ebook img

05c Pidato ilmiah Prof Sunda... PDF

42 Pages·2012·1.01 MB·English
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview 05c Pidato ilmiah Prof Sunda...

Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung Majel is Guru Besar Inst itut Teknologi Bandung Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung Profesor Sundani Nurono Soewandhi PERAN SAINS KRISTAL BAHAN AKTIF FARMASI DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI FARMASI SOLIDA 9 Juli 2010 Balai Pertemuan Ilmiah ITB Hak cipta ada pada penulis Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung 9 Juli 2010 Profesor Sundani Nurono Soewandhi PERAN SAINS KRISTAL BAHAN AKTIF FARMASI DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI FARMASI SOLIDA Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Hak cipta ada pada penulis Institut Teknologi Bandung 74 9 Juli 2010 Judul: PERAN SAINS KRISTAL BAHAN AKTIF FARMASI DALAM KATA PENGANTAR PENGEMBANGAN TEKNOLOGI FARMASI SOLIDA Disampaikan pada sidang terbuka Majelis Guru Besar ITB, tanggal 9 Juli 2010. Segala puji bagi Allah penguasa alam semesta yang telah berkenan menganugerahi kita semua dengan kebahagiaan, kesentosaan, kemuliaan dalam kehidupan ini. Atas kehendakMU jualah kami sekeluarga dapat menikmati dan mensyukuri semua karunia, berkah kenikmatan, kebaha- giaan, kesentosaan dan kemuliaan hidup di dunia ini. Semoga demikian Hak Cipta dilindungi undang-undang. pulalah kehidupan kami di akhirat nanti.Amien ya robbal alamin. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan menggunakan sistem Dengan penuh ketulusan hati saya sampaikan terimakasih dan penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis. penghargaan yang tinggi kepada Pimpinan dan Anggota Majelis Guru UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA Besar (MGB) Institut Teknologi Bandung dengan perkenan yang 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu diberikan untuk menyusun dan menyampaikan pidato ilmiah Guru Besar ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). pada hari ini, Jumat, 9 Juli 2010. 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait Judul pidato ilmiah Guru Besar ini adalah “Peran Sains Kristal Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Aktif Farmasi Dalam Pengembangan Teknologi Farmasi Solida”. Tulisan ini secara ringkas menguraikan tentang karakter sains kristal Hak Cipta ada pada penulis Data katalog dalam terbitan bahan aktif farmasi (BAF), perubahannya selama proses manufaktur menjadi sediaan farmasi, dan interaksi intermolekular dalam sistem biner Sundani Nurono Soewandhi sampai kepada apa yang sedang aktual dikembangkan akhir-akhir ini, PERAN SAINS KRISTAL BAHAN AKTIF FARMASI DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI FARMASI SOLIDA yakni rekayasa kristal (crystal engineering) sebagai upaya memperoleh Disunting oleh Sundani Nurono Soewandhi molekul baru yang unggul. Ketertarikan awal yang dipicu dari ketidak- Bandung: Majelis Guru Besar ITB, 2010 mampuan menemukan jawaban saintifik atas berbagai teknik manufaktur vi+72 h., 17,5 x 25 cm ISBN 978-602-8468-21-3 sediaan solida, ditambah lagi dengan kebutaan saintifik atas fakta tersebut 1. Teknologi Farmasi Solida 1. Sundani Nurono Soewandhi yang dijumpai tidak hanya pada saat mengawas praktikum akan tetapi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Institut Teknologi Bandung ii 9 Juli 2010 Institut Teknologi Bandung iii 9 Juli 2010 DAFTAR ISI juga di kala membantu membuatkan sediaan tablet bagi industri farmasi dan Dinas Kesehatan di Bandung, menjadi titik awal minat mendalami ilmu kristalografi di Jerman. Berbagai tantangan dijumpai pada saat KATA PENGANTAR .................................................................................. iii kembali ke Departemen Farmasi ITB November 1983 dalam upaya DAFTAR ISI ................................................................................................. v mengaplikasikan dan mengembangkan kristalografi. Namun, keilmuan I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 kristalografi baru benar-benar memperoleh ruang akademik yang 1.1. Fakta Inspiratif .............................................................................. 1 kondusif sejak tahun 2003 yang lalu. Meskipun demikian, manfaat pengetahuan tentang kebutuhan akan peran sains kristal bahan aktif 1.2. Bahan Aktif Farmasetik (BAF) ................................................... 3 farmasi (BAF) bagi perkembangan teknologi farmasi baik di perguruan 1.3. Material sains BAF ........................................................................ 7 tinggi maupun industri farmasi semakin disadari. Untuk Indonesia yang 1.4. Interaksi Intermolekular .............................................................. 12 mengimpor nyaris 99% BAF dari berbagai negara produsen di dunia, II. POSISI SAINS KRISTAL BAF DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI FARMASI INDONESIA .......................... 17 penguasaan atas sains kristal BAF menjadi penting agar keseimbangan III. RISET SAINS BAF ................................................................................ 19 antara kebenaran informasi yang disampaikan dengan mutu sediaan 3.1. Objek riset ..................................................................................... 19 farmasi yang diserahkan, terjamin. Fakta bahwa dua industri farmasi terkemuka di Indonesia telah melakukan investasi instrumentasi 3.2. Riset co-crystal dan kinetika reaksi ............................................ 20 kristalografi, menjadi bukti telah tumbuhnya kesadaran untuk 3.3. Tantangan riset masa depan ........................................................ 27 meningkatkan mutu produk melalui penguasaan akan sains kristal BAF IV. TANTANGAN DAN PELUANG MASA DEPAN .......................... 32 yang digunakan. V. PENUTUP ............................................................................................. 37 UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 38 Akhir kata, saya sampaikan terimakasih, dengan secercah harapan DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 41 semoga tulisan ini mampu mencahayai inelektual farmasis dimanapun dia berkarya. CURRICULUM VITAE .............................................................................. 49 Bandung, 9 Juli 2010 Sundani N. Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Institut Teknologi Bandung iv 9 Juli 2010 Institut Teknologi Bandung v 9 Juli 2010 PERAN SAINS KRISTAL BAHAN AKTIF FARMASI DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI FARMASI SOLIDA 1. PENDAHULUAN 1.1 Fakta Inspiratif Banyak fakta dalam kehidupan ini yang memberi akses seseorang untuk menambah kekayaan intelektual, spiritual dan/atau finansialnya. Pada saat awal menjalani masa bakti sebagaiAsisten Muda di Departemen Farmasi ITB, dosen dan semua mahasiswa mata kuliah Teknologi Tablet pasti mengenal teknik-teknik tabletasi, menyusun formula dan membuat tablet. Namun tak ada satupun yang mampu menjelaskan mengapa NaCl, KMnO4, eritromisin stearat dapat ditabletasi langsung, kalsium glukonat, kalsium laktat mesti dislugging dahulu sebelum dibuat granul dan ditabletasi? Tak seorangpun mampu menjawab mengapa tablet dengan amilum singkong sebagai eksipien akan rapuh setelah disimpan selama 3 bulan atau lebih lama? Mengapa peristiwa capping (keretakan tablet arah radial) pada tabletasi dapat terjadi? Semua mengalir deras tanpa peduli akan latar saintifiknya. Pembuatan tablet Veramon yang mengandung veronal dan amidopirin pada tahun 1977-1978 (makloon) dengan cara meleburkan kedua BAF di atas tangas air, dibiarkan memadat pada suhu kamar, digiling kemudian digranulasi dan akhirnya ditabletasi. Tabletnya secara Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Institut Teknologi Bandung vi 9 Juli 2010 Institut Teknologi Bandung 1 9 Juli 2010 empirik menguatkan efek analgetik, menekan efek hipnotik. Di masa awal sistem biner dalam sediaan tablet juga menimbulkan kerisauan lain para studi lanjut tahun 1981 di Jerman, fenobarbital yang menjadi objek riset farmasis di industri. Kombinasi asetaminofen dan ibuprofen dalam adalah polimorf I yang paling stabil. Pada tahun 1982, fenobarbital dari sediaan tablet misalnya, akan tampak bercak-bercak hitam setelah industri farmasi yang sama, merupakan campuran polimorf I dan II. Apa disimpan selama tiga bulan atau lebih. Persoalan lain dijumpai pada tablet yang terjadi? Pada awal tahun 1983 salah satu industri BAF terkemuka yang mengandung antalgin dan fenilbutazon. Kombinasinya selalu lainnya di Jerman mengirim sampel ke Institut für Pharmazeutische menjadi lembab sehingga menyulitkan proses tabletasinya. Apa yang Technologie Braunschweig, untuk diuji. Persoalan yang harus sebaiknya dilakukan? diselesaikan adalah menemukan penyebab pada BAF berwarna coklat kekuningan batch II yang secara farmakologis tidak aktif. Berbeda halnya 1.2. Bahan Aktif Farmasetik (BAF) dengan produk batch I yang aktif meski diproduksi dengan prosedur Telah diketahui bahwa sekitar 95% BAF berada dalam fase solida persis sama.Apa yang terjadi? (kristal) yang umumnya diperoleh melalui proses sintesis dan kristalisasi. Di Indonesia sendiri, BAF yang beredar di pasaran berasal dari Demikian pula halnya dengan sediaan farmasi yang 40% di antaranya berbagai negara produsen di dunia. Jika satu industri saja, dengan adalah solida (Cui, Y., 2007). prosedur produksi yang juga sama, tetapi menghasilkan BAF dengan Pada awalnya, BAF yang dinilai potensial dan telah dikenali serta kinerja berbeda, maka bagaimana dengan situasi di Indonesia yang dipahami struktur molekul kimianya, diproduksi para ahli kimia, BAF dipenuhi produk BAF dari berbagai sumber? Oleh karenanya, tidak dinilai siap untuk diformulasi dan diuji secara klinis. Tetapi fakta yang terlalu mengejutkan jika diskusi bersama kolega farmasis di industri, terungkap pada tahun-tahun berikutnya menunjukkan bahwa kinerja terungkap beragam trik produksi yang harus dilakukan untuk mengolah formulasi berbagai BAF tergantung pada parameter lain, yakni: habit dan satu BAF tetapi produk lain negara. Industri farmasi juga memerlukan polimorf kristal. Satu habit kristal dapat ditabletkan dengan mudah, teknik seleksi BAF yang umumnya ditawarkan 3-5 vendors, artinya 3-5 namun habit lain dari BAF yang sama justru tidak. Meskipun suhu lebur BAF dari 3-5 perusahaan berbeda, dengan kemungkinan menjumpai 3-5 dan pola difraksi sinar-X nya sama. Satu polimorf kristal memiliki karakter fisika yang tidak persis sama. kelarutan absolut dan bioavailabilitas 5-10 kali lebih besar dibandingkan Di luar persoalan beragamnya prosedur produksi, risiko adanya polimorf lain dari BAF yang sama. BAF produk pabrik A dapat Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Institut Teknologi Bandung 2 9 Juli 2010 Institut Teknologi Bandung 3 9 Juli 2010 menghasilkan sediaan suspensi yang stabil, akan tetapi dengan BAF sama berubah menjadi bentuk stabil yang kurang larut dan kehilangan namun produksi pabrik B, sediaan hanya stabil dalam waktu singkat, aktifitasnya (Mullins et al 1960). Laju disolusi kloramfenikol palmitat B kemudian membentuk kue (cake). Fakta tersebut pada akhirnya diketahui (metastabil) 4x lebih tinggi dibandingkan bentuk A. Sedangkan laju disebabkan oleh fenomena polimorfisme BAF. Oleh karena itu, sejak disolusi bentuk C berada di antara A dan B. Hal ini terjadi akibat tahun 1969 mulai ditemukan artikel-artikel yang membahas tentang perbedaan energi bebas di antara A dan B cukup besar (- 774 kalori/mol) polimorfisme dan aplikasinya dalam dunia farmasi (Haleblian 1975). sehingga bentuk B lebih cepat diabsorpsi daripada A. Untuk sediaan suspensi kloramfenikol palmitat dipilih bentuk B karena aktif secara Polimorfisme ditemukan pertama kali oleh E. Mitscherlich tahun 1825 biologis. Bentuk C juga tidak menunjukkan aktivitas biologis (Aguiar et al pada garam natrium fosfat, disusul belerang tahun 1832 oleh F.Wöhler & J. 1969). Perbedaan dalam laju disolusi dan kelarutan juga ditunjukkan Liebig dan senyawa benzamid. Polimorfisme adalah kemampuan suatu senyawa yang bersifat psudopolimorf atau hidratomorf. Senyawa senyawa untuk berada pada berbagai tingkat energetik yang berbeda ampisilin anhidrat menunjukkan kelarutan in vitro dalam air 20% lebih (Kuhnert-Brandstätter 1975). Konsekuensinya, setiap polimorf memiliki tinggi daripada bentuk trihidrat. Demikian pula secara in vivo yang karakter fisika yang berbeda, seperti suhu lebur, bobot jenis, indeks bias, dicobakan pada anjing dan manusia, suspensi per oral menunjukkan tegangan permukaan, kelarutan, laju disolusi dan bioavailabilitasnya. absorpsi bentuk anhidrat yang lebih efisien (Poole et al 1968). Disamping Pada saat itu ditemukan bahwa sekitar 60% senyawa barbiturat, itu, polimorfisme juga dapat menyebabkan terjadinya crystal growth sulfonamida dan hormon steroid adalah polimorf (Kuhnert-Brandstätter partikel solida tersuspensi. Pertumbuhan kristal dijumpai pada partikel 1971 dan Yang et al 1972). Sedangkan McCrone (1965) mendefinisikan kortison asetat tersuspensi di dalam air dan menjadi penyebab terjadinya polimorfisme sebagai fase solida kristalin suatu senyawa dengan minimal caking yang sukar direstitusi kembali (Carless et al 1968). dua susunan molekul yang berbeda. Sedangkan kristal solvat dan hidrat BAF dikenal sebagai psudo polimorf. Istilah aktualnya adalah solvatomorf dan hidratomorf. Eksistensi polimorf menyebabkan perbedaan efikasi BAF. Bentuk asam senyawa novobiosin yang berada dalam kondisi amorf, bersifat metastabil dan aktif biologis. Di dalam sediaan suspensi, bentuk metastabil akan (A) (B) Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Institut Teknologi Bandung 4 9 Juli 2010 Institut Teknologi Bandung 5 9 Juli 2010 Meskipun polimorfisme umumnya menunjukkan perbedaan karakter fisika, namun seringkali juga berbeda dalam reaktivitas kimianya. Sebagai contoh, bentuk II senyawa metilprednisolon akan terurai pada berbagai suhu dan kelembaban relatif, sedangkan bentuk I, stabil (Munshi et al 1970). Demikian pula halnya transformasi polimorfik dalam fase solida, (C) (D) umumnya berlangsung secara teratur sehingga dapat ditentukan kinetika Gambar 1.: Polimorf senyawa fenobarbital dan kafein; (A) fenobarbital II, (B) perubahannya. Kinetika transisi (kecepatan transformasi) bentuk I BAF fenobarbital IV, (C) kafein II, (D) kafein I sulfatiazol menjadi II yang ditentukan melalui metode Differential Scanning Calorimetry (DSC) berlangsung dengan energi aktivasi sebesar 56 Gambar 1 menunjukkan habit polimorf senyawa fenobarbital dan kalori/mol (Shami et al 1972). kafein yang merupakan hasil rekristalisasi dari leburan atau hasil pemanasan serbuk. (A) dan (B) masing-masingnya adalah polimorf II dan 1.3. Material sains BAF IV fenobarbital (Kuhnert-Brandstätter 1971), diperoleh dari rekristalisasi Berdasar atas jenis ikatan antar atomnya, kristal BAF umumnya leburan fenobarbital perdagangan. Sedangkan jika serbuk kafein dipanas- tergolong ke dalam kristal ionik dan kristal kovalen. Oleh karena itu, kan, pada suhu 110°C habit tak beraturan yang tampak sejak awal akan pengetahuan dasar tentang kristal menjadi penting artinya bagi farmasis berubah menjadi polimorf II dan selanjutnya di sekitar suhu 170°C akan dalam proses pengembangan BAF ataupun produk sediaan farmasi. Hal terbentuk polimorf I, sebelum melebur pda suhu 235°C (Daswanto et al itu dapat dicapai melalui penguasaan tentang hubungan antara struktur 2005). materi pada level atomik atau molekular dengan karakter makroskopik- Perbedaan habit yang dimiliki BAF dapat memiliki tingkat tablet- nya. Oleh karena, sains material yang merupakan integrasi antar disiplin abilitas, berlainan. Dalam pembuatan tablet tolbutamid misalnya, ilmu melibatkan karakter atau sifat fundamental materi, dan aplikasinya disarankan untuk menghindari bentuk B yang memiliki habit lempeng pada berbagai bidang sains dan rekayasa. karena akan melekat di hopper dan menyebabkan terjadinya capping selama tabletasi. Sebaiknya digunakan tolbutamid dengan habit non BAF yang merupakan materi utama dalam sediaan farmasi dapat lempeng (Simmons et al 1972). mengalami perubahan baik kimia maupun fisika akibat perlakuan yang Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Institut Teknologi Bandung 6 9 Juli 2010 Institut Teknologi Bandung 7 9 Juli 2010 polimorf III metastabil. Fenomena fenobarbital tersebut tergolong suatu dialaminya. Perlakuan tersebut diper- anomali, sebab umumnya pemberian energi baik mekanik maupun termal oleh sejak proses rekristalisasi bahan menyebabkan terbentuknya polimorf I yang stabil. Ketidaklaziman baku, penggilingan untuk memper- tersebut diduga disebabkan oleh ketidakcukupan jumlah energi untuk oleh ukuran partikel tertentu, melewati energi perintang perubahan polimorf III menjadi II, bahkan I. kompresi, pengeringan granul, Sebab jika produk penggilingan fenobarbital dipanaskan 160°C, polimorf pendispersian di dalam bahan pelarut III bertransformasi total menjadi I. Sedangkan produk penggilingan ataupun basis krim, gel atau salap. isopropilantipirin adalah campuran polimorf I dan II. Poshyanganapathy P e n g g i l i n g a n s e b e n a r n y a et al 2010 menemukan bentuk agregat senyawa metoklopramid baik Gambar 2.: Difraktogram hasil bertujuan untuk mereduksi ukuran penggilingan glisentid. (a) bahan setelah dipanaskan pada suhu 105°C maupun digiling selama 30 menit partikel dan meningkatkan kelarutan awal; (b) digiling 30 menit pada 15 (Gambar 3). Jika agregat hasil pemanasan menunjukkan bentuk yang Hz; (c) 60 menit, 15 Hz; (d) 60 atau laju disolusi. Tetapi energi tidak beraturan dengan permukaan berlapis-lapis, maka produk menit, 30 Hz dan (e) 120 menit, 30 mekanik yang terlibat dalam proses Hz) (Mura et al 2002) penggilingan masih menyisakan wujud partikel yang dikelilingi partikel tersebut dapat juga menyebabkan kecil amorf. Bentuknya tidak lagi identik dengan partikel awalnya. ter jadinya amorf i sas i bahkan Agregat semacam ini umumnya memiliki kelarutan atau disolusi yang transformasi polimorfik. Glisentid suatu senyawa oral hipoglikemik lebih rendah dibandingkan senyawa aslinya. untuk penderita diabetes melitus akan berubah menjadi amorf jika digiling menggunakan penggiling bola vibrasional energi tinggi selama 30-120 menit pada frekuensi 15 dan 30 Hz. Semakin lama waktu penggilingan dan semakin tinggi frekuensi vibrasi yang digunakan, semakin rendah kristalinitas glisentid, bahkan mencapai kondisi amorf, seperti tampak pada Gambar 2. Sundani et al 1983 menemukan terjadinya (A) (B) (C) transformasi polimorfik fenobarbital dan isopropilantipirin pada proses Gambar 3.: Mikrofoto metoklopramid hidrokhlorida: (A) tanpa perlakuan; (B) setelah dipanaskan 105°C; (C) setelah digiling selama 30 menit penggilingan. Dalam hal ini, bentuk keseimbangan fenobarbital adalah Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Institut Teknologi Bandung 8 9 Juli 2010 Institut Teknologi Bandung 9 9 Juli 2010 Proses kompresi langsung BAF menjadi tablet dimungkinkan jika Proses tabletasi BAF mensyaratkan struktur internal yang senyawa tersebut memiliki sifat plastis yang memadai seperti ditunjukkan mempunyai banyak sliding lattice atau bidang luncur. Semakin tinggi level eritromisin stearat. Atau campurannya dengan eksipien, yang juga simetri struktur internal BAF, akan semakin banyak bidang luncur yang memiliki sifat plastis, seperti campuran antara eritromisin stearat dan dimilikinya dan semakin mudah ditabletasi. polietilenglikol 6000. Sifat elastis ataupun plastis juga dapat ditunjukkan melalui kurva elastisitas modul yang merupakan hubungan antara compression force vs tensile strength (Gambar 4). Deformasi plastis eritromisin stearat dapat juga ditunjukkan melalui perubahan bentuk partikel yang ireversible (Gambar 5). Gambar 6.: Proyeksi pandangan sepanjang sumbu b struktur kristal parasetamol (A) orthorombik, (B) monoklinik. Garis putus- Gambar 4.: Elastisitas putus menunjukkan ikatan hydrogen. Garis modul eritromisin stearat, titik-titik kontak antar molekul (Haisa et al polietilenglikol 6000 dan 1974, 1976) campuran keduanya (Setiawan et al 2010) Gambar 7 . : Table tabi l i tas sampel parasetamol. Tablet tensile strength dinyatakan sebagai fungsi tekanan maksimal punch atas. Setiap titik adalah rata-rata lima pengukuran. 0= serbuk parasetamol monoklinik (200-400 µm); =serbuk parasetamol monoklinik berasal (A) (B) (C) dari leburan (200-400 µm); ¿= serbuk Gambar 5.: Eritromisin stearat (A) bahan baku, (B) tampak atas, (C) patahan tablet parasetamol ortorombik (200-400 µm); ¾ = hasil kompresi 0,5 kN serbuk parasetamol ortorombik (200µm) Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Majelis Guru Besar Prof. Sundani Nurono Soewandhi Institut Teknologi Bandung 10 9 Juli 2010 Institut Teknologi Bandung 11 9 Juli 2010

See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.