ebook img

1 Penyebaran ajaran islam darul hadis di desa Karangmojo Karanganyar 1970-1980 Oleh PDF

74 Pages·2009·0.28 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview 1 Penyebaran ajaran islam darul hadis di desa Karangmojo Karanganyar 1970-1980 Oleh

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penyebaran ajaran islam darul hadis di desa Karangmojo Karanganyar 1970-1980 Oleh : Tri Sunu Hartanto C.0598056 BAB I PENDAHULUAN Islam datang ke Indonesia sejak abad ke-7. Tapi adapula menyebutkan bahwa Islam telah tiba di negeri ini sekitar abad ke-5. Islam juga mengalami banyak perubahan seiring dengan usia Islam itu sendiri. Layaknya proses, Islam juga mengalami banyak perubahan seiring dengan modernitas dan juga banyaknya pemikir Islam yang tentu saja ikut sumbang pikir, ide, dan gagasan dalam menanggapi apa yang terkandung di dalam Islam tersebut. Teks itu sendiri merupakan penggabungan ideologi dan teologi. Pencampuran mistik dan pragmatisme, teks-teks itu cenderung menjadi non pragmatik, sehingga bahwa inovasi tidak akan terganggu oleh doktrin yang kaku. Namun, mengekspos aspek-aspek ideologis dari pemikiran manusia tidaklah membuat pemikiran ideologis menjadi tidak mungkin. Mereka hanya membaginya ke dalam bentuk-bentuk baru. Salah satunya ialah dogma. Dari sinilah muncul berbagai macam pemikiran baru, yang sebenarnya tidak jauh apa 1 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 yang terdapat dalam inti ajaran, yang dalam hal ini adalah ajaran Islam. Bayangkan saja, Islam yang nota bene berasal dari kawasan Timur Tengah, kini telah “melebarkan sayapnya” sampai ke Indonesia bahkan pelosok dunia. Dengan utusan-utusan yang memang sengaja dikirimkan dari negara asalnya yang tidak lain tidak bukan bertujuan menyebarkan ajaran ini. Kita melihat sejarah, bagi daerah-daerah pantai faktor yang memperkuat serta mempercepat proses Islamisasi ialah kehadiran bangsa Portugis, yang disamping kegiatannya berdagang juga menjalankan penyebaran agama Kristen. Daerah Pesisisir Jawa dengan kota-kota pelabuhannya mempunyai komunikasi yang intensif dengan pusat-pusat perdagangan seperti Malaka dan Pasai dan negeri-negeri diatas angin seperti Bengala, Gujarat, dan Parsi, kesemuanya juga merupakan pusat agama Islam dalam abad XV. Proses Islamisasi dipermudah oleh pelbagai faktor, antara lain : 1. Suasana keterbukaan di kota-kota tersebut menciptakan kecenderungan structural untuk mobilitas yang lebih besar, antara lain berpindah agama; 2. Bersamaan dengan proses itu terjadi pula desintegrasi serta disorientasi masyarakat lama, sehingga diperlukan identitas baru dengan nilai-nilai baru; 3. Dengan merosotnya kekuasaan pusat Hindu-Jawa maka perubahan struktur kekuasaan 1. Sumber dinamika Islam dalam abad ke-17 dan ke-18 adalah jaringan ulama, yang terutama berpusat di Makkah dan Madinah. Posisi penting kedua kota suci ini, khususnya dalam kaitan dengan ibadah haji, mendorong sejumlah besar guru (ulama) dan penuntut ilmu dari berbagai wilayah Dunia Islam, 1 Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900, Jakarta, 1993, hal. 25-26 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 termasuk dari Indonesia, untuk datang dan bermukim disana. Yang pada gilirannya menciptakan semacam jaringan keilmuan yang menghasilkan wacana Islam yang ilmiah dan unik. Sebagian besar mereka yang terlibat dalam jaringan ulama ini berasal dari berbagai wilayah Dunia Muslim, membawa berbagai tradisi keilmuan ke Makkah dan Madinah. Terdapat usaha-usaha sadar diantara ulama dalam jaringan untuk memperbarui dan merevitalisasi ajaran-ajaran Islam. Tema pokok pembaruan mereka adalah rekonstruksi sosio moril masyarakat-masyarakat muslim. Karena hubungan-hubungan ekstensif dalam jaringan ulama, semangat pembaruan tadi segera menemukan berbagai ekspresinya di banyak bagian Dunia Muslim2. Pengembangan gagasan pembaruan dan transiminya melalui jaringan ulama melibatkan proses-proses yang amat kompleks. Terdapat saling silang hubungan diantara banyak ulama dalam jaringan, sebagai hasil dari proses keilmuan mereka, khususnya dalam bidang hadits dan tasawuf. Adalah keliru menganggap hubungan antara Islam di Nusantara dengan Timur Tengah lebih bersifat politis ketimbang keagamaan. Setidaknya sejak abad ke-17 hubungan diantara kedua wilayah muslim ini umumnya bersifat keagamaan dan keilmuan. Meski hampir dapat dipastikan kebanyakan ulama dalam jaringan mempunyai komitmen kepada pembaruan Islam, tidak terdapat keseragaman di antara mereka dalam hal metode dan pendekatan untuk mencapai tujuan ini. Kebanyakan mereka memilih pendekatan damai dan evolusioner; tetapi sebagian kecil, yang paling terkenal di antara mereka adalah Muhammad B. ‘Abd Al 2 Azra, Jaringan Ulama, Mizan, Bandung, 1994, hal.16 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 Wahhab di Semenanjung Arabia dan Utsman B. Fudi di Afrika Barat, yang pada gilirannya juga ditempuh ulama atau gerakan pembaru3. Beberapa tulisan Voll mebahas tentang jaringan ulama yang berpusat di Makkah dan Madinah, dan hubungan-hubungan mereka dengan bagian-bagian lain Dunia Muslim. Bahkan lebih jauh, ketika jaringan keilmuan itu sedikit disinggung, kajian-kajian yang ada lebih berpusat pada aspek “organisasional” jaringan ulamadi Timur Tengah dengan mereka yang datang dari bagian-bagian lain Dunia Muslim. Tekanan pada telaah hadits atau sunnah Nabi, sumber kedua hukum Islam, menuntun para ulama kita menuju apresiasi lebih besar pada makna syariat. Para ulama kita sadar akan kenyataan bahwa ada ulama yang mengarang hadits untuk mengejar tujuan mereka sendiri atas nama Nabi. Maka tidak diragukan lagi, tekanan khusus yang diberikan para ulama ini pada telaah hadits mempunyai pengaruh besar, tidak hanya dalam menghubungkan para ulama dan berbagai “tradisi-tradisi kecil” Islam, tetapi juga dalam menimbulkan perubahan- perubahan dalam pandangan mereka atas tasawuf (kepercayaan), terutama dalam kaitannya dengan syariat. Dakwah merupakan senjata yang ampuh untuk menyebarkan agama Islam. Tapi, untuk menajamkan persoalam dakwah dengan situasi ke Indonesiaan, maka perlu diketengahkan berbagai latar belakang alam Indonesia dengan segenap pluralitasnya. Namun, perkembagan Islam selanjutnya, hingga dewasa ini, di Indonesia, tentunya tidak bisa dilepaskan dari konteks historis yang membentuk Islam kini. Masalah-masalahu kultural, politik, ekonomi, dan ideologi, turut 3 Azra, op cit, hal.18 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 mewarnai potret Islam dewasa ini, sehingga upaya dakwah (amar ma’ruf nahi munkar), juga berkembang cukup beragam. Agama Islam juga hadir kuat dalam tatanan kebudayaan kita, dan telah menjadi sumber inspirasi bangsa dalam perjuangan kemerdekaan yang panjang. Bagaimana kuatnya kehadiran Islam dalam kebudayaan Indonesia dapat terlihat pada berbagai ungkapan populer dari kebudayaan-kebudayaan etnik yang ada. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) sebagai salah satu lembaga dakwah yang memulai aktivitasnya pada tahun 1941, digerakkn oleh bapak haji Ubaidah, seorang ustadz yang pada tahun 30-an mulai belajar syariat-syariat Islam di negara Arab, yang kemudian kembali ke Indonesia, tepatnya di Kediri Jawa Timur, untuk menyebarkan semua apa yang ia dapat di sana guna dipelajari kepada masyarakat. Akan tetapi dalam prosesnya tidak sesuai apa yang ia harapkan.Hampir semua khalayak masyarakat menentang apa yang ia ajarkan. Ini dikarenakan, Ubaidah menganggap bahwa ajaran Islam di Indonesia pada tahun- tahun tersebut merupakan Islam yang penuh kesesatan, dan sudah menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya, terlebih lagi dengan apa yang ia dapat sewaktu ia belajar di negeri Arab. Sebaliknya, ada yang menolak, ada juga yang menerima. Sehingga dengan segala usaha Ubaidah, sampai pula ajarannya ini ke kota Jawa Tengah, khususnya Karanganyar. Dalam penyebarannya disini, Amin Samhudi sangat berperan sekali. Banyak rintangan yang ia hadapi guna menyebarkan ajaran yang berbasis murni Quran dan Hadits ini. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 A. Perumusan Masalah Melihat latar belakang diatas, maka akan dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana latar belakang kehidupan keagamaan masyarakat Karangmojo 2. Bagaimana metode yang digunakan para penyebar ajaran Darul Hadits di Karangmojo 3. Bagaimana pengaruh ajaran Darul Hadits pada masyarakat Karangmojo B. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui kehidupan keagamaan masyarakat Karangmojo 2. Untuk mengetahui metode yang digunakan para penyebar ajaran Darul Hadis di Karangmojo. 3. Untuk mengetahui pengaruh ajaran Darul Hadis pada masyarakat Karangmojo. C. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan sekaligus bahan informasi bagi pembaca mengenai latar belakang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 penyebaran ajaran Darul Hadits di desa Karangmojo Karanganyar. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai perkembangan studi sejarah sosial bagi masyarakat desa Karangmojo dan sekitarnya. D. Landasan Teori Dalam bukunya Kyai dan Priyai di Masa Transisi karangan Supariadi, 2001, diterangkan bahwa dalam kehidupan sosial terdapat dua kelompok kyai, yaitu kyai birokrasi dan kyai bebas. Pada kyai birokrasi, yaitu kyai yang menduduki jabatan birokrasi, seperti reh pangulon atau abdi dalem ngulama. Sedangkan kyai bebas, adalah kyai yang berada di luar birokrasi dan sebagian besar merupakan pemimpin dan guru dipesantren. Namun, dalam pandanngan masyarakat, tingkat kekyaian tetap didasarkan pada pengetahuannya dan pemahamannya terhadap agama Islam4. Lebih lajut ia mengatakan, kedudukan kyai sebagai pemimpin komunitas Islam pedesaan telah menjadikan mereka sebagai simbol solidaritas dikalangan rakyat dan sekaligus pembela bagi kepentingan masyarakat itu5. Kemudian didalam “ratu Adil” karangan Michael Adas, 1988, disebutkan gerakan yang dinamakan sebagai gerakan “revitalisasi” adalah label yang paling mewakili dan berguna. Seorang peneliti, Anthony Wallace mendefinisikan revitalisasi sebagai “ikhtiar yang disengaja, diorganisasi, dan disadari oleh para anggota masyarakat untu membentuk budaya yang lebih memuaskan”. Proses ini 4 Supariyadi, Kyai Dan Priyai, Surakarta, 2001, hal.143 5 ibid hal.144 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 menganggap bahwa para partisipan dalam gerakan ini merasa bahwa aspek utama dalam budaya mereka saat itu tidak lagi mampu bertahan. Revitalisasi tidak saja melibatkan perubahan, yang mempengaruhi hal-hal yang hampir punah, tapi juga akan mengarah pada penciptaan budaya baru. Konsep revitalisasi Wallace menjangkau cakupam pergerakan sosial termasuk apa yang disebut sebagai “navistik”, “messianik”, “nostalgik”, “sektarian”, “revialis” sebagai contoh label yang paling digunakan 6. Pergerakan-pergerakan semacam ini telah menggejolak dimana-mana, didalam masyarakat dan lokasi yang beraneka di seantero dunia. Ia menyajikan bentuk-bentuk tertua dari segala tingkah laku kelompok yang pernah diketahui orang, beragam, mulai dari pemberontakan lokal dan spontan sampai kepada gerakan yang terorganisasi yang dapat menghanyutkan seluruh masyarakat. Bentuk dan isi pergerakan “revitalisasi” juga berbeda-beda. Beberapa diantaranya menggunakan kekerasan dan perlawanan yang rapi, sedang yang lain lebih menekankan pada pembaharuan yang bersifat damai atau menarik diri secara pasif. Dan banyak pula dari gerakan tersebut yang memusatkan diri pada pembentukan sekte-sekte agama baru7. Beberapa pemikiran diungkapkan sedikit lebih banyak dibandingkan dengan dasawarsa yang lalu bahwa gerakan revitalisasi akan diperlakukan semata-mata sebagai rasa ingin tahu etnografis atau sebagai episode besar dari kejadian sejarah yang lebih mendasar, dan terbukti tidak beralasan. Dalam buku S.N. Eisentadt yang berjudul, “Revolusi dan Transformasi Masyarakat”, 1986, orientasi kebudayaan penting yang memperoleh bentuknya di 6 Untuk daftar label yang diberikan pada gerakan-gerakan ini, lihat Vittorio Lanternari, Nativistic and Socio-Religious Movements, hal. 486-87 7 Michael Adas, Ratu Adil, Jakarta, 1988, hal.XIII library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 dunia Islam adalah perbedaan antara alam kosmis, transdental, yaitu, pandangan terhadap kehidupan akhirat, dan tatanan keduniaan, serta kemungkinan untuk mengatasi ketegangan yang inheren dalam perbedaan ini berdasarkan ketaatan sepenuhnya pada Tuhan dan kegiatan keduniaam. Cita-cita ummah, komunitas politik keagamaan dari setiap pemeluknya yang berbeda dengan skripsi kolektivitas primordial, dan gambaran mengenai penguasa sebagai penegak cita- cita Islam, mengenai kemurnian ummah8. Pemisahan ideologis yang kuat dalam komunitas Islam yang universal dan komunitas primordial yang berbeda, menimbulkan solidaritas yang lemah diantara para penyebar dan artikulator politik atau keagamaan model kebudayaan Islam.Kombinasi ini menyebabkan makin tingginya derajat simbolis dan otonomi keorganisasian para elit politik. Hal ini juga melahirkan otonomi simbolis yang relatif tingi tetapi otonomi keorganisasian etika agama yang rendah serta pemisahan diantara keduanya. Kepemimpinan agama sebagian besar bergantung kepada para penguasa dan tidak berkembang ke dalam organisasi yang luas, bebas, dan kohesif9.Pada saat yang sama, disatu pihak, di dunia Islam berkembang suatu hubungan yang agak lemah antara heterodoksi dan pemberontakan, sedang di pihak lain berkembang pembangunan kelembagaan10. Ada beberapa dimensi yang di utarakan oleh Eisentadt. Dimensi pertama adalah berkembangnya bidang keagamaan yang relatif otonom yang secara prinsip didasarkan pada persamaan total dari pemeluknya. Dimensi ini yang tidak mudah diintegrasikan dengan dimensi-dimensi lain atau dasar-dasar status lain, tumbuh menjadi pola-pola 8 S.N. Eisentadt, Revolusi dan Transformasi Sosial, Jakarta, 1986, hal.170 9 Eisentadt, op cit, hal.171 10 ibid, hal. 172 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 mobilitas baru yang lebih terpisah-pisah ke dalam pengukuhan agama. Dimensi stratifikasi kedua diakibatkan oleh dampak berbagai tipe rezim Islam terutama sekali berhubungan dengan basis stratifikasi kelompok.. Dalam hal ini dapat tercipta saluran-saluran mobilitas yang baru dan antar hubungan diantara berbagai kelompok dan sektor. Efeknya bisa saja memperkuat segregasi dari berbagai macam segmen status, atau bisa pula malah kian menambah pertentangan di antara mereka. Ciri dasar Islam bercampur ini melahirkan dimensi proses peubahan yang spesial. Pertama, di Islam lahir beberapa parameter dasar mengenai peralihan antara berbagai bentuk politik Islam. Orientasi universalistis dan aktivisme Islam yang kuat menciptakan kondisi umum yang mendorong perkembangan11. Ini juga dialami oleh Darul Hadis sendiri sebagai aliran Islam yang bisa dibilang cukup berbeda dengan aliran Islam lainnya. Dengan sikap ekslusif mereka terhadap golongan diluar mereka, menjadikannya sangat ditentang oleh kalangan para kyai umum. Orang umum menganggap bahwa apa yang diajarkan Darul Hadis tergolong ajaran yang menyesatkan, karena dalam ajaran ini menganggap orang diluar golongan mereka adalah orang-orang kafir12. Tentu saja ini membuat masyarakat umum, khususnya orang-orang Islam “luaran” sangat geram. Mana ada orang yang rajin Solat, rajin sodaqoh, yang pokoknya rajin beribadah tetap saja dicap sebagai orang kafir hanya gara-gara tidak sesuai dengan ajaran orang-orang Jamaah LDII. Maka, tidak pelak lagi kalau saja banyak sekali pertentangan yang muncul dilingkungan masyarakat yang tentu saja menentang ajaran ini. Sebagai contoh, di daerah Jatiroto Jawa Timur, masyarakat 11 Eisentadt, op cit, hal. 173-174 12 Bambang Irawan, Bahaya Jamaah Islam Lemkari/LDII, Jakarta, 2002, hal.43

Description:
1 Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900, Jakarta, 1993, hal. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) sebagai salah satu lembaga . politik keagamaan dari setiap pemeluknya yang berbeda dengan skripsi .. silat secara gratis yang diadakn setelah sholat Isya' kepada pemuda-
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.