ebook img

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang ... PDF

33 Pages·2015·0.32 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang ...

1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa cukup banyak kepada sebuah Negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (diakses dari kbbi.web.id pada 14 Juli 2015), devisa adalah alat pembayaran luar negeri yang dapat ditukarkan dengan uang luar negeri. Sementara itu, salah satu kegunaan dari devisa adalah untuk membayar hutang negara. Dengan demikian, devisa dapat membantu suatu negara terhadap perkonomian nasional. Sebagai contoh, pada tahun 2009, Indonesia mendapatkan devisa dari wisatawan mancanegara sebesar 6,297.99 juta USD, pada tahun 2010 naik menjadi 7,603.45 juta USD, pada tahun 2011 naik menjadi 8,554.39 juta USD, pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan menjadi 9,120.85 juta USD, dan pada tahun 2013 menjadi 10,054.15 juta USD (diakses dari www.parekraf.go.id pada 14 Juli 2015). Bercermin pada data tersebut, maka pariwisata di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Pariwisata Indonesia harus terus dikembangkan agar tidak kehilangan konsumen dari mancanegara (wisatawan mancanegara). Devisa yang didapat melalui sektor pariwisata tersebut berasal dari berbagai macam jenis wisata di Indonesia. Menurut Salma dan Susilowati (2004:155-156), mengutip dari Spillane, 1989 dan Badrudin, 2000, jenis-jenis wisata dibedakan atas: 1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism), yakni pariwisata yang dilakukan dengan tujuan berlibur, refreshing, untuk mengendorkan ketegangan syaraf, untuk menikmati keindahan alam, untuk menikmati hikayat rakyat suatu daerah, dan sebagainya. 2. Pariwisata untuk rekreasi (recreation sites), yakni pariwisata yang dilakukan demi memanfaatkan hari libur untuk istirahat, untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani, dan sebagainya. 3. Pariwisata untuk kebudayaan (cultural tourism), yakni pariwisata yang dilakukan dengan motivasi seperti keinginan untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, untuk mempelajari adat-istiadat dan cara hidup masyarakat negara lain, dan sebagainya. 4. Pariwisata untuk olahraga (sports tourism), yakni pariwisata yang dilakukan dengan tujuan untuk olahraga, baik hanya untuk menarik penonton olahraga dan olaharaganya sendiri serta ditujukan bagi mereka yang ingin mempraktikkannya sendiri. 5. Pariwisata untuk urusan dagang besar (business tourism), yakni pariwisata yang dilakukan karena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan. 6. Pariwisata untuk konvensi (convention tourism), yakni pariwisata yang ditujukan untuk melakukan konvensi atau konferensi Selanjutnya, terdapat konsep wisata yang tergolong baru di Indonesia, yakni konsep wisata syariah yang merupakan gabungan dari wisata dan syariah. Syariah yang dimaksud disini adalah syariat Islam. Menurut Undang- undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan 2 (diakses dari www.parekraf.go.id pada 14 Juli 2015), “Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara”. Sementara itu, pengertian mengenai syariah terdapat dalam Tarikh Tasyri’ Al-Islami, Manna’ Qathan yang dikutip dari Sucipto & Andayani (2014:38), menyatakan bahwa “Syariah adalah semua aturan yang diturunkan Allah untuk para hamba-Nya, baik terkait masalah akidah, ibadah, muamalah, adab, maupun akhlak. Baik terkait makhluk dengan Allah, maupun hubungan antar sesama makhluk”. Jadi, wisata syariah adalah perjalanan dengan mengunjungi tempat teretentu dan tetap memperhatikan akidah, ibadah, muamalah, adab, maupun akhlak. Karena harus tetap memperhatikan akidah, ibadah, muamalalah, adab, dan juga akhlak, maka tentunya jenis wisata ini memberikan batasan-batasan kepada wisatawan syariah agar nyaman dalam bersyariah. Padahal, jika melirik pada pengertian dari wisata yang ditujukan untuk rekreasi yang identik dengan kegiatan untuk bersenang-senang, wisata syariah dapat saja dikatakan tidak relevan. Sebagai seorang wisatawan, tentunya mereka akan cenderung untuk melakukan perjalanan tanpa ada batasan-batasan yang mengikat pada dirinya. Namun, ternyata ada sekelompok orang yang selalu berusaha untuk memperhatikan syariat, termasuk dalam melakukan perjalanan. Oleh karena itu, wisata syariah dihadirkan untuk memfasilitasi mereka yang tetap ingin memperhatikan syariat dalam berwisata, 3 termasuk di dalamnya mengkonsumsi yang halal dan juga tetap tidak menyalahi syariat Islam, serta tidak meninggalkan ibadah ketika berwisata. Wisata halal ternyata sudah mulai diterapkan di Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, China, dan Turki. Meskipun sebagian besar negara tersebut bukan mayoritas Muslim, namun mereka berinisiatif untuk memfasilitasi muslim yang ingin mengkonsumsi yang halal dalam berwisata. Pada situs kompasiana (diakses dari www.kompasiana.com pada 14 Juli 2015), Dirjen Pemasaran Parekraf menyebutkan bahwa sektor turis pariwisata syariah muslim global pada tahun 2012 mencapai 137 miliar USD dan pada 2018 diprediksi akan berkembang menjadi 181 miliar USD. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan dapat merebut pasar-pasar pariwisata syariah tersebut. Apalagi mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, jadi dengan adanya wisata syariah juga dapat menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim. Dengan dilahirkannya ide wisata syariah, diharapkan Indonesia dapat memfasilitasi wisatawan dari dalam negeri dan juga mancanegara, khususnya Timur Tengah. Dari segi dalam negeri (Indonesia), adanya wisata syariah merupakan bentuk islamisasi publik, dimana wacana mengenai Islam dan syariah semakin lama semakin menjalar di Indonesia. Mulai dari perbankan syariah yang tidak mendapatkan resistensi dari masyarakat Indonesia hingga merebaknya wacana syariah di media massa. Sekarang ini banyak muslim di Indonesia yang mulai memperhatikan syariat Islam. Banyak muslim yang sudah mulai berkerudung, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, ide wisata 4 syariah diharapkan juga mendapat respon dari masyarakat Indonesia. Dari segi luar negeri (internasional), wisata syariah digunakan untuk memfasilitasi wisatawan, khususnya dari Timur Tengah yang menginginkan berwisata dengan halal dan aman. Wisatawan dari Timur Tengah adalah wisatawan yang memiliki karakteristik cukup royal, dimana lama ia tinggal ketika berwisata cukup lama sekitar 9 hari, pengeluaran untuk berbelanjanya juga tinggi, serta mereka cenderung mengajak anggota keluarganya dalam berwisata (tidak sendirian ketika berwisata). Inilah yang kemudian menjadi salah satu motivasi dikembangkannya wisata syariah di Indonesia. Salah satu upaya dalam mengembangkan wisata syariah di Indonesia dilakukan oleh pemerintah yakni dengan adanya buku berjudul Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek, dan tantangannya yang ditulis oleh Hery Sucipto dan Fitria Andayani. Hery Sucipto merupakan seorang pendiri dan pemilik Wisata Syariah Consulting Group dan koordinator dari Gerakan Indonesia Halal1, sedangkan Fitria Andayani merupakan seorang jurnalis. Dalam pendistribusiannya, buku Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek, dan tantangannya dapat dikatakan tidak masiv karena buku ini hanya tersedia di toko-toko buku tertentu, tidak disebarkan secara masiv di tempat umum, perpustakaan atau di tempat lain. Oleh karena itu, untuk mendapatkan buku ini juga diperlukan biaya. Dengan melihat pendistribusian buku seperti ini, maka 1 Gerakan Indonesia Halal merupakan gerakan sosial yang melibatkan berbagai kalangan lintas profesi dan agama untuk mempromosikan pemakaian produk halal dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya produk yang sehat, baik, dan halalan toyyibaa. 5 bisa dilihat bahwa buku ini ditujukan kepada mereka, masyarakat Indonesia yang memiliki akses untuk mendapatkan buku ini. Buku Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek, dan tantangannya, diterbitkan oleh Grafindo Books Media. Grafindo Books Media merupakan anak perusahaan dari Grafindo Khazanah Ilmu yang resmi berdiri pada tahun 2004. Penerbit Grafindo bersifat independen dan tidak terikat maupun ada kaitan dengan salah satu golongan maupun kelompok masyarakat dan mencoba mencari terobosan-terobosan baru dalam kaitan peningkatan kesadaran budaya membaca. Produk-produk Grafindo pun terus diupayakan bersinergi dengan kebutuhan dalam masyarakat. Visi Grafindo adalah menjadikan penerbitan yang terpadu (integrate publishing house), dengan memberikan produk-produk unggulan dan mencerahkan. Menjadikan penerbitan berkelas di masa mendatang dengan inovasi-inovasi modern. Sementara itu, misi Grafindo adalah ikut andil mencerdaskan masyarakat dan membudayakan cinta buku dengan penyadaran secara kontinyu kepada publik akan pentiingnya peran buku bagi kemajuan dunia. Sejauh penelusuran peneliti, terdapat empat buku yang membahas tentang wisata syariah, yakni buku yang berjudul Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek, dan tantangannya; Prospek Bisnis Pariwisata Syariah; Panduan Praktis Wisata Syariah: Wisata Nyaman, Ibadah Lancar; serta Kriteria & Panduan Umum Pariwisata Syariah. Dari keempat buku tersebut, peneliti memilih buku yang berjudul Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek, dan tantangannya untuk diteliti karena buku ini merupakan buku pedoman wisata 6 syariah dengan cakupan bahasan yang begitu luas. Selain mengupas panduan umum wisata syariah, seperti perjalanan, akomodasi, fashion, spa, wisata medis, dan destinasi wisata syariah, buku ini juga membahas bagaimana strategi menjadi pelaku bisnis wisata syariah, serta berbagai pembahasan di sekitar keuangan syariah, seperti asuransi dan perbankan syariah yang menjadi salah satu komponen pendukung wisata syariah. Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa yang menggarap wisata syariah di Indonesia adalah Kemenparekraf dan MUI (Sucipto & Andayani, 2014:11). Berangkat dari pernyataan tersebut dan juga pernyataan dari situs Wonderful Indonesia2, maka menimbulkan asumsi bahwa Kemenparekraf menggandeng MUI dalam mengembangkan wisata syariah dipandang Cultual Studies (CS) sebagai arena kekuasaan yang dimanfaatkan oleh negara dalam upayanya melakukan perubahan3 (Bennett dalam Barker, 2011:8). Pada konteks ini MUI merupakan alat untuk mendapatkan legitimasi bagi negara karena organisasi Islam tersebut memiliki otoritas atas penetapan syariah di Indonesia dan juga dijadikan komoditas oleh negara untuk dijadikan sebagai Fatwa Halal yang akan dimanfaatkan untuk menjual wisata syariah. Hal ini kemudian berimplikasi pada peluang negara untuk mendapatkan legitimasi agama dalam upaya menjalankan misinya untuk mendapatkan devisa negara dengan cara 2 Dinyatakan bahwa wisata syariah di Indonesia diprakarsai oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dengan menggandeng Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU). 3Bennett (1998 dalam Chris Barker) menyatakan bahwa bentuk-bentuk kekuasaan yang dieksplorasi oleh Cultural Studies beragam, termasuk gender, ras, kelas, kolonialisme, dll. Cultural Studies berusaha mengeksplorasi hubungan antara bentuk-bentuk kekuasaan ini dan berusaha mengembangkan cara berpikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang dimanfaatkan oleh sejumlah agen dalam upayanya melakukan perubahan. 7 mengembangkan wisata syariah. Dengan demikian, melihat keadaan ini, maka menimbulkan pertanyaan peneliti bahwa apakah MUI begitu saja mau digandeng Kemenparekraf dalam konstruksi wisata syariah tanpa memberikan umpan balik kepada Kemenparekraf dan sejauh mana MUI bernegosiasi atas itu. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini, yakni: 1. Bagaimana bentuk-bentuk komodifikasi agama dalam konstruksi wisata syariah pada buku Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek, dan tantangannya? 2. Bagaimana peran otoritas MUI dan Kemenparekraf dalam konstruksi wisata syariah? 3. Siapa yang paling diuntungkan dalam praktik wisata syariah? Apakah agama, negara, para pelaku usaha, atau wisatawan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk komodifikasi agama dalam konstruksi wisata syariah pada buku Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek, dan tantangannya. 8 2. Untuk mengetahui bagaimana peran otoritas MUI dan Kemenparekraf dalam konstruksi wisata syariah. 3. Untuk mengetahui siapa yang paling diuntungkan dalam praktik wisata syariah. Apakah agama, negara, para pelaku usaha, atau wisatawan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengeksplanasi bagaimana peran otoritas MUI (agama) dan Kemenparekraf (negara) dalam konstruksi wisata syariah. Tujuan agama adalah untuk memperluas pengembangan konsep syariah yang muncul sebagai implikasi dari konsep perbankan syariah. Di sisi lain, tujuan negara adalah untuk memperluas pengembangan di bidang pariwisata, dimana negara-negara tetangga (Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand) terlebih dahulu mengembangkan konsep pariwisata yang berbasis syariah. Dengan melihat fakta bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia, maka pemerintah Indonesia merasa terdorong untuk menyaingi negara-negara tersebut. Oleh karena itu, devisa negara dan pasar internasional merupakan tujuan negara dalam mengembangkan pariwisata yang berbasis syariah. Dari kedua hal ini (agama dan negara), maka terjadilah titik pertemuan, dimana syariah merupakan acuan dalam tujuan kepentingan masing-masing. Di sisi lain, penggagas wisata syariah ini adalah negara (pemerintah Indonesia). Pada konteks ini, negara berusaha menggandeng organisasi Islam untuk melancarkan misinya 9 mendapatkan devisa. Maka, komodifikasi agama pun terjadi di ranah ini. Dengan demikian, secara akademik, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan cara pandang baru terhadap praktik-praktik agama dan negara dalam konstruksi wisata syariah. Melalui penelitian ini, peneliti ingin memperlihatkan bagaimana kolaborasi (agama dan negara) dalam konstruksi wisata syariah. Sejauh mana agama memiliki otoritas atas terbentuknya konstruksi wisata syariah. Secara praktik, eksplanasi mengenai peran otoritas agama dan negara dalam konstruksi wisata syariah sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kepentingan maupun bagi stakeholder lainnya terkait dengan pemilihan langkah-langkah terbaik dalam pengembangan pariwisata Indonesia ke depan. 1.5 Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka yang peneliti gunakan, peneliti mengacu pada penelitian mengenai wisata syariah. Hal ini dikarenakan arah penelitian ini akan menuju pada ide besar wisata syariah. Sejauh penelusuran peneliti, setidaknya telah ada tiga kajian terkait dengan wisata syariah. Ketiga kajian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Mohamed dengan judul Promoting Islamic Tourism in Brunei: Through Customers Understanding Towards the Syariah Compliant Hotel Concepts; penelitian yang dilakukan oleh Ezzat, et.al dengan judul Sharia-Compliant Hotels in Egypt; dan penelitian yang dilakukan oleh Purtaheri et.al. dengan judul Impacts of Religious and Pilgrimage Tourism in Rural Areas: The Case of Iran. 10

Description:
ibadah, muamalalah, adab, dan juga akhlak, maka tentunya jenis wisata ini . nilai dan etika Islam; kesadaran, kompetensi, dan pengalaman karyawan hotel syariah tidak boleh lebih kalah dari hotel lainnya; kontrol Islam dalam .. “According to Smythe (1977), the mass media are constituted out of a
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.