ebook img

pendidikan akuntansi dan perempuan PDF

18 Pages·2009·0.33 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview pendidikan akuntansi dan perempuan

PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN PEREMPUAN: DARI IDEOLOGI PATRIARKI KE PRAKTIK PEMUJAAN TUBUH Tjiptohadi Sawarjuwono Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya E-mail: [email protected] Anantawikrama T. Atmadja Mahasiswa Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya Abstract The patriarch culture which apply to balinese society nowadays slowly fade away. Equal formal education values between male and female indicate this degradation. Parents are giving their daughters freedom to seek education. When related to the field of accounting, Balinese women pay more interest compared to Balinese men. It is well-known that accounting is considered a masculine field of study. Data acquired from a Balinese university show that the number of female students in the department of accounting is greater than male students. This essay attempts to seek the reason why women choose accounting, whether there are any parental influences or of personal desire, and whether gender ideologies have a role in their decision. There are a few reasons which support parental choice and balinese women's decision. First of all, education boosts social status. Second, accounting profession suits the women’s job. Third, short study period, smaller investment in terms of money, and have greater job opportunity. Through D3 Accounting Educational Degree Program Balinese women gain more values, intelectually, economically, and politically therefore having greater bargaining power towards their environment. Keywords: Balinese women's role, Patriarch culture, Accounting education, Accounting's role PENDAHULUAN dihormati dalam keluarga. Karena itu, suami Ideologi patriarki atau Fromm (2002) adalah pemimpin yang memegang policy menyebutnya sebagai budaya patriarkal dalam keluarga, sedangkan istri dan anaknya sangat kuat pengaruhnya pada masyarakat adalah anak buah (Jaman, 1998; Kusujiarti, Bali. Aktualisasinya terlihat pada struktur 1997). Dengan demikian, meminjam sosial, yakni laki-laki mendominasi perem- rumusan Gramsci (dalam Hendarto, 1993) puan dengan berbagai cara (Bhasin, 1996, subordinasi laki-laki atas perempuan, tidak 2002). Hal ini diperkuat oleh agama Hindu, saja bercorak dominasi, yakni pemaksaan yang tercermin pada makna suami yang secara fisikal melalui hukuman dan gan- berasal dari bahasa Sansekerta, yakni svami jaran, tetapi juga dengan cara hegemoni, yang berarti pelindung serta bapak yang yakni memasukkan keyakinan agama ke 77 JAAI VOLUME 9 NO. 2, DESEMBER 2005: 77 – 94 dalam norma yang berlaku sehingga apa Namun dewasa ini, ada kecen- yang terjadi sepertinya berdasarkan derungan bahwa penomorsatuan anak laki- konsensus. laki sepertinya tidak berlaku lagi. Gejala ini Budaya patriarkal yang berlaku pada dapat dicermati pada pemberian peluang masyarakat Bali berkaitan dengan sistem menempuh pendidikan formal antara anak kekeluargaan yang menggariskan bahwa laki-laki dan perempuan yang mengarah anak laki-laki adalah pancer keluarga, kepada kesetaraan. Hal ini tercermin penerus dinasti, wangsa (kasta) maupun misalnya, pada komposisi mahasiswa soroh (klen) (Panetje, 1986). Bahkan yang Jurusan D3 (diploma tiga) Akuntansi IKIP tidak kalah pentingnya, anak laki-laki Negeri Singaraja pada tahun 2004 yang berperan pula sebagai penyelamat keluarga berjumlah 124 orang, ternyata sebagian dari penderitaan neraka yang disebut neraka besar, yakni sebanyak 83 (67%) orang put - ini melahirkan kata putra dalam bahasa adalah perempuan, sedangkan sisanya, yakni Indonesia (Pudja, 1975). Ide penyelamatan sebanyak 41 (33%) orang adalah laki-laki. berkaitan erat dengan kewajiban anak, yakni Bahkan yang tidak kalah pentingnya, melaksanakan ritual pembakaran jenazah dominasi jumlah mahasiswi atas mahasiswa dengan segala rangkaiannya, yakni ngaben pada Jurusan D3 Akuntansi, tidak saja dan ngerorasin guna mengantarkan roh terjadi pada tahun 2004, melainkan sejak orang tua maupun leluhurnya ke alam kede- Jurusan Akuntasi didirikan pada tahun 1999. wataan sehingga mereka berhak memakai Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gelar Dewa Pitara dan beristana di Sanggah Tabel 1. Kemulan – pura keluarga yang berfungsi Apabila dicermati data pada Tabel 1, sebagai tempat memuja roh leluhur yang jelas terlihat bahwa jumlah mahasiswi selalu telah disucikan (Wiana, 1992, Wikarman, lebih banyak daripada mahasiswa. Karena 1993). Karena itu, anak laki-laki sangat itu, tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa penting dilihat dari segi hukum, sosial, Jurusan D3 Akuntansi adalah jurusan favorit ekonomi, budaya dan agama sehingga tidak bagi kaum perempuan. mengherankan jika mereka dinomorsatukan daripada anak perempuan. Tabel 1. Komposisi Mahasiswa Jurusan D3 Akuntansi IKIP Negeri Singaraja Berdasar Jenis Kelamin Tahun Ajaran 1999/2000 – 2004/2005 Tahun Ajaran Laki-laki Perempuan Jumlah (Persentase) 1999/2000 10 (40%) 15 (60%) 25 (100%) 2000/2001 7 (23%) 24 (77%) 31 (100% 2001/2002 13 (25%) 39 (75%) 52 (100%) 2002/2003 16 (21%) 61 (79%) 77 (100%) 2003/2004 17 (20%) 68 (80%) 85 (100%) 2004/2005 41 (33%) 83 (67%) 124 (100%) Sumber: Data Olahan 78 Pendidikan Akuntansi dan Perempuan: … (Tjiptohadi Sawarjuwono & Anantawikrama T. Atmadja) Namun, satu hal yang menarik di 2004) yang ikut bermain, sehingga tidak saja balik data tersebut adalah terdapatnya indi- pekerjaan sebagai akuntan dikaitkan dengan kasi bahwa orangtua sepertinya menganut maskulinitas, tetapi memimbulkan pula asas keberpihakan terhadap anak perempuan diskriminasi atas upah dan penjejangan dalam memenuhi kebutuhan dasar akan karier yang dialami oleh perempuan. pendidikan. Gejala ini tentu saja sangat Namun, jika gagasan para pakar menggembirakan dilihat dari sudut pandang tersebut dikaitkan dengan tabel l, maka asas emansipatoris yang merupakan culture tampak hal sebaliknya, yakni ilmu maskulin, focus bagi perjuangan kaum perempuan. justru lebih banyak diminati oleh Bahkan yang tidak kalah pentingnya, apa perempuan. Lebih-lebih jika data tersebut yang tampak pada tabel tersebut menjadi dihubungkan dengan budaya patriarki yang semakin menarik, karena terjadi pada bidang berlaku pada masyarakat Bali, ternyata ilmu akuntansi, mengingat bahwa selama ini secara kuantitas laki-laki digeser oleh ada konotasi akuntasi adalah sebuah disiplin perempuan. Padahal, sesuai dengan asas ilmu yang maskulin (Lehman, 1992; yang terkandung pada budaya patriarki, laki- Raffield and Coglitore, 1992; Kirkham, lakilah yang seharusnya lebih banyak 1992; Kirkham and Loft, 1993; Larkin, daripada perempuan. Dengan adanya 1997). Hal ini tidak bisa dilepaskan dari kenyataan ini maka ada masalah yang sudut pandang akuntansi bahwa segala menarik dikaji, pertama, apakah alasan sesuatu yang terjadi di dunia merupakan hal maknawi yang mendorong perempuan yang rasional, logis serta dapat dianalisis. menempuh pendidikan pada Jurusan D3 Segala perhitungan dan pengukuran dalam Akuntansi? Kedua apakah ideologi patriarki akuntansi memberikan dasar bagi peng- dan ideologi jender ikut berperan dalam ambilan keputusan yang rasional, efisien menentukan pilihan terhadap jurusan D3 serta bertujuan untuk memaksimalkan profit. Akuntansi? Dengan kata lain, akuntansi sangat ber- Pengkajian terhadap alasan maknawi dimensi materialistik yang diasosiasikan sangat penting, mengingat bahwa dalam dengan maskulinitas (Hines, 1992). perspektif fenomenologi, apapun yang di- Maskulinitas akuntansi mendorong katakan dan dilakukan manusia tidak ter- kurang dapat diterimanya perempuan dalam lepas dari kondisi bagaimana aktor manaf- profesi ini yang pada akhirnya meng- sirkan atau memahami dunianya. (Ritzer, akibatkan terjadinya ketimpangan jender 1989; Ritzer dan Goodman, 2004; Bogdan pada profesi akuntansi (Kirkham and Loft, dan Taylor, 1993). Bertolak dari pemberla- 1993). Ketimpangan yang berbias jender, kuan budaya patriarki, maka pemaknaan tidak saja tercermin pada pandangan bahwa yang melatarbelakangi pemilihan mereka perempuan tidak dianggap cocok menangani terhadap Jurusan D3 Akuntasi, aktornya pekerjaan akuntansi, tetapi tercermin pula tidak hanya terletak pada mahasiswi, pada rendahnya rasio gaji pekerja perem- melainkan bisa pula pada aktor yang domi- puan, dibandingkan dengan pekerja laki-laki nan di dalam keluarga, yakni ayah. Ayah dalam bidang akuntansi. Selain itu, terdapat sebagai pemimpin keluarga bisa sangat pula halangan yang terselubung bagi perem- menentukan pemilihan jurusan bagi anak- puan untuk naik ke jenjang karier yang lebih anak mereka. Karena itu, untuk menjawab tinggi (Kim, 2001; Stedham et al., 2003). pertanyaan yang dikaji dalam makalah ini, Dengan demikian ada ideologi jender, yakni dilakukan wawancara mendalam terhadap asas yang memilihkan pekerjaan atas dasar beberapa orang mahasiswi D3 Akuntasi jenis kelamin (Megawangi, 1999; Murniati, angkatan 2004/2005. Ada dua masalah yang 79 JAAI VOLUME 9 NO. 2, DESEMBER 2005: 77 – 94 ditanyakan, yakni alasan maknawi dan bagian-bagian lainnya dalam kebudayaan keterlibatan orang tua mereka dalam me- (Kellner, 2003; Storey, 2001; Tilaar, 2003; nentukan pilihan kuliah pada Jurusan D3 Tester, 2003). Akuntasi. Dengan wawancara maka tergali data yang bersifat emik. Namun, sebagai- ALASAN MAKNAWI PEREMPUAN mana dikemukakan Pelto dan Pelto (1984) MEMASUKI JURUSAN D3 AKUNTASI data emik perlu diberikan pemaknaan secara Berdasarkan wawancara yang di- etik sehingga melahirkan suatu paparan lakukan terhadap mahasiswi tentang alasan yang kebermaknaannya lebih tinggi, karena maknawi yang mendorong mereka memilih terkait dengan suatu bangunan teori. Jurusan D3 Akuntasi, begitu pula dukungan Pemaknaan terhadap sesuatu tidak orang tua mereka untuk memasuki jurusan bisa dilepaskan dari ideologi, yakni “sistem tersebut, ternyata cukup kompleks. Untuk berpikir, sistem kepercayaan, praktek- lebih jelasnya alasan maknawi mereka dapat praktek simbolik yang berhubungan dengan dicermati pada paparan sebagai berikut: tindakan sosial dan politik” (Thompson, 2003). Berbagai kajian menunjukkan bahwa Pendidikan Modal Akademik Mening- peran ideologi dominan yang berlaku dalam katkan Status Sosial masyarakat sangat penting, tidak saja dalam Hasil wawancara menunjukkan pemilihan sekolah, tetapi juga dalam bahwa mahasiswi, begitu pula gagasan yang pengajaran. Hanya saja, orang acapkali tidak ada pada orang tua mereka, menyatakan menyadarinya atau bahkan menutupinya, bahwa mereka memilih Jurusan D3 sehingga penerapan suatu ideologi Akuntansi, karena mereka berharap bisa berlangsung secara tidak disadari atau di meningkatkan status sosial mereka di sekolah bersembunyi di balik apa yang lingkungan keluarga maupun masyarakat, disebut hidden curriculum (Tilaar, 2003; terutama setelah mereka berumah tangga. Atmadja, 2004a). Dengan adanya gagasan Dengan adanya temuan ini maka meminjam ini maka kajian terhadap ideologi yang gagasan Bourdieu (dalam Brooks, 2002) tersembunyi di balik pemilihan Jurusan D3 dapat dikemukakan bahwa mahasiswi Akuntasi, baik yang berhubungan dengan maupun orang tua mereka mendorong anak ideologi jender dan ideologi patriarki sangat perempuannya memasuki Jurusan D3 menarik. Untuk itu, perlu pendekatan yang Akuntasi, karena mereka memaknai Jurusan memadai, yakni tidak semata-mata dilaku- D3 Akuntansi mampu memberikan modal kan dengan cara menggali informasi akademik sebagai sarana bagi mobilitas langsung pada pelaku budaya, tetapi harus sosial vertikal yang menaik, yakni dari pula disertai dengan usaha dekonstruksi tersubordinasi ke arah kesetaraan jender atau sebagaimana yang berlaku pada pendekatan paling tidak dari kondisi yang kurang model kajian budaya. Dalam artian gejala memperoleh penghargaaan menjadi lebih sosiokultural harus didekonstruksi dengan dihargai, baik dalam keluarga maupun mempertimbangkan jalinan berbagai aspek, masyarakat. yakni aspek politis termasuk di dalamnya Harapan serupa itu bisa dimaklumi, ideologi, ekonomis, kultural, agama dan mengingat bahwa secara subustansial modal psikoanalisis. Bahkan, aspek historis tidak akademik yang diberikan oleh Jurusan D3 bisa diabaikan karena dunia kekinian Akuntasi, yakni tidak saja berbentuk berkesinambungan, berlandaskan pada dunia kognisi, tetapi juga metis. Dengan mengacu kelampauan, dan setiap kegiatan kebuda- kepada Brooks (2002) metis adalah susunan yaan memiliki kaitan historis dengan luas dari keterampilan-keterampilan praktis 80 Pendidikan Akuntansi dan Perempuan: … (Tjiptohadi Sawarjuwono & Anantawikrama T. Atmadja) dan intelegensi yang diperoleh dalam Profesi Di Bidang Akuntansi Cocok Bagi merespon suatu lingkungan alam dan Perempuan manusia yang terus-menerus berubah. Metis Wawancara terhadap mahasiswi tidak hanya diajarkan guna mendapatkan menunjukkan bahwa mereka memasuki kognisi dalam konteks pemahaman, tetapi Jurusan D3 Akuntansi terkait pula dengan menuntut pula pelatihan, misalnya lewat anggapan mereka bahwa akuntansi merupa- magang, ditambah lagi dengan pengamalan kan bidang yang dianggap cocok bagi kaum pada dunia kerja agar pemahaman perempuan. Apa yang dikemukakan oleh berimbang dengan praksis. Perusahaan- mahasiswi sepertinya tidak sejalan dengan perusahaan modern memerlukan sumber sudut pandang yang menyatakan bahwa daya manusia yang tidak semata-mata akuntansi adalah bidang ilmu yang mas- memiliki kognisi, tetapi yang penting harus kulin, karena menuntut hal yang rasional, pula memiliki metis. logis serta dapat dianalisis, (Lehman, 1992; Dalam konteks inilah Jurusan D3 Raffield and Coglitore, 1992; Hines, 1992). Akuntasi yang memberikan modal akademik Ketidaksesuaian ini tidak perlu dilawankan, maupun metis, posisinya menjadi sangat bahkan bisa dipahami maupun diakomo- penting. Hal ini tidak semata-mata, karena dasikan, karena akuntansi sebagai sebuah dengan modal akademik yang mereka disiplin ilmu, berhubungan pula dengan miliki, mereka bisa memasuki dunia kerja, hitung menghitung yang membutuhkan tetapi yang lebih penting adalah mereka bisa kecermatan, ketelitian, kesabaran serta pula mengalihkan modal akademiknya kehati-hatian. Hal ini lazim disebut sebagai menjadi modal ekonomi, yakni dalam pekerjaan klerikal (Kirkham, 1992; Kirkham bentuk gaji — uang. Dengan mengacu and Loft, 1993). kepada perspektif struktural bahwa dunia Pekerjaan-pekerjaan klerikal mem- materi bisa menimbulkan perubahan pada butuhkan sifat-sifat yang selama ini diang- struktur sosial maupun ide yang ada di gap melekat dalam diri perempuan. Ang- baliknya (Budiman, 1989). Karena itu, gapan ini tidak lepas dari peranan tradisional pandangan mahasiswi maupun orang tua akuntansi yang semula merupakan alat bagi yang memasukkan anaknya ke Jurusan D3 para pedagang dalam mengelola bisnisnya. Akuntasi adalah untuk meningkatkan status Ketika perdagangan masih sederhana dan sosial, secara teoritik menjadi sesuatu yang hanya melibatkan kalangan perseorangan, syah adanya. Mengingat bahwa jika mereka akuntansi tidak lebih dari sekedar metode bekerja dan memperoleh gaji, berarti mereka pencatatan untuk mencatat laba maupun rugi memiliki sumber daya materi, yakni uang. aktivitas bisnisnya (Kirkham and Loft, Dengan adanya uang, lebih-lebih pada 1993). Meskipun dewasa ini akuntansi telah masyarakat yang kuat terpengaruh oleh berkembang jauh melampaui aktivitasnya di ideologi pasar, sebagai yang tampak pada masa lampau, pandangan masyarakat masyakat Bali saat ini (Atmadja, 2004), seringkali tidak berubah. Masyarakat maka peluang bagi perempuan mengalami seringkali menganggap akuntansi sebagai peningkatan status sosial menjadi bertambah metode pencatatan aktivitas bisnis semata. besar, yakni paling tidak dalam bentuk per- Dengan demikian akuntasi, di satu sisi ubahan pengakuan, yakni dari kondisi memang menuntut hal yang mencirikan kurang memperoleh pengakuan menjadi maskulinitas, namun di sisi yang lain karena diakui eksistensinya di lingkungan keluarga akuntansi mencakup pula pekerjaan-peker- maupun masyarakat. jaan klerikal, maka aspek feminimitasnya tidak bisa diabaikan. 81 JAAI VOLUME 9 NO. 2, DESEMBER 2005: 77 – 94 Bertolak dari gagasan tersebut maka memikat serta menonjolkan aspek kepe- pemaknaan mahasiswi D3 Akuntansi bahwa rempuananya dalam pekerjaan di bidang ini. akuntasi cocok bagi perempuan, ternyata ada Sifat-sifat ini dianggap sesuai dengan pembenarannya. Namun, jika dicermati, perempuan yang pada hakekatnya maka pemaknaan mereka bisa dikatakan merupakan makhluk melayani. bersifat reduksi. Karena, akuntasi sepertinya Keunggulan perempuan dalam dimaknai dengan klerikal. Padahal klerikal pekerjaan-pekerjaan klerikal dan kemam- hanya merupakan aspek kecil dari ruang puan berkomunikasi mendapat pembenaran lingkup pekerjaan yang tecakup dalam dari sudut pandang biologis. Sebagaimana keakuntansian. Sebagai sarana utama dalam yang dikemukakan oleh Pease dan Pease berkomunikasi di dunia bisnis (Scott, 2003) (2004) perempuan dikatakan memiliki akuntansi telah jauh berkembang melampaui kemampuan yang berbeda dalam meman- fungsinya di masa-masa terdahulu yang faatkan bagian hemipshere otaknya dengan semata-mata menjalankan fungsi klerikal- laki-laki. Kemampuan ini menyebabkan nya. Namun, kemunculan pemaknaan yang perempuan lebih mampu melakukan banyak reduktif tentu bisa dimaklumi, mengingat hal dalam satu waktu dan lebih unggul bahwa latar belakang pendidikan yang dalam pembuatan laporan keuangan, serta mereka tempuh adalah D3. Peluang kerja aktivitas-aktivitas berulang lainnya diban- keluaran D3 memang lebih banyak pada dingkan dengan pria. Selain itu perempuan posisi menengah ke bawah, termasuk juga unggul dalam kemampuan verbal yang klerikal. Sedangkan untuk posisi atas, misal- merupakan kemampuan dasar dalam ber- nya manajer atau patner dalam institusi komunikasi. Dengan kelebihan secara akuntan publik, lebih banyak diklaim oleh biologis inilah perempuan lebih cocok untuk mereka yang berlatar belakang pendidikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat klerikal. akuntasi strata satu, bahkan sering pula Hal ini dikarenakan pekerjaan klerikal me- dilengkapi dengan pelatihan keprofesionalan rupakan pekerjaan yang terdiri dari aktivatas tingkat lanjut. mencatat, mengikhtisar, menjumlah, serta Perempuan yang menangani bidang aktivitas lain yang senantiasa berulang. klerikal tidak saja berhubungan dengan pekerjaan hitung menghitung, tertapi juga Waktu Studi Pendek, Investasi Lebih terkait dengan komunikasi. Sebagaimana Kecil, Peluang Kerja Luas terlihat di bank misalnya —Bank Mandiri Pekerjaan-pekerjaan klerikal dilaku- Singaraja, teller dan staf lain yang terkait kan di setiap organisasi, baik swasta maupun dengannya, hampir seluruhnya— sekitar 6 pemerintah. Kondisi ini menimbulkan orang adalah perempuan. Kondisi ini ada implikasi bahwa pendidikan akuntansi dapat kaitannya dengaan keunggulan perempuan memberikan peluang yang lebih besar untuk dalam memberikan pelayanan maupun mencari pekerjaan. Karena itu, tidak ber- berkomunikasi. Keunggulan ini dapat lebihan jika dikatakan bahwa akuntansi mereka manfaatkan dalam pekerjaan di merupakan bidang perkerjaan yang flek- bidang akuntansi terutama apabila dikaitkan sibel, karena jasanya dibutuhkan oleh setiap dengan proses komunikasi dengan klien, organisasi yang melakukan aktivitas pen- maupun pihak-pihak lain yang mem- catatan keuangan. Aktivitas ini dapat berupa butuhkan informasi akuntansi. Sebagaimana pencatatan aktivitas bisnis bagi entitas bisnis yang dikemukakan Lehman (1992) maupun pengelolaan keuangan bagi instansi perempuan haruslah dapat bersikap layaknya pemerintah. Luasnya kebutuhan akan perempuan (look like a lady), berpenampilan pekerja di bidang klerikal, dengan 82 Pendidikan Akuntansi dan Perempuan: … (Tjiptohadi Sawarjuwono & Anantawikrama T. Atmadja) sendirinya banyak menyerap tenaga perem- dan lebih cepat mendapatkan pekerjaan yang puan. Fleksibilitas yang melekat pada akun- sekaligus berarti kehidupan mereka pun tasi menambah daya tarik mahasiswi untuk menjadi lebih baik pula. Jadi, apa yang mengikuti pendidikan pada Jurusan D3 dikemukakan Robinson (1986) bahwa Akuntansi. Tenaga mereka bisa ditampung pendidikan dapat dilihat, antara lain, sebagai pada instansi pemerintah maupun swasta. suatu persiapan bagi struktur pekerjaan, Selain itu, mereka melihat pula berlaku pula pada pemilihan mahasiswi bahwa rentangan waktu pada pendidikan D3 terhadap Jurusan D3 Akuntansi. Harapan lebih singkat, dibandingkan dengan jenjang mendapatkan pekerjaan memang sangat pendidikan S1. Hal ini berarti, tidak saja penting, mengingat seperti dikemukakan waktu yang dihabiskan lebih singkat, tetapi Marx (dalam Magnis-Suseno, 1999) bahwa terkait pula dengan modal yang diinvestasi- manusia pada hakikatnya adalah makhluk kan. Investasi modal menjadi lebih kecil jika kerja. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari dibandingkan dengan modal yang diperlu- adanya kenyataan bahwa kerja memberikan kan untuk mengikuti jenjang pendidikan S1 peluang bagi manusia untuk meng- Kependidikan misalnya. Program S1 akualisikan dirinya, baik sebagai makhluk menuntut rentangan waktu lebih lama, yang individu maupun makhluk sosial. sekaligus berarti memerlukan investasi yang lebih besar pula. Pilihan pekerjaan yang DEKONSTRUKSI IDEOLOGI DI mereka miliki juga terbatas, hanya menjadi BALIK PEMILIHAN JURUSAN D3 guru. Jadi, peluang kerja yang lebih luas AKUNTASI mengandung makna bahwa jurusan Pen- Apabila dicermati alasan maknawi didikan D3 Akuntasi memiliki nilai sosial yang disampaikan oleh mahasiwi maupun dan ekonomi lebih tinggi, daripada profesi orang tua, tentang latar belakang mereka kependidikan. Kesemuanya ini sangat menyekolahkan anak perempuan pada penting, karena ikut mendorong perempuan Jurusan D3 Akuntasi, yakni dalam rangka memilih masuk pada Jurusan D3 Akuntansi. memberikan modal akademik, secara faktual Apabila paparan di atas dikaitkan sangat menggembirakan. Ideologi patriarki dengan gagasan Fromm (1996), maka apa yang kuat pengaruhnya pada masyarakat yang dikemukakan oleh para mahasiswi D3 Bali, sepertinya tidak ada. Namun, anggapan Akuntasi, tidak bisa dilepaskan dari ini harus dicermati secara hati-hati, pemaknaan yang paling hakiki tentang mengingat bahwa suatu ideologi yang keberadaan manusia sebagai homo esperans, terinternalisasi secara kuat dalam yakni manusia sebagi makhluk yang selalu masyarakat, sering kali menyusup dalam berharap. Artinya, apapun yang mereka praktek-praktek sosial, tanpa disadari oleh lakukan, selalu terkait dengan sesuatu aktornya. Lebih-lebih kalau ideologi harapan, yakni harapan akan kehidupan tersebut menguntungkan pihak yang yang lebih baik, harapan untuk memiliki apa berkuasa, yakni laki-laki, maka ideologi bisa yang lebih bermakna bagi kehidupannya. dipakai topeng untuk menutupi realitas Dengan berpegang pada gagasan tersebut (O’neil, 2001; Thompson, 2003; Piliang, maka apapun alasan maknawi yang 2004; Atmadja, 2004a). Dalam konteks ini mendorong mahasiswi maupun orang tua maka seperti dikemukakan Derrida (dalam mereka menyekolahkan anaknya pada Spivak, 2003; Norris, 2003; Beilharz, 2002) Jurusan D3 Akuntansi, pada hakikatnya perlu ada dekonstruksi, yakni pembongkaran adalah karena mereka berharap bisa lebih terhadap ideologi yang ada di balik realitas daripada sebelumnya, yakni lebih mudah 83 JAAI VOLUME 9 NO. 2, DESEMBER 2005: 77 – 94 sosial sehingga apa yang tidak tampak men- didekonstruksi tampak bahwa ucapan jadi terpahami secara jelas. tersebut tidak saja terkait dengan kemalasan, tetapi bertalian pula dengan kemiskinan MODAL AKADEMIK MENETRALISIR perempuan akan sumber daya ekonomi. IDEOLOGI PATRIARKI Dalam sistem keluarga patriarkat, anak laki- Bertolak dari asas dekonstruksi maka laki adalah ahli waris harta benda yang niat baik orang tua menyekolahkan anak ditinggalkan orang tua maupun leluhurnya. perempuannya ke Jurusan D3 Akuntansi, Akibatnya, perempuan yang masuk ke begitu pula anak perempuannya mene- dalam keluarga suaminya tidak memiliki rimanya dengan senang hati, pada dasarnya basis ekonomi sebagai sarana bargaining tidak bisa dilepaskan dari kuatnya power sehingga peluang mereka untuk pemberlakuan ideologi patriarki pada disubordinatkan oleh suaminya menjadi masyarakat Bali. Ideologi patriarki sangat besar (Sanderson, 1993). Apalagi menimbulkan implikasi bahwa sistem dengan adanya pembagian peran jender, kekeluargaan yang berlaku pada masyarakat dimana perempuan identik dengan sektor Bali adalah patriarkat atau sistem purusa domestik, sedangkan pria dengan sektor (Pudja, 1997). Jika laki-laki kawin, maka publik, sangat merugikan perempuan. Sebab mereka akan membawa istrinya ke dalam pemisahan tersebut tidak berkomplementer, lingkungan keluarganya. Begitu pula, adat tapi berstrata, yakni sektor publik lebih menetap setelah kawin mengikuti pola tinggi nilainya daripada sektor domestik, patrilokal atau virilokal, yakni mereka walaupun curahan tenaga dan waktunya tinggal di lokalitas di sekitar orang tua amat panjang. suaminya (Koentjaraningrat, 1990). Menurut Masyarakat Bali mencoba mengatasi Ursula Sharma (dalam Azwar, 2001) sistem masalah ketimpangan status istri di mata kekeluargaan patrilineal-patrilokal dengan suami maupun keluarganya, dengan cara pola pembagian kerja domestik-publik, melembagakan sistem tadtadan, yaitu orang mengakibatkan pula perempuan semakin tua memberikan harta bawaan kepada anak tertindas hak-haknya pada lingkungan perempuannya. Dalam masyarakat agraris keluarga suaminya. Hal ini megharuskan harta yang paling berharga adalah tanah, perempuan mampu beradaptasi untuk karena tanah adalah adalah sumber mengurangi penindasan sekaligus untuk kehidupan, lokalitas hunian, dan tempat menarik simpati, agar mereka bisa diterima mereka dikuburkan, sehingga mereka pada lingkungan keluarga suaminya. Begitu memiliki keterikatan sosioreligius terhadap pula, mereka harus bekerja keras pada sektor tanah (Atmadja, 1998). Karena itu, orang tua domestik, bahkan apabila memungkinkan yang berkecukupan lazim memberikan anak ikut terjun ke sektor publik, dengan cara perempuannya tadtadan berbentuk tanah menangani bidang nafkah tertentu guna sawah dan/atau tegalan. Dengan adanya menambah daya ekonomi dan daya simpati tadtadan timbul basis ekonomi, sehingga di kalangan anggota keluarga suaminya. suami, begitu pula anggota kerabatnya, di- Istri yang gagal beradaptasi, apalagi harapkan lebih menghargai perempuan malas bekerja, maka sebagaimana yang (istri) yang masuk ke lingkungan lazim berlaku pada masyarakat Bali, keluarganya. mertuanya sering berujar, “Nyeret teken Modernisasi menyebabkan tanah teken tingkang-tingkang dogen nyai dini!” kehilangan nilai sosioekonomi dan nilai Artinya, “Makan dan buka-buka paha saja religius-magisnya. Akibatnya, orangtua kerjamu di sini ya!”. (Artadi, 1993). Jika tidak lagi memberikan anak perempuannya 84 Pendidikan Akuntansi dan Perempuan: … (Tjiptohadi Sawarjuwono & Anantawikrama T. Atmadja) tadtadan tanah, melainkan semakin banyak tengah-tengah keluarga suaminya, kelak orangtua pada masayarakat Bali mem- tidak lagi hanya bermodalkan tubuh, tetapi berikan bekal berbentuk pendidikan formal - juga berbekalkan modal akademis, modal tercermin dalam ijazah (Atmadja dan kultural dan modal ekonomi. Begitu pula, Atmadja, 2005). Sebagaimana halnya mereka tidak lagi mutlak bergantung kepada dengan tanah, bekal ijazah diharapkan pula suaminya, tetapi justru berkontribusi bagi bisa memberikan pendapatan, yakni dari kehidupan rumah tangganya, yakni ber- hasil kerja menggunakan ijazah mereka. bentuk masukan finansial, material, dan Dengan demikian, tadtadan tradisional ideasional. Bersamaan dengan itu, mereka berbentuk tanah, dewasa ini telah bergeser berpeluang pula melakukan adaptasi pada menjadi tadtadan modern, yakni ijazah. sistem kepolitikan berwujud bargaining Bertitik tolak pada alur berpikir power, yakni “suatu kemampuan untuk seperti itu maka kegairahan orang tua menawar agar mendapatkan yang lebih menyekolahkan anak perempuannya pada baik” (Hardy, 1998), tercermin pada Jurusan D3 Akuntansi, dapat pula dipandang perlakuan tidak diremehkan oleh suami dan sebagai strategi mengurangi dampak yang kerabatnya. Begitu pula, mereka lebih tidak diinginkan dari adanya ideologi berpeluang dalam pengambilan keputusan patriarki. Dalam konteks ini seperti mengenai masalah pada lingkungan dikemukakan Bourdieu (dalam Brooks, keluarganya. 2002; Chaney, 2004), dengan menye- Gagasan ini sejalan dengan apa yang kolahkan anak perempuannya, orang tua dikemukakan Megawangi (1999) bahwa ingin membekali anak perempuan, yakni perempuan tersubordonasi oleh laki-laki, dalam bentuk modal yang sangat berharga antara lain, karena mereka miskin akan berupa modal akademik (gelar yang tepat). kepemilikan sumber daya. Hal ini berarti, Bahkan, bisa pula disebut modal kultural, jika mereka memiliki sumber daya, maka karena apa yang mereka miliki terkait peluang untuk mengurangi kesubordinasian dengan pengetahuan tentang suatu bidang tentu menjadi lebih besar. Bahkan bisa pula sesuai dengan jurusannya, yakni akuntansi. terjadi, dengan bekerja pada sektor publik, Pemberian modal tersebut sangat penting, timbul dampak psikologis, yakni perempuan karena dia dapat dialihkan menjadi modal lebih mudah mengembangkan kepercayaan ekonomi, berbentuk pendapatan atau gaji. diri, kemampuan personal, dan kompetisi Hal ini juga sesuai pula dengan hasil (Rowatt dan Rowatt, 1990). Pada akhinya, wawancara terhadap mahasiswi, bahwa kesemuanya itu diharapkan membawa motivasi mereka menempuh pendidikan penyesuaian pada tataran superstruktur pada Jurusan D3 Akuntansi, tidak sekedar ideologi, yakni agama dan nilai-nilai untuk mendapatkan modal akademik yang budaya, yang semula menekankan pada disimbolkan dengan ijazah, tetapi yang lebih tataran hubungan antar individu yang ber- penting adalah untuk lebih mudah corak hirarkis – pria lebih tinggi memperoleh pekerjaan yang sekaligus kedudukannya daripada perempuan, berubah berarti terkait dengan kepemilikan modal ke arah suatu hubungan sosial yang ekonomi. menghargai kesetaraan jender (Megawangi, Kepemilikan aneka modal tersebut 1999). berguna pula bagi peningkatan status sosial Pengalihan ijazah menjadi modal perempuan, karena sebagaimana yang politik atau paling tidak bisa mengurangi diharapkan oleh para mahasiswi, begitu pula tekanan kekuasaan suami atas istrinya, orangtuanya, bahwa kehadiran mereka di apalagi jika dia berhasil menguasai 85 JAAI VOLUME 9 NO. 2, DESEMBER 2005: 77 – 94 suaminya, tentu memberikan kepuasan sekaligus berarti, biaya pendidikan yang tersendiri bagi perempuan. Lebih-lebih jika dikeluarkan juga bisa ditekan. Bahkan yang mereka memiliki pula kekuasaan di tidak kalah pentingnya, peluang untuk lingkungan kerja mereka. Mengingat, bahwa bekerja dan menikah menjadi lebih cepat dengan memiliki ijazah diploma, perempuan pula. Jika mereka telah bekerja, apalagi telah dapat mengisi posisi pada level menengah menikah, maka sesuai dengan budaya pada perusahaan atau instansi tempatnya patriarki yang berlaku pada masyarakat Bali, bekerja. Jika perempuan memiliki kapa- maka ketergantungan anak perempuan bilitas yang memadai, seiring dengan kepada orang tua secara otomatis menjadi pengalaman yang ada padanya, bukan tidak berkurang, bahkan menjadi terputus. mungkin mereka dapat menduduki posisi- Bertolak dari sudut pandang budaya, posisi puncak. Pada posisi ini, perempuan sosial, dan ekonomi, prinsip ini jelas sangat dapat memiliki kekuasaan untuk mengatur menguntungkan baik bagi keluarga maupun orang-orang yang menjadi bawahannya. perempuan yang menempuh pendidikan Kepemilikan kekuasaan sangat pada Jurusan D3 Akuntasi. Namun, jika penting bagi manusia. Hal ini tidak semata- didekonstruksi, secara disadari maupun mata karena kekuasaan berimplikasi pada tidak disadari ada perlakuan yang berbeda, peningkatan imbalan ekonomi, tetapi bisa bahkan bersifat diskriminasi dalam pula mendatangkan imbalan sosial yang pemberian peluang pendidikan antara anak lebih besar, yakni dihormati dan dipatuhi laki-laki dengan perempuan. Hal ini tidak oleh orang lain. Karena itu, seperti bisa dilepaskan dari adanya kenyataan dikemukakan Friedrich Nietzche (dalam bahwa berdasarkan wawancara terhadap Jackson, 2003; Arifin, 1987) bahwa mahasiswi justru banyak orang tua mereka kehendak berkuasa menyatu dengan yang memprioritaskan saudara laki-lakinya manusia. Bahkan secara disadari maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tidak disadari perilaku manusia seringkali S1. Jadi, anak perempuan dibatasi pada D3, digerakkan oleh keinginan untuk berkuasa. sebaliknya anak laki-laki lebih diberikan Sejalan dengan itu berarti, jika perempuan kebebasan, yakni sampai ke S1. Gejala yang melanjutkan pendidikan ke jejang yang seperti ini memang tidak hanya berlaku di lebih tinggi, lalu mengakibatkan mereka Bali, melainkan umum berlaku di Indonesia. memiliki daya kuasa yang lebih banyak, Karena itu, tidak mengherankan juka maka dengan sendirinya akan menimbulkan keluaran Diploma untuk anak perempuan, kepuasan, karena kehendak mereka berkuasa lebih banyak daripada anak laki-laki tersalurkan secara baik. (Azkiyah, 2002; Arivia, 2002). PENGIRITAN WAKTU DAN BIAYA: KLERIKAL: PENJENDERAN SECARA DISKRIMINASI TERSEMBUNYI TIDAK DISADARI Sebagaimana dipaparkan di atas Sebagaimana yang dikemukakan oleh bahwa salah satu faktor yang menyebabkan Hines (1993) dalam sudut pandang main- perempuan maupun orang tuannya memilih stream akuntansi yang tercermin dalam Jurusan D3 Akuntasi adalah pengiritan praktek akuntansi dunia adalah semata-mata waktu dan investasi dalam pendidikan. Hal rasional, logis dan dapat dianalisis. Per- ini berkaitan erat dengan adanya fakta, yakni hitungan dan pengukuran akuntansi menye- masa studi mereka lebih singkat jika diakan dasar bagi pengambilan keputusan dibandingkan dengan S1, maka anak yang rasional, bertujuan untuk menciptakan perempuan bisa mengirit waktu studi yang efesiensi serta maksimalisasi keuntungan. 86

Description:
sibel, karena jasanya dibutuhkan oleh setiap organisasi yang melakukan aktivitas pen- catatan keuangan. dipakai topeng untuk menutupi realitas. (O'neil, 2001; Thompson, 2003; Piliang,. 2004; Atmadja perlu ada dekonstruksi, yakni pembongkaran terhadap ideologi yang ada di balik realitas
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.