Nama Yahweh: Suatu Tinjauan Etimologis Terhadap Arti dan Penggunaan Nama Yahweh Berdasarkan Keluaran 3:14 Ira Desiawanti Mangililo Abstrak The dispute among Christians regarding the using of the name Yahweh and Allah in Indonesia recently encouraged me to do an etymological study of the of the name od Yahweh based on Exodus 3:14, I bigin this attempt by describing the literary history of the Hebrew Bible that is divisible into three partially overlapping phrases: 1). The stage of the formation of the separate literary units, oral and written, that eventually became a part of the Hebrew Bible, from about 1200 B.C.E. to 100 B.C.E, 2). The stage of the final formation of the Hebrew Bible as an authoritative collection of writing, knowns as TANAK, beginning ca. 400 B.C.E. to 90 C.E., 3)The stage of preservation and transmission of the Hebrew Bible, both in the original tongue and in translations into other languages. All these processes show that the Hebrew Bible that we own now is a collection that has neen through a long time processes of the copying, therefore there are so many written words that cannot be read and pronounced clearly in Hebrew. And one of the good example for this is the name Yahweh. In this paper, I will show that up to this time, there is nobody who knows exactly how to pronounce the tentragrammation of YHWH. Instead, people chose to use vocals that occur in the owrd Adonai (LORD) and Elohim (GOD) that placed under the consonants of YHWH in order to be able to pronounced it (ketip-qerej. My investigation of the name of Yahweh itself is based on Exodus 3:14 that highlight God's declaration to Moses in terms of explaning his identity to him. He said, Ehyeh asher ehyeh. Many scholars translated it as I am who I am or I wil be. But, like Freedman, choose to translate it as hiphil verb that means I have caused things exist or the words I created what I created In short, Ehyeh asher ehyeh can be translated as I am the creator as the result of idem per idem construction. The word ehyeh later became the word Yahweh that changed the first person I to the third person he. Therefore, it can be translated as He created. Apart from all those attempts to reveal the meaning of this name, one thing to remember is 161 'WjASXI^A Jumal Studi Agama dan Masyarakat Vol. Ill, No. 2, Nov. 2006: 161-176 up to this time the meaning of the saying ehyeh asher ehyeh remains puzzled. Key Words: Yahweh, Keluaran, Alkitab Ibrani, Etimologi Nama Yahweh Yahweh atau Elohim atau Yahweh Elohim adalah nama-nama yang dipergunakan oleh para penulis kitab Ibrani untuk menulis nama Tuhan mereka. Nama-nama inilah yang pada akhir-akhir ini menjadi bahan perdebatan sekelompok orang di Indonesia yang menamakan dirinya Gerakan Pemulihan Nama Yahweh di Indonesia1'' untuk mempromosikan penggunaan nama Yahweh sebagai ganti dari nama Allah yang telah lama digunakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) di dalam teijemahannya. Dasar argumen mereka adalah bahwa dengan menerjemahkan Yahweh menjadi Allah maka LAI menyederhanakan bahkan memprofokasikan terjadinya kesejajaran arti kata Yahweh dengan Allah. Padahal dari segi sejarah pra Islam, nama Allah mengacu pada dewa orang badui, dewa bulan, atau kepala pantheon dewa-dewa orang Arab yang berpusat di Mekkah.2'' Gambaran ini menurut mereka tentu saja tidak sesuai dengan nama Yahweh yang merupakan nama yang dikatakan langsung oleh Tuhan ketika menampakkan dirinya kepada Musa. Pendapat ini tentu saja menimbulkan perdebatan yang seru baik di kalangan para teolog maupun masyarakat awam. Adanya pro dan kontra penggunaan nama Yahweh dan Allah di Indonesia ini menurut saya terjadi bukan karena adanya perbedaan penafsiran arti nama Yahweh itu sendiri, melainkan pada cara orang memandang dan mempergunakan nama Yahweh. Itulah sebabnya di dalam tulisan ini, saya akan berusaha untuk melakukan kajian etimologi terhadap nama Yahweh dan penggunaannya dengan mengacu pada Keluaran 3:14 sebagai dasar teks. Untuk itu maka di dalam bagian pembahasan, saya akan menggambarkan tentang proses terjadi Alkitab Ibrani dan proses pemeliharaan serta penyebarannya. Hal ini penting karena dengan adanya gambaran yang jelas tentang proses-proses tersebut maka akan memudahkan seseorang untuk memahami teks-teks Alkitab Ibrani yang sekarang dimilikinya beserta dengan permasalahan- permasalahan yang ada di dalamnya. 162 Ira Desiawanti Mangililo, Nama Yahweh: Suatu Tinjauan Etimologis Sejarah Terbentuknya Alkitab lb rani Alkitab Ibrani (Hebrew Bible) yang digunakan oleh pembaca pada masa kini, baik dalam bahasa asli maupun dalam terjemahan-terjemahan modern sampai kepada bentuknya sekarang, setelah melalui proses yang memakan waktu kurang lebih tiga ribu tahun. Upaya untuk merekon- struksikan perkembangan proses di atas dapat terjadi dengan mengguna- kan metode kritik-sejarah meskipun tidak dapat dipungkiri tentang masih adanya perdebatan di kalangan para ahli sehubungan dengan pengelompokan dan pengurutan waktu munculnya tradisi-tradisi tulisan di bagian awal penulisan sejarah.3) Selanjutnya Gottwald berargumen bahwa sejarah kesusastraan Alkitab Ibrani dapat dibagi dalam tiga tahap: 1) tahap pembentukan unit-unit kesusastraan yang terpisah secara lisan dan tulisan, yang pada akhirnya menjadi bagian dari Alkitab Ibrani mulai dari tahun 1200 Sebelum Zaman Bersama (SZB) sampai kepada 100 SZB, 2) tahap pembentukan akhir Alkitab Ibrani sebagai suatu kumpulan tulisan-tulisan yang terdiri dari tiga bagian (Kitab Taurat/hukum, Nabi- nabi, dan Tulisan-tulisan) diawali sejak ca. 400 SZB, 3) tahap pemeliharaan dan penyebaran Alkitab Ibrani, baik di dalam bahasa asli maupun di dalam bentuk terjemahan ke dalam bahasa lainnya yang terdiri dari dua periode yaitu: (a) periode di mana isi Alkitab Ibrani masih sementara berada di dalam proses penyelesaian ca 400 SZB hingga 90 Zaman Bersama (ZB), (b) periode di mana Alkitab Ibrani telah mencapai bentuk yang pasti mulai dari tahun 90 ZB hingga sekarang.4) Pada tahap pengumpulan unit-unit kesusastraan menjadi suatu koleksi kitab seperti yang kita miliki sekarang, satu hal yang perlu disadari adalah bahwa tradisi-tradisi itu tidak pemah dilihat sebagai sebuah buku dasar keagamaan hingga pada akhir periode alkitab. Sebaliknya, buku-buku itu lebih dilihat sebagai hasil karya kesusastraan yang terjadi melalui proses berabad-abad, yang mana isinya berbicara tentang hal-hal yang menjadi kebutuhan mendesak bangsa Israel pada saat itu dan juga krisis yang dialami yang perlu mendapat perhatian. Tulisan-tulisan yang berbeda ini mengambil bentuk kesusatraan yang beranekaragam dengan tujuan yang berbeda-beda pula. Baru pada masa- masa kemudianlah, Alkitab Ibrani yang dikumpulkan itu kemudian diperlakukan sebagai kitab suci akibat adanya tekanan dari sejumlah peristiwa dan situasi yang terjadi pada masa pasca pembuangan Yehuda.5) Tentu saja pada masa ini orang Yahudi dan Kristen mengklaim bahwa Tuhanlah yang mengilhami dan menuntun penulisan Alkitab Ibrani. Hal ini memang benar karena menurut saya, Alkitab Ibrani 163 H^SKJ'TPU Jumal Studi Agama dan Masyarakat Vol. Ill, No. 2, Nov. 2006: 161-176 merupakan kumpulan tulisan-tulisan yang merefleksikan tentang pengalaman hidup suatu bangsa yang bemama bangsa Israel Alkitab (Biblical Israel) dalam bubungannya dengan Tuhan. Namun satu ba\ yang tidak boleh kita lupakan adalah Alkitab Ibrani adalah basil tulisan manusia yang telah mengalami berbagai proses pengumpulan dan pengeditan selama berabad-abad oleh para ahli alkitab. Ada tulisan- tulisan yang semula terpisah gulungan-gulungan kitabnya namun kemudian oleh para editor disatukan karena dianggap memiliki waktu penulisan atau gaya bahasa yang sama. Itulah sebabnya di dalam satu kitab bisa saja terdapat dua penulis yang berbeda yang disatukan dan dapat kita ketahui dari gaya bahasa dan tekanan atau tema yang berbeda.6) Proses pengumpulan gulungan-gulungan kitab Ibrani sebenarnya mulai dilakukan secara serius oleh orang Yahudi7) pada saat dipulangkan kembali oleh Persia ke Israel, dan berada dalam posisi yang problematik. Sebagai suatu komunitas, mereka tidak lagi menjadi bangsa yang bebas menentukan nasib sendiri meskipun pada saat yang sama diberikan wewenang untuk menentukan sistem administrasi dan juga memper- tahankan serta mengembangkan agama dan kebudayaan mereka di bawah pimpinan imam besar dan gubemur yang ditunjuk oleh Persia. Di samping itu juga, bahasa Ibrani yang merupakan bahasa yang digunakan mereka sebagai bahasa pengantar sehari-hari, tidak lagi digunakan pada masa pembuangan. Mereka menggunakan bahasa Aram yang merupakan bahasa yang mereka adopsi di Babilonia. Hanya mereka yang membaca bahasa Ibrani di dalam buku-buku sastra dan liturgi-liturgi ibadahlah yang bisa tetap membaca tulisan-tulisan tradisional Israel. Sementara orang yang lainnya hanya dapat mengerti apa arti kitab yang dibaca jika ada yang menerjemahkannya di dalam bahasa Aram.8) Situasi ini dipandang cukup berbahaya oleh orang Israel pada saat itu karena timbulnya ketakutan bahwa identitas atau tradisi mereka yang berhubungan dengan masa sebelum pembuangan akan hilang. Menghadapi keadaan inilah maka orang Yahudi berpendapat bahwa hal yang menghubungkan mereka dengan para leluhur mereka pada masa sebelum pembuangan adalah agama mereka yang sebenarnya telah berkembang menjadi lebih kuat di pembuangan. Hal ini dapat dilakukan dengan menekankan adanya peran Musa, sang pemberi hukum, para bapak leluhur, hakim-hakim, para raja, para imam, dan nabi- nabi yang bekerja pada masa sebelum pembuangan dan masa pem- buangan, ditambah dengan tulisan-tulisan baik itu Amsal kebijaksanaan 164 Ira Desiawanti Mangililo, Nama Yahweh: Suatu Tinjauan Etimologis maupunpun novel/cerita-cerita pendek.9) Kitab-kitab ini kemudian dikumpulkan dan usaha untuk memutuskan tulisan-tulisan mana saja yang berkuasa dan kriteria-kriteria untuk membuat suatu tulisan itu dianggap memiliki otoritas, mulai dilakukan dengan serius. Dan tentu saja, hal-hal ini sangat tergantung pada pihak yang memiliki wewenang atau kuasa untuk memutuskan permasalahan itu dan dalam hal ini adalah kelompok elite. Mereka adalah Ezra yang merupakan imam atau ahli taurat yang dikirim oleh Persia untuk menyelediki pelaksanaan hukum di Israel dan Nehemia yang adalah seorang gubemur yang ditunjuk oleh Persia pada saat pembangunan dan penataan kembali kota Yerusalem. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh orang-orang Yahudi-Helenis yang bekerja sama dengan Seleusid pada masa perang Makabe dan juga orang- orang Saduki yang memonopoli jabatan keimaman pada masa kekuasaan bangsa Roma. Proses ini berlangsung dari tahun 400 SZB - 90 ZB. Selain itu, hal lain yang harus mendapat perhatian kita adalah tentang ukuran yang dipakai agar suatu buku dapat dianggap memiliki kuasa untuk menjadi bagian kitab orang Ibrani. Ukurannya adalah bahwa waktu penulisan kitab-kitab itu tidak boleh lebih dari waktu ketika Ezra hidup. Kelompok terakhir yang berperan dalam proses pengkanonisasian adalah kelompok Farisi yang pada masa pemerintahan kekaisaran Romawi berjuang untuk melawan kekuasaan super power ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat program guna memperkuat lapisan bawah komunitas Yahudi melalui kitab-kitab hukum yang menjadi dasar kehidupan beragama mereka pada saat itu sebagai hasil penafsiran dari tradisi lisan yang ada. Pada akhirnya, pada tahun 90 ZB melalui suatu pertemuan di Jamnia, pengumpulan tulisan-tulisan mencapai titik puncaknya di mana Alkitab Ibrani mencapai bentuk finalnya yang kemudian diakui sebagai kitab suci orang Yahudi.10) Alkitab Ibrani ini juga kemudian menjadi bagian dari kitab suci orang Kristen yang muncul di akhir abad pertama ZB. Proses Penyebaran Kitab Ibrani dan Penstabilan Huruf-Huruf Konsonan di Dalam Teks Pada Tahun CA. 100 ZB Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwa proses terhimpunnya Alkitab Ibrani berlangsung dalam waktu yang panjang dan lama. Salah satu akibat dari proses ini adalah semua kitab asli dari tulisan-tulisan individu dan sumber-sumbemya mengalami kehancuran atau tertimbun di suatu tempat dan tidak berhasil digali.1^ Hal ini mungkin terjadi karena kitab-kitab tersebut ditulis di atas lembaran daun papyrus yang 165 'HtflSKJTjl, Jumal Studi Agama dan Masyarakat Vol. Ill, No. 2, Nov. 2006: 161-176 mudah hancur pada masa sebelum pembuangan. Itulah sebabnya pada masa setelah pembuangan, ketika suatu tulisan diakui otoritasnya maka tulisan itu kemudian dikopi ke atas perkamen atau vellum yaitu lembaran-lembaran yang terbuat dari kulit binatang yang dapat bertahan lama. Di dalam proses penyalinan itu, tidak dapat dipungkiri bahwa teks- teks yang pada masa sebelum pembuangan itu ditulis di dalam bahasa Ibrani kuno atau bahasa Phonesia itu kemudian mendapat pengaruh dari teks-teks berbahasa Aram yang pada saat itu telah diberi garis pembatas seperti gambaran ukuran kertas yang kita miliki pada saat ini. Di samping itu, huruf-huruf konsonan Ibrani kuno semakin berubah menjadi persegi empat.12) Sebelum adanya penemuan gulungan laut mati pada tahun 1947, bukti manuskrip Ibrani yang paling awal hampir sepenuhnya bergantung pada manuskrip yang ditemukan tidak lebih dari akhir abad ke-9 ZB dengan beberapa bagian yang dapat ditarik kembali ke abad ke-5 ZB. Manuskrip yang berisi Kitab Taurat/hukum Perjanjian Lama ini telah dipelihara oleh komunitas Samaria yang memisahkan diri dari Yahudi sebelum jaman Kristen. Dengan adanya penemuan gulungan Laut Mati yang berisi hampir seluruh kitab Yesaya (IQISa), sebagian salinan dari nabi yang sama, kitab-kitab tulisan (Ketubim) kecuali Eshter beserta komentamya, bagian dari 41 Mazmur Alkitab termasuk yang ada di dalam Apocripha, maka terjadi perubahan yang radikal terhadap bukti manuskrip Ibrani kita. Alasannya adalah karena kitab-kitab itu berasal dari abad ke-3 SZB bahkan kemungkinan pada abad ke-4 SZB, sementara kitab Yesaya yang lengkap kemungkinan berasal kurang lebih pada tahun 150 SZB. Penemuan gulungan Laut Mati ini membuktikan bahwa gulungan kitab yang kita miliki pada saat ini terdiri dari berbagai ragam yang ditulis oleh kelompok atau peredaksian tradisi yang berbeda.13) Hal lain yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa selama berabad-abad, adalah merupakan hal yang normal bagi Alkitab Ibrani untuk ditulis hanya dalam bentuk konsonan-konsonan (22 konsonan seluruhnya) saja seperti halnya di dalam kitab-kitab berbahasa Phonesia dan Aram. Usaha untuk menambahkan vokal pada huruf-huruf konsonan bahasa Ibrani mulai diupayakan antara abad ke-6 atau ke-7 ZB. Kemungkinan bunyi-bunyi vokal disalin dengan menggandalkan ingatan dari sang guru kepada muridnya. Metode ini dianggap tidak sulit ketika bahasa Ibrani masih menjadi bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari di kalangan orang Yahudi. Namun seiring dengan 166 Ira Desiawanti Mangililo, Nama Yahweh: Suatu Tinjauan Etimologis berkembangnya waktu di mana makin banyak orang Yahudi yang tersebar di negara-negara lainnya dan mengadopsi bahasa setempat sebagai bahasa pengantar mereka, maka timbullah kesulitan sehubungan dengan bagaimana cara mengucapkan huruf-huruf konsonan yang ada.u) Untuk itu maka upaya untuk menggunakan vokal di dalam teks-teks kitab Ibranipun dilakukan dengan mendasarkan diri pada sistem vokalisasi yang ada di Babilonia dan di daerah Palestina yang mana vokal-vokalnya diletakkan di atas konsonan. Penggunaan vokal-vokal di atas konsonan dan pemberi tanda-tanda titik sebagai tanda adanya aksen ini dilakukan oleh fraksi Jewish-Ortodoks yang disebut Qaraites (Karaites).15) Pada abad ke-8 dan ke-9 ZB kelompok ahli orang Yahudi mulai dipusatkan di sebuah perkumpulan di Tiberias, di tepi barat sungai Galilea. Mereka dikenal dengan nama kelompok Masoret karena mereka meletakkan keterangan-keterangan pada bagian pinggir dari teks yang kebanyakan diciptakan ketika terjadi permasalahan di dalam teks, seperti adanya kesalahan bentuk tata bahasa, penulisan huruf, atau kata. Kebanyakan kesalahan-kesalahan penulisan huruf atau kata itu tidak dirubah di dalam teksnya tetapi diberikan catatan pinggiran sehubungan dengan cara pembacaannya yang benar. Hal inilah yang dikenal dengan istilah "Qere-Kethib" yaitu sebuah tulisan yang ditulis harus dibaca dengan cara lain. Teks mereka dikenal dengan sebutan Teks Masoret (teks tradisional atau teks dari tradisi-tradisi). Teks ini disingkat MT yang kemudian menjadi dasar dari seluruh kitab modern yang diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Di samping itu, mereka juga menemukan bahwa penggunaan vokal dan tanda aksen yang ditempatkan di atas konsonan merupakan hal yang tidak memadai sehingga kemudian mereka menciptakan sistem penggunaan titik-titik, dan tanda baca lainnya yang tampak di Alkitab Ibrani saat ini. Sistem vokalisasi dibuat dalam 7 kelompok tanda di dalam kombinasi dan diletakkan di bawah atau di atas konsonan-konsonan. Seluruh tanda itu terdiri dari 32 tanda.16) Sementara itu, penomoran pasal yang dapat kita miliki sekarang dibuat oleh Stephen Langton yang berasal dari Inggris tahun 1205 ZB dalam terjemahan Latin Vulgata yang kemudian diadapasi oleh seorang rabi pada tahun 1330 ZB ke dalam Alkitab Ibrani. Tindakan ini kemudian dilengkapi dengan adanya upaya untuk penomoran ayat Alkitab Ibrani yang dilakukan oleh seorang rabi pada tahun 1571 ZB. Edisi cetak Alkitab Ibrani yang pertama muncul pada tahun 1477 ZB yang kemudian diikuti oleh edisi kedua yang diedit oleh Jacob ben Chayyin dan dipublikasikan oleh Bomberg Press di Venice pada tahun 1524/25 ZB. 167 ntfSKJTjl, Jumal Studi Agama dan Masyarakat Vol. Ill, No. 2, Nov. 2006: 161-176 Teks inilah yang kemudian menjadi dasar acuan yang diterima baik di kalangan orang Yahudi maupun Kristen hingga tahun 1936 ZB. Namun setelah tahun itu, teks ben Chayyin ditinggalkan karena terbukti lebih rendah mutunya dan muncul lebih kemudian dibandingkan dengan MT yang diproduksi oleh ben Asher pada abad ke-10 ZB. Teks ben Asher inilah yang kemudian menjadi dasar dari edisi ketiga Biblica Hebraica yang dipublikasikan oleh Rudolph Kittel (BHK) dan juga bagi Biblica Hebraica Stuttgartensia (BHS) yang diedit oleh K. Elliger dan W. Rudolph.17) Dengan mengetahui sejarah pengumpulan, pemeliharaan, dan penyebaran Alkitab Ibrani, maka marilah sekarang kita melihat pada arti dan penggunaan nama Yahweh yang telah menjadi bahan perdebatan para ahli selama bertahun-tahun. Arti dan Penggunaan Nama Yahweh Satu hal yang harus diakui dengan jujur adalah hingga saat ini, tidak ada seorangpun yang mengetahui asal usul dan arti nama Yahweh yang sebenamya. Seiring dengan berjalannya waktu, belum ada konsensus yang dilakukan oleh para ahli untuk menentukan bentuk atau arti dari YHWH. Sesuai dengan tradisi Alkitab, nama t Tuhan, tetragrammaton - terdiri dari empat huruf, YHWH, selalu dihubungkan dengan Musa. Di dalam Keluaran 6:2 yang menurut para ahli berasal dari sumber P18), nama Tuhan yang diketahui oleh Abraham, Ishak, dan Yakub dengan sebutan El Shadai (Tuhan Maha Besar), pertama kali dikenal oleh Musa dengan sebutan Yahweh. Sumber E sama dengan P, menghindari penggunaan nama Yahweh sebelum penampakan Allah kepada Musa. Hanya sumber J sajalah yang mengatakan bahwa Tuhan telah disembah dengan nama itu jauh sebelum terjadinya air bah (Kej. 4:26).19^ Berdasarkan tradisi, maka pertanyaannya adalah apa arti nama Allah Musa ini? Guna menjawab pertanyaan di atas maka saya akan memfokuskan diri untuk membahas arti nama Yahweh berdasarkan hasil bacaan saya terhadap Keluaran 3:14 karena satu-satunya penjelasan tentang nama Allah ini hanya muncul di dalam bagian kitab ini yang berasal dari sumber E. Lalu Musa berkata kepada Allah: "Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangku telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang namaNya? - apakah yang 168 Ira Desiawanti Mangililo, Nama Yahweh: Suatu Tinjauan Etimologis harus kujawab kepada mereka? Firman Allah kepada Musa AKU ADALAH AKU." Dan lagi firmanNya: Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (Terj. LAI). Di dalam Keluaran 3:13-14 ini, ketika Musa bertanya kepada Allah tentang identitasnya maka Allahpun menjelaskan kepadanya dengan mengatakan "'Ehyeh 'asher ehyeh... katakanlah kepada Israel, "ehyeh 'shelahani' (ehyeh telah mengutus aku). Selanjutnya pada ayat 15, sumber E berusaha untuk menghubungkan kata 'Yahweh dengan Elohim dengan mengatakan bahwa Yahweh Elohim nenek moyangmu. Kata 'ehyeh' ini merupakan kata kerja bentuk qal20) orang pertama tunggal yang berasal dari akar kata hyh yang berarti menjadi atau adalah. Sehingga ehyeh asher ehyeh dapat diterjemahkan "aku menjadi aku" atau "Aku adalah Aku". Ada sebagian orang yang menerjemahkan ehyeh ini dalam kata kerja waktu yang akan datang sehingga berarti "Aku akan ada".21) Alkitab Ibrani terjemahan Yunani yaitu Septuaginta mener- jemahkannya 'ego eimi o wn' atau "Aku adalah dia yang adalah" atau "Aku adalah Dia". Alkitab Ibrani terjemahan King James Version (KJV) menerjemahkannya I AM THAT I AM, sementara New Revised Standard Version (NRSV) menerjemahkannya I AM WHO I AM. Terjemahan yang berbeda berasal dari Jewish Publication Society (JPS) yang memilih untuk tidak menerjemahkan 'ehyeh asher ehyeh' ke dalam kata-kata tertentu dan memberi keterangan pada catatan kakinya 'meaning in Hebrew uncertain' atau artinya tidak jelas. Dengan adanya perbedaan terjemahan akibat arti kata yang tidak pasti inilah maka menyebabkan hingga saat ini kita belum mengetahui dengan pasti arti kata 'ehyeh'. Namun akhir-akhir ini para ahli seperti David Noel Freedman mengatakan bahwa 'ehyeh' yang divokalisasikan sebagai bentuk kata kerja qal di dalam MT, merupakan bentuk yang mendapat pengaruh dari tradisi yang dijadikan patokan oleh Septuaginta atau mungkin tradisi yang lebih tua. Menurut Freedman bentuk kata kerja yang sebenamya adalah bukan qal melainkan hiphil sehingga artinya sebenamya haruslah "Aku yang menyebabkan sesuatu ada".22) Sementara P. Haupt mengubah kata-kata ini menjadi 'ahyeh 'asher 'yihyeh yang berarti "Aku yang menyebabkan apa yang ada.23) Hal lain yang dikontribusikan oleh Freedman dengan merujuk pada S.R. Driver adalah bahwa "ehyeh 'asher 'ehyeh' merupakan jenis kata- kata yang masuk di dalam kategori konstruksi idem per idem yang sangat 169 'WjiSKJ'TX Jumal Studi Agama dan Masyarakat Vol. Ill, No. 2, Nov. 2006: 161-176 umum terdapat dalam bahasa Ibrani atau Arab. Idem per idem merupakan jenis pengulangan idiom yang dipakai ketika hal-hal atau keinginan yang seharusnya muncul secara lebih eksplisit tidak ada. Istilah ini sebenarnya telah lebih dahulu diperkenalkan oleh Harrison sebagai paronomasia yang mana dua kata yang mempunyai bentuk yang sama digunakan untuk menekankan kesatuan dari suatu sifat tindakan di dalam dasar suatu konsep kata kerja.24^ Di dalam kata "ehyeh as her ehyehkata kerja yang kedua berfungsi sebagai predikat yang menekankan kata kerja yang berfungsi untuk menyatakan tindakan. Dengan demikian ketika 'ehyeh asher ehyeh' diterjemahkan "Aku yang menyebabkan ada, apa yang ada" atau dengan kata lain "Aku menciptakan apa yang Aku ciptakan". Dan ketika disederhakan maka teijemahnya akan menjadi "Akulah sang pencipta". Dengan demikian usulan terjemahan untuk 'ehyeh asher ehyeh' adalah "Akulah sang pencipta." Bentuk ini sama dengan yang terdapat di dalam Kel. 33:19 : "Aku akan memberi kasih karunia kepada kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." Kalimat ini dapat disederhanakan "Akulah sang pengasih. Akulah sang penyayang." Kata 'ehyeh' inilah yang kemudian menurut Martin Noth25) dibuat menjadi 'YHWH' yang merupakan bentuk peralihan kata kerja dari orang pertama kepada orang ketiga tunggal yaitu dari 'aku' menjadi 'dia'. Hingga saat ini, tidak ada seorangpun yang mengetahui dengan pasti bagaimana cara mengucapkan tentragrammaton YHWH ini hingga akibatnya nama yang telah digunakan oleh para penulis sebelum masa pembuangan ini, pada masa setelah masa pembuangan jarang dipakai orang. Sebagai gantinya orang lebih sering menggunakan kata Adonai yang diterjemahkan sebagai TUHAN (Inggris: LORD) dan Elohim yang diterjemahkan sebagai ALLAH (Inggris: GOD). Kemudian vokal-vokal dari Adonai yaitu e, o dan a dikenakan pada YHWH sehingga kata itu dibaca Adonai. Demikian pula vokal-vokal Elohim yaitu e, o dan i, dikenakan pada tentragrammaton YHWH yang kemudian dibaca Elohim. Ada sebagian ahli seperti Edersheir26) yang membaca gabungan YHWH dengan vokal-vokal Adonai sebagai Jehovah yang sebenarnya tidak diketahui hingga tahun 1520. Orang pertama yang menggunakan pengucapan ini adalah Galatinus namun kemudian dilawan oleh Le Mercier, J. Drasius dan L. Capellus sebagai sesuatu yang melawan tata bahasa and sejarah yang sebenarnya.27^ Di masa sekarang ini, para ahli lebih sepakat untuk mengucapkan YHWH sebagai Yahweh yang dianggap lebih mendekati tata-bahasanya. Di dalam teks MT sendiri 170
Description: