ebook img

17 BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA A. Psikologi Agama dalam Lintasan ... PDF

39 Pages·2012·1.04 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview 17 BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA A. Psikologi Agama dalam Lintasan ...

BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA A. Psikologi Agama dalam Lintasan Sejarah Untuk mengetahui secara pasti kapan agama diteliti secara psikologi memang agak sulit, sebab dalam agama itu sendiri telah terkandung di dalamnya pengaruh agama terhadap jiwa. Bahkan dalam kitab-kitab suci setiap agama banyak menerangkan tentang proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh agama.1 Dalam al-Qur'an, misalnya, terdapat ayat-ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang-orang yang beriman atau sebaliknya, orang-orang kafir, sikap, tingkah laku, doa-doa. Di samping itu juga terdapat ayat-ayat yang berbicara tentang kesehatan mental, penyakit dan gangguan kejiwaan, serta kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena kegoncangan kejiwaan sekaligus tentang perawatan jiwa, sehingga tidak berlebihan jika Yahya Jaya2 mengemukakan bahwa psikologi agama, dalam arti yang amat sederhana, telah ada jauh sebelum abad 20, yaitu sejak Nabi Adam, yang pernah merasa berdosa, yang menyebabkan jiwanya gelisah dan hatinya sedih. Untuk menghindari kesedihan dan kegelisahan tersebut, ia bertaubat kepada Allah dan taubatnya diterima, sehingga ia merasa lega kembali. Firman Allah: 1. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, cet. XIII, 1991), hal. 11 Keterangan lebih lanjut tentang awal kajian Psikologi Agama, baca: Walter Houston Clark, The Psychology of Religion, (New York: The Mac Milan Company, cet. I, 1958), hal. 6 2. Yahya Jaya, Paranan Taubat dan Maaf dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Ruhama, cet. II, 1992), hal. 12 17 ميحرلا باوتلا وه هنا هيلع باتف تاملك هبر نم مدا ىقلتف Kemudian Adam menerima beberapa kalimat (untuk bertaubat) dari Tuhannya, maka Allah menerima tau-batnya. Sesungguhnya Allah Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah (2): 37) Contoh lain adalah proses pencarian Tuhan yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Dalam kisah tersebut dilukiskan bagaimana proses konversi terjadi.3 Dalam kitab-kitab suci lain pun kita dapati proses dan peristiwa keagamaan, seperti yang terjadi dalam diri tokoh agama Budha, Sidharta Gautama, atau dalam agama Shinto yang memitoskan Kaisar Jepang sebagai keturunan mata- hari yang membuat penganutnya sedemikian mendalam ketaatannya kepada kaisar, sehingga mereka rela mengorbankan nyawanya dalam perang dunia II demi kaisar, bahkan mereka melakukan harakiri.4 Pengertian psikologi agama sebelum abad 19 telah ada dalam karya-karya ilmuwan muslim. Dapat disebut sebagai contoh adalah tulisan Muhammad Ishaq ibn Yasar, pada abad 7 M, yang berjudul al-Sujar wa al-Maghazi, memuat berbagai fragmen dari biografi Nabi Muhammad SAW, atau risalah Hayy ibn Yaqzan fi Asrar al-Hikmah al-Misyriqiyyat yang ditulis oleh Ibn Thufail (1106 - 1185 M) yang membahas tentang proses keagamaan seseorang. Karya agung yang dapat ditampilkan adalah Ihya' Ulum al-Din dan al-Munqid min al-Dhalal yang ditulis oleh Abu Hamid Muhammad al-Ghazali 3 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, cet. I, 1996), hal. 27 4 Ibid. 18 (1059 - 1111 M) yang memuat permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan materi kajian psikologi agama. Meski demikian, penelitian secara modern baru dilakukan pada abad ke 19. Psikologi agama bukanlah ilmu yang pertama meneliti aspek-aspek agama secara objektif. Sebelumnya telah ada ilmu perbandingan agama yang dipelopori oleh Max Muller. Dalam kenyataannya setiap orang mempunyai tata nilai yang tersusun secara sistematis. Tata nilai tersebut menyangkut nilai-nilai keagamaan dan nilai iman yang mempengaruhi hidup, pribadi maupun struktur serta budaya hidup kemasyarakatan. Dari sini kemudian muncul apa yang dinamakan dengan sosiologi agama (The Sosiology of Religion) yang menbahas tentang struktur dan kultur masyarakat dan sejauh mana dia tertumpu pada penghayatan dan pengalaman hidup beragama. Di antara tokohnya adalah: Ibnu Khaldun, Max Weber (1684 - 1920) dan sebagainya. Baru kemudian muncul psikologi agama (The Psichology of Religion) yang mengkaji penga- laman-pengalaman agama dalam hubungannya dengan tingkah laku manusia. B. Pendekatan Ilmiah dalam Psikologi Agama Menurut Abdul Mun'in al-Malighy,5 sebagaimana dikutip oleh Zakiah Daradjat, orang yang pertama mengkaji psikologi agama secara ilmiah adalah Frazae dan Taylor. Kedua tokoh ini membentangkan berbagai macam agama primitif, dan menemukan persamaan yang sangat jelas antara berbagai bentuk ibadah pada agama Kristen dan ibadah agama-agama primitif. Sebagai contoh adalah pengorbanan karena dosa warisan, keingkaran, hari berbangkit dan sebagainya. Hasil dari penelitian ini telah membangkitkan para ahli untuk 5 Abdul Mun'in al-Malighy, Tatawwur li a-Syu'ur al-Din inda al-Thifl wa al-Murahiq, (Mesir: Dar al-Ma'arif, tt), hal. 12 19 mempelajari dan meneliti aspek-aspek kehidupan manusia, sehingga mulailah psikologi agama mengumpulkan bahan-bahan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dipadu dengan meneliti riwayat hidup dan hasil karya ahli tasawuf dan ulama-ulama terkenal. Maka terkumpullah bahan-bahan untuk penelitian psikologi agama dari ilmu-ilmu pengetahuan terdahulu, seperti sejarah agama, hasil interaksi sosial mereka: ibadah, legenda (mitos), kepercayaan, undang-undang dan sebagainya. Awal mula pendekatan ilmiah dalam psikologi agama dimulai pada tahun 1881, ketika G. Stanley Hall mempelajari konversi agama dan remaja.6 Penelitian berikutnya secara tegas dilakukan oleh Edwin Diller Starbuck pada tahun 1899 yang menulis buku "The Psychology of Religion; an Empirical Study of the Growth of Religius Consciouness". Buku ini membahas pertumbuhan perasaan beragama pada seseorang. Tokoh yang hampir semasa dengan Starbuck adalah George Alberth Coe, yang menerbitkan bukunya "The Spiritual Life" pada tahun 1900 dan "The Psychology of Religion" pada tahun 1916. Dalam karya tersebut Coe agak menentang penekanan atas konversi dan lebih menitikberatkan pada perkembangan agama pada remaja. Satu pembahasan Coe yang perlu digaris bawahi adalah bahwa banyak peristiwa konflik dan kegoncangan agama yang pada pekembangan agama yang normal dan benar.7 Sementara, James H. Leuba mengumpulkan tidak kurang dari 48 teori tentang agama. Dari definisi-difinisi tersebut, menurutnya, tidak ada gunanya, karena hanya merupakan kepandaian bersilat lidah.8 Penelitian Leuba 6 W. Houston Clark, op.cit., hal. 6 7 Ibid. 8 Zakiah Daradjat, op.cit., hal. 14 20 menjelaskan fenomena agama secara fisik (amaliah), seperti menyamakan antara kefanaan seorang mistik dengan orang-orang yang terkena pengaruh minuman keras. Teori tersebut dimuat dalam jurnal "The Monist Vo. XI" tahun 1901 dengan judul "The Introduction to a Psychological Study of Religion". Kemudian pada tahun 1912 diterbitkan bukunya dengan judul "A Psychological Study of Relegion". Hampir sama dengan Leuba, Stanley Hall juga menggunakan tafsiran matematika dalam menerangkan fakta-fakta agamis. Hasil penelitian yang dilakukan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jiwa beragama pada remaja sesuai dengan pertumbuhan emosi dan kecenderung-an terhadap lawan jenis. Sehingga usia di mana jiwa mulai terbuka untuk cinta, maka pada usia itulah timbulnya perasan-perasan beragama secara ekstrem. Di samping itu, juga terdapat persamaan antara fakta-fakta konversi dan cinta pertama, karena kedua fakta tersebut adalah terbukanya jiwa pada rasa kemanusiaan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Stanley Hall adalah dengan mempelajari kepribadian Isa al-Masih.9 Permasalahan tingkah laku beragama semakin menarik untuk diteliti, sehingga usaha penelitian terus dikembangkan, bahkan ada yang berlebihan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Medical Materialism yang kontroversial. Mereka menerangkan fakta-fakta agamis secara fisik, dan beranggapan bahwa keadaan jiwa atau pikiran sebagai ungkapan fungsi organik. Keistimewaan orang-orang suci dan tenggelamnya mereka dalam kehidupan rohani dianggapnya sebagai akibat dari penyakit-penyakit jasmani, misalnya disebabkan oleh kegoncangan sebagian kelenjar-kelenjar atau 9 Ibid. 21 terjadinya keracunan (outo intoxication). Dengan demikian pribadi-pribadi orang sufi yang mempunyai kekuatan jiwa, menurut mereka, adalah karena ketidaksehatan jiwa mereka. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Saint Paul adalah orang yang berkepribadian epileptoid, George Fox adalah orang yang mengalami kerusakan keturunan (heredity degeneration), Carlyle menderita keracunan (outo intoxicated), bahkan Isa al-Masih, menurut Binet Sangle, dianggap sebagai orang yang mempunyai kepribadian schizophrenic.10 Hasil penelitian tersebut mendapat sanggahan dari beberapa ahli psikologi, antara lain dilontarkan oleh Flornoy. Tokoh lain yang mengkaji beberapa tulisan dan biografi pemuka-pemuka agama adalah William James, dengan karyanya yang monumental "The Variaties of Religious Experience". Buku tersebut merupakan hasil kuliah selama setahun (1901 - 1902). Menurut James, ahli agama akan dapat meneliti dorongan-dorongan agama pada seseorang, seperti mempelajari dorongan-dorongan jiwa lainnya dalam konstruksi pribadi orang tersebut.11 James mendefinisikan agama dengan perasaan dan penga-laman manusia secara individual yang menganggap bahwa mereka berhubungan dengan apa yang dipandangnya sebagai Tuhan. Tuhan, menurutnya, adalah kebenaran pertama yang menyebabkan manusia merasa terdorong untuk mengadakan reaksi yang penuh hikmat dan sungguh-sungguh tanpa menggerutu atau menolaknya. James juga menjelaskan bahwa agama dalam kehidupan seseorang bukanlah suatu naluri yang berdiri sendiri atau emosi tertentu. Agama adalah kata yang dapat digunakan untuk menjelaskan emosi atau perasaan biasa. Cinta agama, misalnya, adalah cinta biasa dengan objek 10 William James, The Variates of Religion experience; a Study in Human Nature, (New York: Collier Books, 1974), hal. 29 11 Ibid., hal. 42 22 yang dicintainya adalah Tuhan; takut agama adalah takut biasa yang objeknya hukum Tuhan. Gagasan James yang termuat dalam buku The Variaties of Religius Experience telah mendorong para ahli psikologi untuk mengadakan penelitian tetingkah laku beragama, sehingga bermunculan majalah-majalah atau jurnal-jurnal yang membahas tentang psikologi agama. Sebagai contoh adalah terbitnya majalah "The Journal of Religious Psychology" dan "The American Journal of Religious Psychology and Education" pada tahun 1904. Pada tahun 1911, George M. Straton menerbitkan buku "Psichology of Religoius Life". Dalam buku tersebut diungkap bahwa sumber agama adalah konflik jiwa dalam diri individu. Sementara Flornoy (1901) berusaha mengumpulkan semua penelitian psikologis dan menyusun prinsip-prinsip penelitian. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1. Menjauhkan penelitian dari transendence, 2. Prinsip mempelajari perkembangan 3. Prinsip dinamik, 4. Prinsip perbandingan.12 Dalam perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara umum, namun juga masalah-masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama, misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya "The Religius Consciousness", sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang. Perkembangan beragamapun tidak luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet adalah salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa keberagamaan. Menurut Binet, agama anak-anak 12 Zakiah Daradjat, op.cit., hal. 20-21 23 tidak beda dengan agama pada orang dewasa. Pada anak-anak, di mana mungkin juga dialami oleh orang dewasa, seperti merasa kagum dalam menyaksikan alam ini, adanya kebaikan yang tidak terlihat, kepercayaan akan kesalahan dan sebagaian dari pengalam-an itu merupakan fakta-fakta asli yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh berikutnya yang muncul adalah Robert H. Thouless (1923). Thouless berusaha mempelajari agama dari segi psikologis. Sementara dari beberapa tokoh psikologi juga mengungkap tentang tingkah laku beragama. Sigmud Freud, tokoh psikoanalisa, mengemukakan pendapat bahwa compultion dan obsession adalah agama tertentu yang rusak. Freud menganalisa agama orang-orang primitif sebagai obyek kajiannya, dengan menggambarkan sesembahan totem and tabbo, yang kemudian dibuat perbandingan antara orang-orang yang terganggu jiwanya dengan orang-orang primitif. Di sinilah, menurut Freud, ditemukan hubungan antara kompleks oudipus. Dari penelitian ini diambil kesimpulan bahwa agama adalah gangguan jiwa dan kemunduran kembali kepada hidup yang berdasarkan kelezatan.13 Penelitian berikutnya dilakukan oleh Gordon W. Allport dengan karyanya "The Individual and His Religion" (1950), W.H. Clark dengan karyanya "The Psychology of Religion". Masing-masing buku tersebut membahas perkembangan jiwa beragama sejak kecil hingga dewasa. 13 Ibid., hal. 27 - 29 24 C. Kajian Psikologi Agama di Kawasan Timur Dalam dunia Timur, tidak mau ketinggalan. Abdul Mun'in Abdul Aziz al-Malighy, misalnya, juga menulis kajian perkembangan jiwa beragama pada anak-anak dan remaja. Sementara di dataran anak benua Asia, India, juga terbit buku-buku yang berkaitan dengan psikologi agama. Jalaluddin menyebut judul buku berikut pengarangnya antara lain: "The Song of God: Baghawad Gita". Sedang di Indonesia, sekitar tahun 1970-an tulisan tentang psikologi agama baru muncul. Karya yang patut dikedepankan adalah "Ilmu JIwa Agama" oleh Prof Dr Zakiah Daradjat, "Agama dan Kesehatan Jiwa" oleh Prof Dr. Aulia (1961), "Islam dan Psikosomatik" oleh S.S. Djam'an, Pengalaman dan Motivasi Beragama" oleh Nico Syukur Dister, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa” oleh Dadang Hawari, dan sebagainya. Dalam buku yang disebut terakhir, misalnya, meskipun yang menjadi pembahasan mengenai kedokteran jiwa, akan tetapi terbahas pula aspek-aspek agama atau spiritual dalam kaitannya dengan jiwa seseorang.14 Pada saat sekarang, dalam dua puluh tahun belakangan ini, arus mempelajari dan mencangkokan psikologi Timur pada body of knowledge psikologi Barat sangat kuat, bahkan arah baru ini disebutnya. Tokoh yang pantas disebut dalam hal ini adalah Robert Ornstein dengan bukunya The Psychology of Consciousness, Charles Tart dengan bukunya States Consciousness dan Stuart B. Litvak yang menulis buku panduan psikologi How to Study Psychology: A Basic Field Guide for Students and Enthusiasts.15 14. Baca: Dadang Hawari, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa , (Yogyakarta: Dana Bjakti Prima Jasa, cet. I, 1996) 15. Budhy Munawar Rahman, Arah Baru dalam Psikologi, dalam jurnal Ulumul Qur'an, No. 4, Vol. V, tahun 1994, hal. 3 25 Pertanyaan 1. Jelaskan awal mula munculnya Psikologi Agama! 2. Bagaimanakah perkembangan Psikologi Agama di kawasan dunia Timur? 3. Pada Tahun berapakah Psikologi Agama mulai dikaji di Indonesia? Dan siapakah tokoh-tokoh yang mengkaji Psikologi Agama tersebut? 4. Apakah yang menjadi kajian William James, khususnya yang tertuang dalam bukunya ‘The Variates of Religion experience’? 26

Description:
Walter Houston Clark, The Psychology of Religion, (New York: The Mac psikologi agama dari ilmu-ilmu pengetahuan terdahulu, seperti sejarah
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.