BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan pendekatan sosiologi agama dengan metode penelitian kualitatif. Pendekatan sosiologi agama meneliti tentang aspek sosial agama. Objek penelitian agama dengan pendekatan sosiologi menurut Robert memfokuskan pada; Pertama, kelompok-kelompok atau lembaga keagamaan (meliputi pembentukannya, kegiatan demi kelangsungan hidupnya, pemeliharaannya, dan pembubarannya). kedua, perilaku individu dalam kelompok tersebut (proses sosial yang mempengaruhi status keagamaan dan perilaku ritual), ketiga, konflik antar kelompok (Robert, 1984:3). Penelitian kualitatif untuk memperoleh keterangan yang deskriptif analisis di lapangan yakni dengan penggambaran atau representasi objektif terhadap fenomena yang ada (Hadi, 1995:9). Metode penelitian kualitatif merupakan suatu metode berganda dalam fokus yang melibatkan suatu pendekatan yang interpretatif dan wajar dalam setiap pokok permasalahan (Salim, 2002:5). Penelitian kualitiatif ini melibatkan pengguna dan pengumpulan berbagai bahan seperti studi kasus, pengalaman pribadi, riwayat hidup, dokumentasi, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksinisme dan ritual yang menggambarkan momen rutin dan problematik serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif. (Salim, 2002:6) Metode penelitian kualitatif dapat menggali dan mendeskripsikan sistem sosial-keagamaan dalam kehidupan masyarakat yang lebih bersifat understanding lvii Universitas Sumatera Utara (memahami) terhadap fenomena atau gejala-gejala sosial, karena itu bersifat to learn about the people (masyarakat sebagai subjek) atau native‟s point of view (fenomena dalam masyarakat dijelaskan dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. 3.2. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut : 3.2.1. Teknik Observasi Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang paling alamiah dan paling banyak digunakan tidak hanya dalam dunia keilmuan namun juga dalam berbagai aktivitas kehidupan. Secara umum observasi berarti pengamatan, penglihatan. Sedangkan secara khusus, dalam dunia penelitian observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena sosial-keagamaan (perilaku, kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis Observasi yang peneliti lakukan ialah observasi partisipasi yakni peneliti ikut terlibat langsung dilapangan. Proses pengamatan dilakukan dengan cara mengamati ruang dan tempat, siapa saja pelaku yang terlibat, instrumen yang digunakan, hasil nyata program kerja, pola perilaku interaksi sesama anggota organisasi dan masyarakat serta aktivitas kegiatan sosial kemasyarakatan yang lviii Universitas Sumatera Utara dilakukan oleh pengurus dan relawan organisasi yayasan Budha Tzu Chi Kota Medan. Dalam kegiatan observasi, peneliti juga akan ikut serta dalam melakukan aktivitas yaitu kegiatan-kegiatan penting dari organisasi yayasan Budha Tzu Chi Kota Medan itu sendiri yang tujuannya untuk melakukan observasi partisipatif agar lebih mendekatkan diri lebih dalam pada objek penelitian sehingga data-data yang diperoleh lebih detail. 3.2.2. Wawancara Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang yaitu pewancara (interviewer) yang memberikan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan pertanyaan tersebut. (Moleong, 1991:135). Wawancara merupakan metode penggalian data yang paling banyak dilakukan, baik untuk tujuan praktis maupun ilmiah, terutama untuk penelitian sosial yang bersifat kualitatif. Adapun yang menjadi tujuan wawancara secara umum adalah untuk menggali struktur kognitif dan dunia makna dari perilaku subjek yang diteliti Wawancara dalam melakukan penelitian ini adalah wawancara mendalam, yaitu peneliti dan informan berinteraksi satu sama lain dengan waktu yang relatif lama sehingga peneliti dapat membangun rapport dengan informan. Peneliti membagi informan menjadi dua jenis yaitu : informan kunci dan informan biasa. Adapun Informan kunci dalam penelitian ini ialah orang-orang yang menduduki jabatan strategis dan fungsional dalam kepengurusan yayasan organisasi Budha Tzu Chi, seperti ketua yayasan Budha Tzu Chi Kota Medan, Kepala Sekretariat Tzu Chi, Kepala Hubungan Masyarakat, Ketua Tzu Chi lix Universitas Sumatera Utara International Medical Associations (TIMA) dan para pengurus struktural lainnya. Sedangkan informan biasa meliputi relawan yang umumnya terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi Budha Tzu Chi seperti bakti sosial, program kesehatan, program sadar lingkungan dan donatur. Total secara keseluruhan ada 15 informan yang 6 diantaranya merupakan informan kunci. Wawancara dilakukan dengan waktu dan tempat yang disepakati oleh peneliti dengan informan. Untuk menjaga agar wawancara tetap pada fokus penelitian, peneliti akan menggunakan interview guide sehingga pertanayaan- pertanyaan yang akan diajukan tetap terarah dan tidak lari dari fokus penelitian. Selain menggunakan interview guide, peneliti juga akan menggunakan recorder untuk merekam proses wawancara informan untuk memperkuat akurasi data. Penelitian ini juga akan menyiapkan dokumentasi, seperti bahan-bahan dari data yang berkaitan serta foto-foto momen yang mendukung penelitian. 3.2.3. Analisis Data Analisa data disebut juga pengolahan data atau penafsiran data. Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokkan, sistematisasi dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. Kegiatan analisis data selama pengumpulan data dapat dimulai setelah peneliti memahami fenomena sosial yang sedang diteliti dan setelah mengumpulkan data yang sudah dianalisis. Analisa data dalam penelitian merupakan suatu pandangan mengenai penulis untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh di lapangan. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan tersebut akan lx Universitas Sumatera Utara diteliti kembali dan diperbaharui kembali. Pada akhirnya kegiatan ini betujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan data lapangan dan hasil wawancara. Analisa data merupakan proses lanjutan dari bentuk catatan lapangan sebagaimana ditulis oleh Emerson (1995:4-5) yakni : “Fieldnotes are accounts describing experiences and observations the researcher has made while participating in a intense and involved manner“ (Catatan lapangan yang menggambarkan kumpulan pengalaman dan pengamatan penelitian yang dicatat saat turut berpartisipasi secara intens dan terlibat) Langkah selanjutnya, data-data ini dianalisis secara kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Langkah selanjutnya yang paling penting yakni menarik kesimpulan dan verifikasi. 3.3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Kota Medan Propinsi Sumatera Utara, sebuah kantor sekretariat yayasan Budha Tzuchi perwakilan Medan di Komplek Cemara Asri Jalan Boulevard Blok G/1 No 1-3 dan di Komplek Jati Junction blok P No 1, Jalan Perintis Kemerdekaan. Lokasi penelitian juga dilakukan di luar kantor tersebut untuk mendukung tujuan penelitian. lxi Universitas Sumatera Utara BAB IV AGAMA BUDHA DAN ALIRANNYA 4.1. Sejarah Agama Budha Agama Budha lahir dan berkembang pada abad ke-6 SM. Agama ini memperoleh namanya dari panggilan yang diberikan kepada pendirinya yaitu Siddharta Gautama yang memiliki sebutan Budha. Siddharta Gautama mendapat sebutan Budha, setelah menjalani sikap hidup penuh kesucian, bertapa, berkhalwat, mengembara untuk mencari kebenaran selama hampir tujuh tahun lamanya, dan di bawah sebuah pohon yang besar di kota Goya memperoleh hikmat dan cahaya hingga sampai kini pohon tersebut disebut pohon hikmat. (Sou‟yb, 1983:72) Nama asli pendiri agama ini adalah Siddharta, sedangkan Gautama adalah nama keluarga (marga). Siddharta di lahirkan dari golongaan kasta Ksatria pada abad ke- 6 SM, atau tepatnya pada tahun 563 SM. (Arifin, 1996:71). Di daerah tersebut yang sekarang di sebut Nepal. Ayahnya bernama Suddhadana beliau seorang raja dari kerajaan Sakya yang beribu kota di Kapilavastu. Sedangkan ibunya bernama Maya. Siddharta dilahirkan pada bulan purnama pada hari Vaisakh (April-Mei). Di bawah sebuah pohon sala yang sedang berbunga di taman lumbini. Ketika Maya dalam perjalanan dari Kapilavastu mengunjungi orang tuanya di Dewdaha. Beberapa orang suci mengatakan banyak mukjizat yang terjadi atas kelahiran Budha ke dunia ini. Pada saat maya mengandung, dia bermimpi dibawa ke Himalaya oleh para malaikat, dimandikan dengan air suci, dan ditempatkan lxii Universitas Sumatera Utara pada dipan yang terbuat dari emas. Kemudian datanglah seekor gajah putih membawa bunga lotus (padma) masuk kedalam tubuh melalui sisi kanannya, (Arifin, 1996:72). Pada hari kelahirannya cahaya yang tak terhingga menyinari alam semesta, orang buta dapat melihat, orang tuli dapat medengar, orang bisu dapat berbicara, bunga-bunga bejatuhan diri langit, musik dan wangi-wangian bertebaran di mana- mana. Anak lelaki itu berjalan tujuh langkah di atas bunga-bunga lotus beberapa saat setelah kelahirannya. Lima hari setelah kelahirannya, anak laki-laki itu dibawa ke orang suci dan para ahli peramal, mereka melihat di tubuh Siddharta terdapat tanda-tanda sebagai orang besar ditafsirkan bahwa dia akan menjadi seorang pemimpin dunia atau menjadi Budha. Semasa muda hidup Siddharta dalam gemilang kemewahan. Mengingat kata-kata ahli peramal, Suddhadana menetapkan bahwa putranya harus menjadi pemimpin dunia bukan seorang Budha. Guru-guru terbaikpun diundang untuk mendidiknya yang mengajarkan tidak hanya hikmah tetapi juga berbagai macam seni. Dikatakan bahwa guru-gurunya kagum akan kecepatan Siddharta menguasai setiap ilmu yang diajarkan kepadanya. Sekalipun demikian sebagai seorang anak ia sering nampak duduk termenung, berfikir sangat serius. Suddhadana melakukan apa saja yang dapat mencegah anaknya dari hal- hal yang dapat membuat anaknya merasakan penderitaan hidup. Istana dibangunkannya untuk berbagai musim, dilengkapi dengan parabotan serba mewah. Dia dikelilingi oleh berbagai keindahan dan kesenangan. Upanya pencegahan terus menerus dilakukan dari pandangannya kepada orang sakit, tua lxiii Universitas Sumatera Utara dan lemah. Tidak seorangpun diperbolehkan bercerita tentang penyakt atau kematian, penderitaan dan ketidakbahagiaan. Ketika Siddharta berusia 16 tahun, semua gadis cantik diundang agar dapat memilih seorang istri dari salah satu di antara mereka. Semua gadis tersebut lewat di hadapannya dan menerima hadiah darinya. Gadis yang terakhir adalah Yasodhara. Namun hadiah sudah habis. Maka kalung permata di lehernya di lepas dan diikatkan di pinggangnya sambil berkata “ buat yang terjujur dari semuanya” maka Yasodhara putri Suppabuddha inilah yang menjadi pilihannya. (Arifin, 1996:73). Pernikahan mereka sangat menyenangkan. Akan tetapi kehidupan mereka terbatas dalam lingkungan istana. Suatu saat Siddharta meminta izin ayahnya untuk keluar dari istana, maka Suddadana menolaknya. Dia mengutus seseorang untuk memberitahukan tentang kunjungan putranya dan meminta mereka agar semua yang dilihatnya tampak baik dan indah dan semua yang jelek supaya di sembunyikannya. Akan tetapi takdir tidak bisa ditolak pada beberapa perjalanannya ia ditemani oleh seorang kusirnya Channa, ia melihat sesuatu yang membuat ia berfikir mendalam dan sedih: orang tua dimakan usia, orang sakit diliputi luka, dan orang mati dikuburkan. Ia lalu bercerita kepada Channa bahwa semua itu adalah keadaan yang melekat dengan kehidupan dan tak seorangpun dapat terhindar darinya. Dalam setiap keadaan ia berusaha menyenangkan hatinya, namun semakin ia tahu sesuatu, justru ia menjadi semakin sedih. Persoalan hidup sekitar penderitaan manusia yang telah ia lihat itu, selain dipikirkan dan direnungkannya, dicarilah jawabannya di dalam pelajaran Weda yang telah diterimanya dari para brahmana, tetapi belum ditemukan jawaban yang lxiv Universitas Sumatera Utara memuaskan. Selain itu terpikir juga nasib sebagian rakyat yang miskin dan sengsara dari kalangan Kasta Sudra. Apa sebabnya sang Brahma, pencipta yang maha tunggal mambagi-bagi manusia dalam bentuk Kasta. Apakah benar yang demikian itu aturan sang Brahma. Semakin direnungkan semakin dalam sedih dan dukanya. Makanan yang enak, pemandangan yang indah, nyanyian dan musik yang merdu tak dapat menghiburnya, bahkan kesenangan itu dianggapnya fatamorgana, kesenangan yang hanya sekejap saja. Setelah pergi jauh dari istana, Siddharta mencukur rambut dan jenggotnya sehingga tampangnya sebagai seorang bangsawan telah berubah menjadi mirip seorang bhiksu dan melanjutkan perjalanannya menjadi seorang pendeta atau bhiksu, untuk mencari rahasia dan hikmat hidup. Dalam perjalanannya ini ia bertekad tidak akan kembali ke Kota Kapilawastu sebelum mendapatkan apa yang dicarinya, yaitu hakikat hidup, obat penderitaan segenap manusia. Ditengah perjalanan bertukar pakaian dengan seorang pemburu yang berpakaian kumal. Dengan pakaian tersebut ia menyamar sehingga tidak akan ada seorangpun yang mengenali bahwa ia seorang bangsawan putra mahkota suatu kerajaan terkenal pada masa itu. Dalam penggembaraanya itu, Siddarta mengunjungi beberapa biara dan asrama Brahmana, seperti biara Ranthalama, biara Alodrakama, dan lain-lain perguruan Brahmana yang terkenal. Semua jawaban yang ia peroleh terhadap hakekat dan rahasia hidup adalah hendaknya mempelajari kitab Weda. Dengan jawaban para pendeta tersebut Siddharta merasa tidak puas. Ia pergi meninggalkan mereka lalu bertemu dengan lima orang Bhiksu yang sedang sama-sama mencari hikmat dari rahasia hidup. Kelima Bhiksu itu mengajarkan lxv Universitas Sumatera Utara bahwa untuk medapatkan hikmat dan kesempurnaan hidup harus mensucikan roh dan jiwa dengan jalan menyiksa diri dengan kelaparan dan dahaga. (Arifin, 1996:76). Ia menjalani cara ini bersama lima bhiksu tadi masuk kedalam hutan melakukan pertapaan dengan tidak makan sama sekali, menanggung lapar dan dahaga siang malam duduk merenung, hujan dan panas, angin malam dan embun tiada diperhatikannya hingga badannya kurus kerontang tinggal kulit pembalut tulang. Siddharta meneruskan perjalanannya, mengembara. Meminta-minta sekedar untuk kelangsungan hidupnya, merenungi hakikat hidup dan kebenaran. (Hakim, 1978:157). Akhirnya pada suatu sore di bulan purnama (waktu itu ia berumur 30 tahun) pada bulan Vaisakh (April-Mei) dan duduk di bawah pohon Bodhi atau Bodh Gaya dengan bermaksud tidak akan meninggalkan pohon itu sebelum ia mendapatkan pencerahan. Ketika Mara (iblis) mengetahui bahwa Siddharta sekarang bermaksud untuk berusaha dengan sekuatnya mendapatkan pencerahan yang sempurna, menggerakan seluruh roh-roh jahat untuk menghalangi Siddharta. Berbagai macam cara yang di lakukan Mara, akan tetapi usahanya tetap sia-sia. Demikian malam itu dilalui dengan peperangan melawan mara dan bala tentaranya. Tetapi Siddhartalah yang menang, dan malam ini pula ia mendapatkan pencerahan, cahaya (boddhi). Seluruh kemenangan Siddharta sebenarnya dicapai melalui tiga tahap, yaitu: 1. Tahap yang pertama ia mendapatkan pengetahuan tantang kehidupannya yang terdahulu. 2. Tahap kedua ia menjadi maha tahu yang sudah terjadi. lxvi Universitas Sumatera Utara
Description: