudah meninggalkan alat dan peralatan tradisional seperti sabit, parang, cangkul untuk mengolah sawah, dan perahu yang digerakkan oleh manusia dengan menggunakan pendayung untuk pekerjaan nelayan. 2. Asal-usul SukuBangsa Banyak versi yang menceritakan tentang asal-usul suku bangsa Aceh, diantaranya ada yang mengatakan bahwa suku bangsa asli Aceh adalah mante, dan ada pula yang mengemukakan sesuai dengan huruf-huruf yang terdapat pada suku bangsa ini yaitu A adalah Arab; C adalah Cina; E adalah Eropa; dan H adalah Hindia. Dari 80 orang informan yang pada umumnya mereka adalah penduduk asli Kabupaten Bireun atau orang Aceh, namun apabila alur pembicaraan yang dilakukan oleh enumerator dengan pertanyaan apakah mengetahui tentang asal-usul suku bangsa Aceh, maka informasi yang diperoleh adalah pada umumnya mereka tidak mengetahui (lihat lampiran Q 7). Informasi ini memberikan gambaran bahwa ada yang telah memudar di tengah-tengah masyarakat yaitu sebuah tradisi yang amat-amat penting untuk dijaga kelestariannya yaitu “cerita rakyat”. b. Upacara Adat Upacara adat yang masih dilaksanakan oleh masyarakat, dapat dibedakan yaitu upacara adat sekitar mata pencaharian hidup, dan upacara adat sekitar kehidupan atau daur hidup (life cycle), dan upacara keagamaan. Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa mata pencaharian penduduk Kabupaten Bireun adalah bertani dan nelayan, sehubungan dengan mata pencaharian masyarakat tersebut terdapat berbagai upacara adat. Bagi masarakat yang mata pencaharian hidupnya sebagai petani, terdapat beberapa upacara seperti upacara tabur benih (tabu bijeh), dan upacara luah blang. Bagi masyarakat yang mata pencaharian hidup sebagai nelayan ada beberapa upacara yang terkait dengan pekerjaannya seperti kenduri laut (khanduri laot) yang dilaksanakan pada saat peralihan musim dari musim angin barat kemusim angin timur. Disamping upacara itu terdapat pula satu upacara lain yaitu tepung tawar (peusijuk boat). (lihat lampiran Q 13) 34

Description:
masayarakat masih terdapat kesenian dan permainan rakyat di tengah-tengah masyarakat penyelenggaraan hukum adat dan adat istiadat di Provinsi Daerah Istimewa Aceh untuk dijaga kelestariannya yaitu “cerita rakyat”. b.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.