MAHKAMAH AGVNO KBRKfiMBWGWN PERADILAN m nQm fflniEGARA DAN - HUKUM p o k o k pokok A USAHA NEGARA DILIHAT a i iHKAMAH AGUNG Rl I BEBERAPA SUDUT PANDANG R 347.035 MAHKAMAHAGUNGJRI PERKEMBANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN POKOK-POKOK HUKUM TATA USAHA NEGARA DILIHAT DARI BEBERAPA SUDUT PANDANG Milik Perpustakaan Mahkamah Agung - RI PERPUSTAKAAN DAN LAYANAN INFORMASI BIRO HUKUM DAN HUMAS BADAN URUSAN ADMINISTRASI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA 2011 Perpustakaan Nasional RI : Data Katalos Dalam Terbitan (KDT) Perkembangan Peradilan Tata Usaha Negara dan Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara Dilihat dari Beberapa Sudut Pandang. — Jakarta : Mahkamah Agung RI, 2011. vi, 642 him. ; 16 x 23 cm. ISBN 978-979-19258-1-5 1. Indonesia. Mahkamah Agung. 3 3 £013 ~ - Tanggal 'o 'bTd CjJA No. Induk J17 -035 - fmJ - P ■ No. Kias JteK/Hadiah : ..... KATA PENGANTAR Penerbitan Buku Perkembangan Peradilan Tata Usaha Negara dan Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara Dilihat Dari Beberapa Sudut Pandang ini dimaksudkan setidaknya dapat memenuhi sebagian kebutuhan para hakim dalam mendapatkan bahan-bahan yang berkaitan dengan Hukum Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh : a. Pengadilan Tata Usaha Negara b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Melalui apa yang disajikan buku ini kiranya dapat lebih memperjelas dan menambah nuansa pengetahuan kita terkait dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum tata usaha negara. Sangat disadari bahwa buku ini masih mengandung banyak kekurangan, untuk itu saran-saran bagi penyempurnaan sangat diharapkan. Ucapan terima kasih tak lupa disampaikan untuk Tim Penyusun yang telah berupaya bagi penerbitan buku ini disertai doa semoga segala daya upaya yang telah dicetuskan mendapat imbalan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta, Februari 2011 Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI DR. H./SUBAGYO, SH.MM. m TIM PENYUSUN Pengarah : Nurhadi SH., MH. Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI Penanggung Jawab : M.E.R. Herki Artani R., SH. Kepala Bagian Perpustakaan dan Layanan In formasi Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi - MARI Sekretaris : H.M. Arief Ismail, SH. Kasubbag Penerbitan Biro Hukum dan Humas BUA - MARI Anggota : 1. Supenianto, SH. 2. Hidayat, SH. 3. Zamzani, K.Z., SH. 4. Yuni Hayati Putri, SH. 5. Dading Rochati 6. Nur’aini Sekretariat : 1. Kerlina Purba 2. Kartika Sandi Taurus, A.Md 3. Dwi Listiani, A.Md. 4. Muhammad Udin Nara Sumber : Literatur Perpustakaan Mahkamah Agung RI Alamat Redaksi : Jl. Medan Merdeka Utara No. 9-13 Blok H Lt. 4 Jakarta 10010 Tromol Pos No. 1020 Telp. (021) 3843541 Psw. : 438/409 E-mail: [email protected] DAFTAR ISI 1. Tim Penyusun 2. Kata Pengantar iii 3. Daftar isi v 4. Sejarah Lahirnya Peradilan Tata Usaha Negara 1 5. Peradilan Tata Usaha Negara 29 6. Keputusan atau Penetapan dan Peraturan 59 7. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara 77 8. Gugatan, Upaya Administratif, dan Tenggang Waktu 83 9. Hakim dan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara 105 10. Pemeriksaan Sengketa Tata Usaha Negara 117 11. Ketentuan Umum Peradilan Tata Usaha Negara 139 12. Kewenangan dan Susunan Peradilan Tata Usaha Negara 147 13. Pengajuan Gugatan 159 14. Pemeriksaan Pihak Sengketa 173 15. Pembuktian 181 16. Putusan Pengadilan 185 17. Banding 195 18. Pemeriksaan Kasasi 199 19. Pemeriksaan Peninjauan Kembali 20 ! 20. Peradilan Tata Usaha Negara dan Kompetensi Absolut 205 21. Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha 233 Negara 22. Hubungan Hukum Administrasi dan Tindakan Hukum Adminis- 261 trasi 23. Norma Konkret 281 24. Ketetapan 289 25. Rencana 311 26. Tindakan Hukum Administrasi yang Tidak Teratur 327 27. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara 331 28. Cara-cara Mengajukan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha 341 Negara v 29. Pemeriksaan di Persidangan 353 30. Pembuktian 373 31. Putusan dan Pelaksanaan Putusan 381 32. Keputusan Tata Usaha Negara 389 33. Kekuasaan Peradilan Tata Usaha Negara 529 34. Para Pihak 441 35. Keikutsertaan Pihak Ketiga 457 36. Bantuan Hukum 465 37. Hukum Pembuktian 471 38. Upaya Hukum 487 39. Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara 511 40. Eksekusi Putusan Peradilan 517 41. Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tanggal 29 Desember 1986 533 42. Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 585 43. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 607 44. Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 631 vi SEJARAH LAHIRNYA PERADILAN TATA USAHA NEGARA A. Sejarah Hukum Peradilan Tata Usaha Negara Masalah Peradilan Tata Usaha Negara merupakan suatu masalah yang cukup penting bagi kehidupan hukum dan banyak menarik perhatian kalangan ilmuwan hukum. Di negara-negara yang telah maju, konsep tentang Welfare State dan perkembangan sosiai telah sedemikian rupa sehingga mendesak pemikiran-pemikiran kembali mengenai Peradilan Tata Usaha Negara. Masalahnya adalah, peranan pemerintah yang bertambah besar dalam penciptaan Welfare State memerlukan kelincahan yang lebih besar daripada dalam suatu negara di mana pemerintah hanya bersikap sebagai polisi dan hanya bertindak atas permintaan perorangan atau apabila ada kepentingan yang dilanggar. Akan tetapi di lain pihak, terhadap kebebasan bertindak dan mengatur yang bertambah besar dalam negara-negara ini, perlu dipikirkan cara-cara yang tepat agar dapat dipelihara keseimbangan antara kepentingan umum dan kepentingan warganegara. Soal campur tangan pemerintah yang lebih besar dalam kegiatan-kegiatan kehidupan masyarakat, sebenarnya merupakan masalah di negara-negara berkembang di mana wewenang untuk mengatur gejala menyolok dirasa perlu untuk dapat menyelengga rakan pembangunan di segala bidang dalam rangka pembangunan nasional. Namun, di negara-negara berkembang yang menjunjung tinggi paham Negara Hukum, dirasakan perlunya mencari cara-cara yang di satu pihak dapat menjamin wewenang bertindak dan mengatur dari pemerintah, dan di lain pihak dapat menjamin bahwa wewenang bertindak dan mengatur yang bertambah itu tidak melanggar hak-hak asasi warganegara. Di negara Republik Indonesia, kecenderungan akan pemeli haraan keseimbangan tersebut sudah diletakkan dasar-dasarnya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam pasal 10 ayat (1) Undang-Undang tersebut menentukan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan : a. Peradilan Umum b. Peradilan Agama 1 c. Peradilan Militer d. Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan yang menjadi dasar hukum peradilan di Negara Republik Indonesia tercantum dalam pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu : Ayat (1): "Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain bagi badan Kehakiman menurut Undang-Undang". Ayat (2): "Susunan dan kekuasaan badan-badan Kehakiman itu diatur dengan undang-undang". Sedangkan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 di atas merupakan penjabaran lebih lanjut dari pasal 24 Undang- Undang Dasar 1945 tersebut. Di mana dalam penjelasan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut menegaskan bahwa Undang-Undang ini membedakan antara empat lingkungan peradilan yang masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili dan meliputi badan-badan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu, sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya baik untuk perkara perdata maupun pidana. Selain itu pula keinginan untuk mewujudkan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dapat pula dijumpai dalam salah satu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang merupakan lembaga tertinggi negara pada tahun 1978 yaitu yang tertuang dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada bagian dasar dan arah pembangunan serta pembinaan hukum, yang lengkapnya menentukan : a. Pembangunan di bidang hukum dalam Negara Hukum Indonesia didasarkan atas landasan sumber tertib hukum seperti terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. b. Pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang, sehingga dapatlah diciptakan ketertiban dan kepastian hukum dan memperlancar pelaksanaan 2 pembangunan. Dalam rangka ini perlu dilanjutkan usaha-usaha untuk: 1) peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional, dengan antara lain mengadakan pembaharuan kodifisikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum masya rakat; 2) menertibkan badan-badan penegak hukum sesuai fungsi dan wewenangnya masing-masing; 3) meningkatkan kemampuan dan kewibawaan aparatur penegak hukum; 4) membina penyelenggaraan bantuan hukum untuk golongan masyarakat yang kurang mampu. c. Meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat sehingga menghayati hak dan kewajibannya dan meningkatkan pembi naan sikap para pelaksana penegak hukum ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan hukum sesuai Undang- Undang Dasar 1945. d. Mengusahakan terwujudnya Peradilan Tata Usaha Negara. e. Dalam usaha pembangunan Hukum Nasional perlu ditingkatkan langkah-langkah untuk penyusunan perundang-undangan yang menyangkut hak dan kewajiban asasi warganegara dalam rangka mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.1) Sesungguhnya niat untuk membentuk suatu Peradilan Tata Usaha Negara telah ada sejak Negara Republik Indonesia baru merdeka, yaitu terbukti dengan dicantumkannya dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1948 mengenai Peraturan tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman yang dalam Pasal 6 ayat (1) disebut dengan istilah Peradilan Tata Usaha Pemerintahan, lengkapnya berbunyi: "Jika dengan Undang-Undang atau berdasar atas Undang- Undang tidak ditetapkan badan-badan Kehakiman lain untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara dalam soal Tata Usaha Pemerintahan, maka Pengadilan Tinggi dalam tingkatan 1) Ketetapan-ketetapan MPR RI, Sidang Umum MPR R111-12 Maret 1978, Arena Ilmu, Jakarta 1978, halaman 108-109. 3
Description: